34

6.9K 410 20
                                    

Semenjak Revia memutuskan tinggal di kediaman Aritama, mulai saat itu pula setiap dia ingin pergi ke mana-mana, Revo, Banu, Angga selalu menjadi sopir dan sipir pribadinya. Ketiga pria tersebut saling bergantian mengantar jemput Revia. Meski Revia sempat mengajukan ketidaksetujuan karena mereka memperlakukannya layaknya anak kecil, ketiga lelaki itu tak mendengarkan larangannya.

Seperti hari ini, Anggalah yang mendapat giliran menjemput Revia di kantornya. Angga duduk di salah satu sofa yang terdapat di lobi kantor, menunggui Revia yang masih berada di ruang divisinya. Pria itu bukan tidak sadar jika sejak tadi, eksistensinya sedikit banyak menyita perhatian kaum-kaum hawa yang hendak kembali setelah jam kantor selesai.

Namun, sejak tadi mata Angga hanya terpaku pada ponsel yang menampilkan artikel mengenai Revia setelah beberapa bulan ini menjadi sorotan. Dengan kembalinya Revia pada Aritama, maka berakhir pula seluruh konflik yang ada. Namun, para pemburu berita masih tak lejar mengejar informasi mengenai Revia Aritama yang tiga tahun belakangan eksistensinya tak terekspos sama sekali. Dan sekarang, tidak sedikit orang media mencari-cari informasi tentang dirinya semenjak insiden di lamaran Rosa. Hanya saja, Revia benar-benar tertutup. Ia enggan berurusan dengan hal yang menurutnya mengganggu itu.

Tanpa disangka, Angga dikejutkan pada tepukan di bahunya. Dia lalu menoleh. "Lah? Bro? Di sini juga?"

Sosok yang menepuk pundaknya adalah Regan. Angga cukup kenal dengan laki-laki di hadapannya ini. Kenal baik malah.

"Jemput Rosa."

"Rosa? Oh, Adik? Doi kerja di sini juga?"

Regan mengangguk.

"Kalau gitu ... dia sekantor dong sama Re--"

"Angga!"

Seruan itu terdengar cukup nyaring hingga menggema sampai ke sudut-sudut lobi. Angga menolehkan kepalanya dengan cepat. Beberapa meter darinya, Revia tengah melangkah terburu-buru menghampirinya, akan tetapi Angga mendapati kejanggalan dari raut wajah sepupunya itu. Kesal? Bukan-bukan, salah tingkah? Entahlah, Angga bukan seorang pakar ekspresi.

"Kenceng banget teriaknya. Gue nggak budek," protes Angga ketika Revia sudah berdiri di hadapannya.

"Maaf, ayo pulang," jawab Revia kaku.

Ia berusaha keras tidak menoleh ke arah samping di mana Regan berdiri dan memandangnya dalam diam. Suasananya begitu canggung karena ini adalah pertemuan pertama mereka sejak insiden bubur ayam waktu itu.

Sudah selama itu mereka tidak saling bertemu secara langsung, tapi meskipun begitu Revia sering melihat Regan lalu lalang di kantor ini untuk menemui bosnya. Saat waktu makan siang maupun pulang kantor. Dan tentu saja Revia selalu memastikan agar pria ini tidak menyadari keberadaannya.

Revia dibuat bingung. Bukankah dua bulan lalu Rosa baru saja melangsungkan prosesi pernikahan yang digelar dengan begitu meriah? Lalu ... mengapa Regan masih saja menemui Rosa? Apakah suami bosnya itu tak marah jika sang istri masih saja menemui laki-laki lain? Memikirkan hal tersebut, Revia jadi bergidik. Regan ini bukan pengganggu hubungan orang lain, bukan?

"Terus temen-temen lo?"

"Udah pada balik. Tadi gue ada urusan bentar sama Ibu Rosa."

"Oh oke. Ya udah ayo." Angga menggapai tangan sang sepupu tanpa menyadari sorot kelam Regan yang menatap tautan tangannya dengan Revia. "Bro, gue balik duluan. Nih anak suka bawel kalau nggak cepet sampai rumah."

Revia mendengkus kesal. "Cepetan!"

"Iya-iya~"

Revia dan Angga kemudian beranjak pergi setelah mendapatkan anggukan kaku dari Regan, tapi baru berapa saat mereka mengambil langkah, tahu-tahu saja terdengar seruan dari arah belakang.

Miss Copywriter (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang