Awal Sebuah Perjuangan

24.3K 1.6K 34
                                    

Satu jam lebih aku berkutat di dapur. Membuat pudding Vanilla terlebih dahulu dan menyimpannya di kulkas, memasak Nasi, menggoreng ikan, membuat sop ayam, dan menyempurnakan dengan membuat sambal. Untungnya bahan masakan di apartemen Bara kali ini lumayan lengkap. Karena memang Bara memintaku memasak hari ini. Karena hari ini, adalah hari terakhir kami bisa bersama sebelum dipingit.

Aku menyusun dan menghidangkan masakan yang sudah kubuat dimeja makan. Lalu membasuh tangan dan muka. Memperbaiki penampilanku sebentar, dan mempersiapkan diri untuk mengetuk pintu kamar Bara.

Ketukan ketiga pintu tak juga dibuka oleh Bara. Aku jadi takut, apa dia memutuskan untuk bunuh diri? Ah fikiran macam apa itu. Tidak mungkin Bara mengakhiri hidupnya cuma karena cemburu.

Dengan perlahan aku membuka pintu. Bara tengah berbaring diranjang, aku mendekatinya. Ternyata dia sedang tidur karena nafasnya teratur. Aku berjongkok disamping ranjang. Memandang wajah polosnya. Dia tampan kalau sedang tertidur, terlihat sangat polos karena terkadang wajah mesum saat dia menggodaku sangat menyebalkan.

Tapi, aku cinta lelaki ini.

Perlahan, kuusap pelan rambutnya. Turun membelai pipinya. Aku jadi ingin mengecup pipinya. Jiwa mesumku keluar kalau sudah melihat Bara begini.

"Bara." Bisikku mencoba membangunkannya dengan pelan. "Makan malam yuk?" tawarku. Dia membuka mata, menatapku. Aku memberanikan diri ikut menatap wajahnya.

Lalu dia membalikan badannya. Membelakangiku, ternyata Bara ngambek beneran. "Aku minta maaf." bisikku, aku mengusap pelan rambutnya. Menawarkan kelembutan agar dia sedikit melembut dan memaafkanku. Namun dia bergeming. "Ya sudah kalau kamu gak mau. Padahal aku sudah masak banyak tadi. Spesial untuk kamu, kali ini bukan disulap tapi dimasak." Bara masih bergeming. "Aku pulang aja deh kalo gitu. Makanannya buang aja kalau gak suka." kataku pura-pura beranjak pergi. Aku menghitung dalam hati.

Aku pura-pura tersentak saat Bara menangkap tanganku. Lalu menyentak tubuhku hingga aku terbaring diatasnya. Dalam keadaan seperti ini aku bisa mencium aroma tubuhnya. Nafasnya yang segar, aku kembali menatapnya penuh harap. Semoga wajah memelasku bisa meluluhkan hatinya.

Dia ikut menatapku. Lalu melingkarkan tangannya dipinggangku, memelukku. "Jangan diulangi lagi ya bi. " Bisiknya sambil mendekap tubuhku lebih erat.

Aku mengangguk. "Aku janji."

Dia tersenyum. Mengecup pipiku sambil mengusap pipi sebelahnya. "Saya kangen."

"Aku juga." Kataku sambil tersenyum senang. Hatiku menghangat karena perlakuannya. "Mas Rey bukan siapa-siapa. Kamu jangan cemburu."

"Saya tidak cemburu."

"Kamu cemburu Bara. Kamu cinta aku kan?" tanyaku sambil mengangkat wajah, mencari-cari jawaban dari raut wajahnya, namun hatiku sakit saat melihat kilatan kebencian diwajahnya, rahang Bara mengeras. Dia terlihat kembali marah, padahal sebelumnya sudah melembut.

Dia melepas dekapan. Turun dari ranjang dan meninggalkan aku masuk kedalam kamar mandi. Tak lama terdengar suara air mengalir dari shower. Aku termenung di atas ranjang Bara. Shock dengan semua keadaan ini.

Setelah beberapa saat tersadar bahwa apa yang aku harapkan tidak akan terjadi. Aku beranjak pergi. Meninggalkan kamar Bara. Meninggalkan apartemen Bara. Aku pergi, membawa hatiku yang sedikit tergores oleh luka.

***

Satu minggu berlalu, hari yang paling aku tunggu didalam kehidupanku akhirnya hadir juga.

Pantulan wajah cantik wanita didepan kaca itu membuatku tersenyum kecut. Cantik, namun menyimpan kesakitan dihati.

Trapped In Marriage (COMPLETED)Where stories live. Discover now