6

4.9K 502 1
                                    

Akhir-akhir ini pulang di waktu larut menjadi rutinitas Revia. Padahal, dia sudah sangat rindu bertemu dengan para tutor, tapi jangankan bertemu, bisa bergelung nyaman di kasurnya saja ia sudah sangat bersyukur. Kesibukan benar-benar menyita aktivitas favoritnya. Terhitung sudah tiga minggu lamanya sejak pertemuannya dengan Regan dan aksi balas dendamnya pada Kalista, Revia belum sempat berkunjung ke distrik-distrik yang dihuni para migran.

Waktunya tersita dengan kesibukan mengerjakan project iklan dari perusahaan Regan. Untunglah, Regan tidak mempermasalahkan perihal ketidaksopanannya waktu itu. Bagaimana Revia tahu? Mudah saja. Karena jika Regan membeberkan kejadian di ruang rapat pada Kalista, mungkin saat ini Revia sudah diberi SP 1 atau berita terburuknya dipecat.

Membayangkannya saja, ia ngeri sendiri. Setidaknya Revia tahu jika si Direktur songong itu cukup profesional.

"Vi, gue balik duluan, ya? Soalnya Kakak gue udah di depan. Mau ke rumah sakit habis ini. Resi sama yang lain kayaknya juga udah balik," ujar Rifa seraya mencolek bahu Revia

"Duluan aja kali, kerjaan gue dikit lagi selesai kok."

"Oke. Lo hati-hati bawa mobil pas pulang nanti. Jangan terlalu larut balik ke kos. Oh iya, gue bakal nyuruh Pak Suripto nungguin lo juga."

"Iya ah bawel, gih sono. Kasihan Kakak lo nungguin," usir Revia pada sahabatnya itu.

Rifa berdecak. "Pokoknya jangan terlalu larut pulangnya."

"Iyaaa, Bundaaaa."

Walau khawatir Revia pulang larut, Rifa terpaksa harus meninggalkan sahabatnya itu. Jika saja dia tidak memiliki keperluan menjenguk sepupunya yang baru saja melahirkan, Rifa mana sudi meninggalkan Revia. Entah mengapa dia selalu khawatir pada sahabatnya yang selalu menampilkan kesan baik-baik saja. Ditambah, saat ini hanya Revia saja yang lembur. Yang lain juga sudah pulang.

Setelah mengucapkan salam, Rifa melenggang keluar dan menyisakan Revia seorang diri yang masih melanjutkan pekerjaannya. Sempat terbersit rasa iri di hati Revia ketika mendengar Kakak Rifa datang menjemputnya. Ingatan Revia berkelana ke masa lalu di mana ia juga pernah merasakan diantar jemput oleh dua saudaranya, tapi ingatan itu seketika buyar saat Revia menyadari dia tengah memikirkan hal yang salah.

Hatinya mendadak terasa nyeri.

Tidak ada yang tahu jika rasa sakit Revia masih terasa berkali-kali lipat. Mengapa dulu mereka berpura-pura menyayanginya padahal yang sebenarnya terjadi, kehadirannya dalam keluarga itu sama sekali tidak diinginkan. Dan hal yang sebenarnya lebih meremukkan hati Revia adalah saat dia mendengar percakapan antara Ayah, Bunda, Revo, dan Banu.

Sehari sebelum ia memutuskan angkat kaki dari kediaman Aritama, di malam sebelumnya dia mendapati kamar orang tuanya terbuka. Kala itu, Revia keluar kamar karena hendak mengambil air di dapur. Itu merupakan kebiasaannya di malam hari. Lalu tanpa sengaja, ia melihat kamar Ayah dan Bundanya terbuka. Revia pun berinisiatif mendekat, ingin melihat apa yang sedang dilakukan oleh orang tuanya karena belum juga beristirahat di waktu larut seperti itu.

Revia juga berpikir, ia akan membujuk sang Ayah untuk membatalkan perjodohannya. Dia akan melancarkan bujukan maut agar kedua orang tuanya paham jika putri mereka benar-benar belum siap menikah. Revia begitu optimis akan memenangkan hati orang tuanya sebab dia adalah putri yang amat mereka sayangi. Namun, ketika dia nyaris masuk ke dalam kamar, Revia mendengar suara Revo dan Banu yang menyebut-nyebut namanya dengan nada aneh. Terkesan sinis dan sarat akan ketidaksukaan.

Miss Copywriter (✓)Where stories live. Discover now