31

3.7K 353 46
                                    

Perlahan, kelopak mata dari gadis yang tengah terbaring di kasur king size itu mulai terbuka. Cahaya temaram menyambut penglihatannya. Ia melenguh pelan karena merasa sedikit pusing.
Gadis itu adalah Revia. Mencoba untuk bangkit, ia bersandar pada kepala ranjang dan memijat lembut keningnya.

Namun, sesaat setelah menyentuh bagian kepalanya, Revia dikejutkan akan satu hal.

"Kerudung gue mana?"

Dia belum terlalu fokus sampai tidak menyadari kerudungnya terletak di atas nakas samping ranjang.

Beberapa saat terdiam, dia pun mulai menguasai diri. Matanya mengerjap cepat memperhatikan sekitarnya yang minim cahaya. Kontan, natea Revia membola.

Benar! Bukankah tadi dia sedang dalam perjalanan pulang ke kos? Tapi tahu-tahu saja ada yang membekap hidungnya. Dan setelah itu dia tidak ingat apa pun.

"Gue diculik?" gumam Revia tidak percaya. "Gue ... diculik? Gimana bisa? Diculik?"

Revia buru-buru berdiri dan mengempaskan selimut yang sejak tadi menyelimuti tubuhnya, tapi tunggu, ia merasa familiar dengan kasur, selimut, bantal, serta gulingnya.

Motif anggrek hitam?

"Ini ...."

Seakan tersadar, Revia berjalan cepat ke satu spot yang masih melekat kuat dalam ingatannya. Ia hendak membuktikan bahwa terkaannya benar atau tidak.

Saklar lampu.

Hati-hati, Revia meraba saklar tersebut dan diiringi sedikit tekanan. Bohlam pun berpendar terang setelahnya. Namun, seketika itu juga lututnya melemas. Ia terduduk tanpa tenaga. Revia bak orang linglung dengan mata yang menjelajahi isi kamar.

Kamar yang tertata rapi, tak tampak sedikit pun perubahan. Di atas kasur king size, tepatnya di dinding, terdapat pigura yang berukuran cukup besar. Potret dari sosok gadis yang tengah menampilkan senyum menawan. Foto itu ... adalah fotonya. Kamar ini miliknya. Kamar yang menjadi saksi pertumbuhannya sejak ia kecil.

Jantung Revia berdegup kencang. Bagaimana bisa ia berada di tempat ini? Apakah ... orang-orang yang membawanya ke sini, adalah suruhan dari keluarga ini?

Perlahan, Revia bangkit dengan tangan yang ia tumpukan ke dinding. Setelah beberapa saat berdiri, dia mulai melangkahkan kaki ke pintu kamar. Tangannya coba memutar kenop pintu, berharap bisa dengan mudah terbuka. Hanya saja harapannya pupus karena pintu dikunci dari luar. Kontan dada Revia bergemuruh akibat gelegak emosi.

"Buka ... buka! Buka pintunya! Buka!" Revia menggedor pintu tersebut. "Buka! Buka sialan!"

Tangan dan kakinya tak henti memukul dan menendang daun pintu. Revia mengeluarkan seluruh tenaganya untuk bisa keluar dari kamar ini. Kepalan tangannya mulai memerah dan timbul luka baret yang tipis. Namun, ia tidak peduli karena enggan berada di sini. Demi Tuhan, Revia sangat marah sampai membuat dadanya sesak. Ada apa dengan orang-orang itu sampai nekat menculiknya? Apakah otak mereka sudah tidak berfungsi?!

"Buka sialan! Buka pintunya!" Gedor Revia kehilangan kendalinya. "Buka!"

Tidak berselang lama, dia mendengar ada derap langkah yang terburu-buru menuju kamar ini.

"Buka pintunya!" jerit Revia lagi.

Derap langkah tersebut berhenti sejenak. Dari arah luar terdengar kunci yang diputar cepat. Seperti dugaannya, pintu pun terbuka secara perlahan, membuat Revia mundur beberapa langkah. Ia bersiap meluapkan emosi, tapi langsung terdiam setelah melihat dua orang yang berdiri di hadapannya.

"Kak."

"Vivi."

Ujar dua orang itu bersamaan.

"Berengsek! Jadi lo berdua yang bawa gue ke sini?!"

Miss Copywriter (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang