32

3.9K 345 48
                                    

"Dulu ... sebelum kamu pergi dari rumah, sebelum kejadian itu terjadi, ada satu waktu di mana Bunda, Ayah, Revo, dan Banu memutuskan untuk berdiskusi. Kala itu kami semua berembuk dan memikirkan hal yang sebenarnya cukup unik, hal yang sebelum-sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh Aritama, tapi sebelum penjelasannya masuk lebih dalam, Bunda ingin bertanya. Apakah ... kamu sadar saat kamu menerima perintah Ayah untuk menikah, lusanya merupakan hari lahirmu?"

Revia terkesiap, ia mencoba mengingat kembali hari tersebut. Memang benar pada tanggal dua puluh tujuh Februari, di mana Ayahnya memaksa agar dirinya menikah, dua hari berikutnya adalah hari ulang tahunnya. Yakni tanggal dua puluh sembilan Februari. Tanggal lahir unik yang acap kali Revia lupakan.

"Kamu ingat, 'kan? Hari itu adalah tanggal dua puluh tujuh, dan itu berarti dua hari sebelum ulang tahunmu."

Revia mengangguk.

"Oke, Bunda tahu ini konyol. Bunda terlalu naif dan gegabah. Mengingat jika sebelum-sebelumnya keluarga kita tidak pernah melakukan tradisi seperti itu."

Kerenyit bingung seketika menghiasi dahi Revia.

"Tradisi apa?" tanyanya dengan alis yang menyatu.

Diam-diam Arlin bersyukur karena sang putri ternyata penasaran dan bersedia mendengarkan penjelasannya.

"Kejutan ulang tahun," terang Arlin lirih dalam satu tarikan napas.

Sesak di dadanya kembali muncul ketika mengingat kejutan ulang tahun itu malah berakhir tidak seperti yang mereka rencanakan. Mungkin ini akan terdengar seperti mengada-ada bagi Revia, tapi kenyataannya memang demikian.

Aritama merupakan keluarga kolot. Mereka tidak pernah mengadakan kejutan ulang tahun apa lagi perayaan hari lahir sebab itu adalah ajaran dari tetua Aritama. Bagi mereka, merayakan ulang tahun tidak ada gunanya. Kendatipun mereka merupakan keluarga konglomerat, tapi untuk hal-hal seperti itu mereka sangat konservatif.

Namun, waktu itu mereka ingin menghadirkan suasana kontemporer. Zaman yang tak lagi sama, membuat generasi baru Aritama melakukan pendobrakan. Maka muncullah ide untuk mengerjai Revia dengan cara menyusun rencana apik untuk kejutan ulang tahunnya. Mereka ingin sekali membuat Revia kesal dan meledakkan emosi. Arlin pikir itu akan berakhir sukses.

Nahasnya, kejutan yang mereka susun malah berakhir dengan Revia yang kehilangan kepercayaannya pada mereka. Revia yang membenci, menanggung luka dan menderita, semuanya hanya gara-gara kejutan sialan itu.

"Sayang, maaf ... maaf jika kejutan yang kami rencanakan berakhir tragis. Bunda sama sekali tidak mengira jika hal itu berakhir tidak sesuai seperti apa yang kami bayangkan."

"Maksudnya?" tanya Revia kian bingung.

"Maafkan Bunda."

Mata Arlin lagi-lagi mengabur karena air mata. Ia tidak menyangka jika sesesak ini menjelaskan kejadian tersebut. Perasaan takut bila sang putri tidak akan mempercayai perkataannya, seketika menggerogoti hati dan pikirannya.

"Semua yang terjadi saat itu hanyalah ... kebohongan. Ayahmu yang memaksamu menikah, itu merupakan bagian dari rencana kami untuk kejutan ulang tahunmu." Gigi Arlin menggemeletuk menahan pahitnya kepedihan yang menjalar di dadanya. "Bahkan ... bahkan malam di mana kamu memergoki kami sedang mengobrol, itu juga rencana yang sudah kami susun. Banu dan Revo yang berkata bahwa mereka capek dengan semua sikapmu, itu juga kebohongan. Kami benar-benar memperkirakan semuanya. Kami tahu kamu akan ke kamar Bunda karena Sintia dan Angga yang memberitahunya. Mereka mengawasimu. Bahkan Sintia mengosongkan air di gelas yang sering kamu gunakan. Dan karena hal itu, kamu pasti akan turun ke dapur untuk mengisi air. Sedang pintu kamar Bunda, sengaja tak ditutup rapat agar kamu bisa mengintip. Bunda bersumpah, itu adalah rencana yang sudah kami perkirakan baik-baik. "

Miss Copywriter (✓)Where stories live. Discover now