[Asking]

2.6K 539 52
                                    

Setelah mengantar Taeyong pulang, Kun bergegas kembali keruangan Revan. Hari ini Ibu Aleeta dan beberapa teman SMA Aleeta hendak berkunjung untuk menjenguk Revan, maka dari itu Kun memilih untuk tidak berangkat kekantor dan menemani Aleeta dirumah sakit. Mengurus Revan saja sudah membutuhkan banyak tenaga, Kun tidak tega kalau Aleeta masih harus disibukkan dengan kehadiran tamu-tamunya.

"Lo sadarkan ada yang salah dalam hubungan lo ? Selama ini lo berusaha sendirian, lo terlalu memanjakan Aleeta, memperlakukan dia seolah dia itu kaca yang bisa retak kapan aja ketika kenyataannya, gadis itu cukup tegar dan kuat untuk belajar mencintai lo."

Langkah Kun terhenti ketika hendak masuk keruang rawat Revan. Ucapan Taeyong masih terngiang dikepalanya.

"Mau sampai kapan, Kun? Lo gabisa menjadi satu-satunya pihak yang mengalah dan merelakan. Bukan begini caranya kalian menjalani hubungan."

Perkataan Taeyong ada benarnya. Bukan begini seharusnya suatu hubungan berjalan. Kun merasa ia berjalan dalam terowongan yang tak berujung, dengan penuh keraguan dan asumsi-asumsi diri yang menyedihkan. Kun sadar dia tersiksa, entah karena ketakutannya atau karena ketidak tahuan dirinya mengenai perasaan Aleeta.

"Kun?"

Pintu kamar Revan terbuka menampilkan sosok Ibu mertuanya yang hendak mengambil handuk baru dari bilik perawat medis.

"Ibu, kapan tiba disini ?"

"Setengah jam yang lalu, Ibu melihatmu di lobi tapi nggak mau ganggu jadi langsung kekamar."

Kening Kun berkerut. Ibu mertuanya melihat dirinya di lobi rumah sakit bersama Taeyong, apa itu berarti ibunya mendengar percakapannya ?

"Oh, Aleeta kemana, bu ?"

"Aleeta sedang keluar bersama Jinah, mungkin makan siang. Kamu tungguin Revan ya didalam, Ibu mau ambil handuk untuk kompres"

Kwon Jinah, salah satu atau mungkin satu-satunya teman terbaik yang dimiliki Aleeta. Wanita yang berprofesi sebagai desainer interior itu sudah menemani Aleeta selama belasan tahun yang secara tak langsung menjadi saksi hidup apa yang terjadi dalam hidup Aleeta. Kun jelas mengenalnya karena Jinah yang membantunya myakinkan Aleeta dulu.

"iya.." jawab Kun.

Selanjutnya Kun menunggu Ibu mertuanya didalam kamar sambil menyiapkan baskom berisi air untuk mandi putranya. Kun terbayang gelak tawa Revan yang selalu terdengar setiap kali mereka berdua mandi bersama, tapi sudah hampir seminggu lebih anak itu belum juga sadarkan diri jadi yang bisa Kun lakukan hanyalah mengelap tubuhnya dengan handuk basah.

"Bu.." panggil Kun ketika keduanya sudah duduk disisi tempat tidur Revan untuk mengelap.

"Hmm.."

"Ada yang ingin aku sampein ke Ibu soal hubungan kami."

Ibu Aleeta merendam kembali handuknya kedalam baskom sebelum menanggapi panggilan mantu kesayangannya. "Kenapa ? Kamu mau cerai ?"

Kun terkejut karena Ibu mertuanya sdah tahu kemana arah pembicaraan mereka. "Kok.. Ibu tahu ?"

"Kun.." Nyonya Choi menatap Kun dihadapannya. "Waktu kamu datang dan meninggalkan bubur abalon dipintu rumah karena Revan masuk rumah sakit, Ibu sudah memahami maksud kedatanganmu"

"Maaf,Bu"

"Kenapa minta maaf ? Justru Ibu yang seharusnya minta maaf karena putri Ibu masih saja bersikap seperti anak kecil dan belum bisa membalas perasaanmu. Kalau boleh jujur, Ibu yang malu dan merasa bersalah sama kamu."

"nggak bu, saya memang mencintai Aleeta, dan apa yang sudah terjadi memang keputusan saya sendiri."

Ibu Aleeta tertegun mendengar jawaban menantunya. "Keputusan saya? bukannya seharusnya, keputusan kami?"

Only Then |  Kun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang