Just Hug

25.5K 1.6K 60
                                    

Mungkin terfikir dibenak banyak orang. Kenapa seorang Bara yang bisa membeli segalanya melaksanakan akad nikah di rumah mempelai wanita saja. Bukan digedung atau di hotel berbintang lima.

Itu karena semua adalah permintaan mama dan papaku. Mereka ingin aku menikah dirumahku, rumah masa Kecil ku. Tidak masalah resepsi nanti akan diadakan dimana.

Yang pasti mereka ingin mengabadikan pernikahanku dirumah masa Kecilku.

Suara langkah seseorang memasuki kamar apartemen Bara membuatku begitu gugup. Tadi, setelah melaksanakan akad nikah dan merayakan hingga petang, semua sudah terasa biasa saja untukku, kukira begitu. Tapi karena ini adalah malam pertama bagi kami. Dan malah aku sedang diserang ketakutan yang luar biasa.

Bara menampakkan diri dari balik pintu. Matanya mengitari kamar, dan berhenti tepat saat matanya menangkapku. Dia tersenyum, sangat lembut lalu berjalan menghampiriku.

Jas putih dengan dasi kupu-kupu masih membalut tubuh indahnya. Aku memanjakan mataku untuk melihat suamiku yang kini berdiri menjulang di hadapanku, menatap wajahnya lalu turun ke dada bidangnya.

"Bi..." dia berjongkok di hadapanku, sedangkan aku sedang duduk di sudut ranjang, masih dengan gaun pengantin putih yang sangat serasi dengan yang digunakan oleh Bara. "Saya minta maaf untuk kejadian satu minggu lalu." dia menggenggam kedua tanganku di atas pahaku. "Saya menyesal hari itu berakhir dengan pertengkaran. Saya takut, saat keluar dari kamar mandi. Kamu sudah tidak ada disana. Saya makan malam sendirian tanpa kamu, dan itu sangat menyakitkan untuk saya. Maafkan saya bi."

"Esoknya saya mencari kamu dirumah. Tapi mama tidak mengizinkan saya bertemu kamu karena kamu sedang dipingit." dia menghela nafas. "Ponsel kamu juga tidak aktif."

Aku masih diam. "Saya kira kamu akan membatalkan pernikahan kita. Tapi ternyata kamu tidak melakukannya. Terima kasih bi, dan maafkan saya yang terlalu egois."

Aku mengangguk. "Lupain aja." kataku sambil melepas genggaman Bara. Jujur saja, berdekatan dengan jarak sedekat ini membuatku takut Bara akan mendengar detak jantungku yang sejak tadi berdetak sangat keras.

Aku bahkan tidak bisa fokus dengan ucapannya. Fikiranku berkelana membayangkan apa yang akan terjadi malam ini.

"Kalau mau mandi, kamu mandi duluan aja Bar. Aku masih mau membersihkan make up terlebih dahulu." kataku sambil beranjak menuju meja rias yang entah sejak kapan ada di kamar Bara.  Tapi aku merutuki ucapanku sendiri. Seakan Bara ngajakin aku mandi bareng, terus aku tolak.

Liat saja bahasaku. Kaku sekali seperti kanebo kering.

Aku membersihkan make up dan merapikan rambut, melepas sisa-sia polesan mbak or mas-mas MUA langganan mama sandra. Kini, wajahku terlihat pucat tanpa make up.

Detik-detik berlalu sangat cepat. Dan akhirnya Bara keluar dari kamar mandi padahal aku berharap dia tertidur saja dikamar mandi atau dia tidak usah keluar lagi dari sana. Bara mengenakan jubah mandi yang memperlihatkan penampakan dada bidangnya karena sedikit terbuka. Rambutnya masih basah sehingga sesekali akan menetes di wajah hingga menyentuh bahunya.

Aku menelan ludah. Demi Tuhan bagaimana bisa aku menolak pesona lelaki ini?

"Bar boleh mina tolong?" kaku banget oy penganten baru. "bukain kancing gaunku." tambahku pelan. Dia terpana sejenak, lalu berjalan ke arahku. Membelai bahu hingga dia mencapai kancing belakang gaun pernikahan terindahku.

Darahku berdesir hebat saat menunggu detik-detik Bara menurunkan kancing gaunku. Rasanya seperti sedang menunggu sesuatu penantian panjang. Gerakannya bagai gerakan slow motion yang membuat detik yang berlalu sangat lambat.

Trapped In Marriage (COMPLETED)Where stories live. Discover now