30

4.1K 350 21
                                    

Revia mencoba meyakinkan diri atas asumsinya itu. Ia pun kembali melanjutkan langkah sembari memijat kening. Namun, langkahnya tak lagi berlanjut sebab tahu-tahu saja ada yang meraih pergelangan tangan dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Pelukan yang sangat erat. Saat itulah Revia sadar jika apa yang tadi ia lihat, bukanlah halusinasi. Kedua orang itu nyata, bahkan salah satu dari mereka kini tengah merengkuhnya.

Mengapa ... mengapa masalah selalu silih berganti menghampirinya? Tidak bisakah dia dibiarkan rehat sejenak?

"Akhirnya gue nemuin lo lagi, Vi. Lo nggak lupa 'kan sama gue?"

"Lepas."

"I miss you so damn bad, sampai rasanya gue bisa gila karena mengharapkan lo kembali ke Aritama. Tolong biarkan seperti ini, let me hug you, hm? Gue sayang banget sama lo."

"Lepasin nggak!" Revia menyentak pelukan itu, akan tetapi usahanya gagal sebab dia benar-benar direngkuh erat hingga rasanya nyeri menjalari bahu dan lengan atasnya.

"Bang ... lepasin pelukannya. Biarin Via duduk dulu."

Suara tersebut berasal dari Sintia. Ya, kedua orang itu tidak lain adalah Angga dan Sintia. Orang-orang yang tidak Revia duga berani menemuinya. Kedua sepupu yang dulu begitu ia sayangi, tapi ikut andil dalam mempermainkan hidupnya juga.

Angga mendengarkan perkataan sang Adik. Perlahan, ia merenggangkan rengkuhannya pada Revia meski tidak tampak kerelaan dari wajahnya yang tak terurus.

"Vi, boleh minta waktunya sebentar? Ada yang mau kita omongin," ucap Sintia hati-hati.

"Pulang. Lo berdua pulang sekarang juga. Jangan jadi sampah di kosan gue," desis Revia geram. Dia tidak akan repot-repot berucap manis.

"Vi, sebentar aja."

Revia memandang tajam Sintia. "Are you deaf?"

"Vivi gue janji, setelah lo dengerin apa yang mau gue sama Sintia omongin, kita nggak akan temuin lo lagi. Setelah ini, semua keputusan ada di tangan lo."

"Nggak! Pergi ... pergi!"

Penolakan Revia kian membuat perasaan Angga tidak tenang. Dia tersiksa melihat kekacauan Revia yang frustrasi akibat kemunculan mereka

"Tolong, Vi, kasih sedikit saja belas kasih lo sama kita. Gue dan Bang Angga udah nungguin lo dari sore tadi. Gue janji setelah ini, kita nggak akan pernah gangguin lo lagi. Ini terakhir kalinya. Jujur, gue capek dengan semua kesalahpahaman sialan di antara kita. Setelah kejadian beberapa tahun lalu, nggak ada satu orang pun yang bahagia. Kita sama-sama tersiksa, Vi, hanya karena that damn misunderstanding." Mata Sintia mulai memerah menahan tangis. Ia sungguh ingin mencurahkan segalanya pada Revia.

Dia juga capek menghadapi konflik di antara mereka.

"You know what? That's none of my business. So i'm begging ... please, get out right now. Gue nggak mau lagi berhadapan sama kalian. Persetan dengan kesalahpahaman itu! Hidup gue baik-baik saja tanpa kalian! Jadi, tolong berhenti munculin diri di hadapan gue karena itu menyiksa gue lebih dari yang kalian kira." Revia berujar dingin.

"Vivi, gue mohon, sekali ini saja. Dada gue sakit liat lo kesiksa gini. Lo berhak bahagia dan untuk itu ayo bicara, kasih kesempatan gue sama Sintia buat jelasin awal mula permasalahan kita yang sampai bikin lo salah paham."

Revia tertawa sumbang atas ucapan Angga yang mulai terdengar mengada-ngada.

"Seperti yang gue bilang, mau salah paham atau apa pun itu, gue nggak peduli. Jangan buat gue menertawakan kekonyolan kalian. Nyatanya setelah gue lepas dari Aritama, hidup gue baik-baik saja. Dan atas dasar apa lo berhak ngurusin kebahagiaan gue? Kalian semua yang menyandang nama Aritama, sedikit pun nggak punya wewenang buat ikut campur dalam kehidupan gue. Kalian semua sudah kehilangan Revia Aritama sejak beberapa tahun yang lalu, sekarang kita hanyalah sebatas orang asing. Camkan itu! Jadi, kali ini biarkan gue yang memohon. Tolong, bersikaplah layaknya orang asing!"

Miss Copywriter (✓)Where stories live. Discover now