Sebuah Tanya

25.5K 1.5K 30
                                    

Malam ini penerbangan dari Dubai ke Jakarta tidak terlalu melelahkan. Mungkin karena sejak tadi Bara mengajakku mengobrol. Satu sisi dirinya yang baru aku ketahui.

Dia punya selera humor yang baik.

Perjalanan kali ini tidak seperti ketika pergi. Kami banyak membunuh waktu dengan candaan dan tawa. Mungkin beberapa orang yang melihat kami akan iri sekaligus kagum.

Karena kami benar-benar terlihat seperti pasangan yang saling mencintai.

Tak seperti ketika pergi beberapa hari yang lalu, aksi diam-diaman membuat kami seperti musuh yang saling membenci.

Bulan madu kami cuma berlangsung tiga hari. Kata Bara dia banyak pekerjaan yang benar-benar tidak bisa ditinggal terlalu lama.

Namun dia berjanji awal tahun depan kami akan kembali berlibur. Aku tidak terlalu memusingkan masalah liburan atau honeymoon. Karena aku memang lebih suka berada dirumah dengan segala aktivitasku sebelumnya.

"Badan kamu masih panas. Tidur ya sayang." alasan kedua kami memutuskan untuk cepat pulang adalah kondisi fisikku yang tidak bisa diajak kompromi.

Sehari setalah aku mendengar bahwa Laras adalah mantan kekasih suamiku. Aku demam.

Beginilah seorang Bianca. Apabila sedang banyak fikiran, aku benar-benar tidak bisa tidur dan tidak bisa makan dengan teratur.

Aku dilanda ketakukan. Namun aku berusaha untuk menutupinya dari Bara. Aku tak ingin Bara terpaksa menjelaskan segalanya. Aku ingin jika sudah waktunya dia sendiri yang akan datang dan menjelaskan tentang Laras.

Bara membawa kepalaku untuk bersandar dibahunya. Aku semakin bersyukur karena kondisi tubuhku yang begini membuat Bara memberikan perhatian lebih. Dia menjagaku dengan baik. Lagi-lagi aku terjatuh pada pesonanya.

"Good night istri cantikku."

Aku mengangguk. Dia mengecup keningku. Hatiku menghangat, demi tuhan aku benar-benar mencintai lelaki ini. Tapi tubuhku tidak bisa diajak kompromi, badanku panas dan menggigil secara bersamaan.

"Jangan kecewakan aku." gumamku. Mungkin dalam hati.

***

"Kak Biancaaa." dari kejauhan aku bisa melihat Ava dan Bagas datang menjemput kami. Ava berlarian lalu memelukku. "Kata abang, kakak sakit ya?" aku mengangguk namun masih memaksakan senyum untuk adik iparku yang cantik dan manja. "Wajah kakak pucat banget. Tapi masih cantik kok."

"Bang Vir apain kakak ipar aku. Kok bisa sakit." Ava kini memeluk Bara.

Bagas menyalami tanganku. Adik-adik Bara benar-benar baik dan sopan. Mama sandra juga sangat baik. Yang aku belum tau adalah Papa Bara. Aku yakin beliau juga pasti akan sangat baik.

Aku beruntung bisa berada dalam keluarga ini.

"Abang gak ngapa-ngapain kok. Mungkin Bianca kecapekan." aku hanya mengangguk. Masih lemas untuk melakukan ini itu.

Diperjalanan menuju apartemen, Ava lebih banyak mendominasi percakapan. Dia berceloteh menceritakan tentang teman kampusnya yang patah hati karena lelaki. Bara menasihati agar Ava gak boleh pacaran sebelum tamat sekolah.

Aku tersenyum dalam hati. Suamiku itu aslinya sangat penyayang.

"Ava untuk beberapa hari ini tidur diapartemen abang saja ya. Temani Kak Bianca. Mau kan?"

"Bar. Aku gakpapa." jawabku cepat. Aku hanya tidak ingin merepotkan.

"Ava gak keberatan kok kak. Bosan juga dirumah. Mama pasti sibuk dengan teman-teman arisannya. Ava gak punya saudara perempuan. Tapi sekarang ada kak Bian." Ava mengusap bahuku. "Ava juga khawatir dengan keadaan kak Bianca. Soalnya badannya panas banget. Ava boleh ya jagain kakak ipar kesayangan Ava."

Trapped In Marriage (COMPLETED)Where stories live. Discover now