Alaras Pradifta

23.7K 1.6K 46
                                    

Sore harinya setelah puas bercerita sampai tertidur di apartemen Sarah. Aku memutuskan untuk pulang.

Ponsel masih aku matikan. Aku meminjam ponsel Sarah untuk memesan Grabcar.

"Gue pulang dulu ya Sar. Baek-baek ya lo sama Gara."

Sarah mengangguk.

"Lo juga Baek-baek sama Bara. Jangan kabur-kaburan gini. Dia ngehubungin gue terpaksa gue jawab lo gak ada disini..." aku tertawa pelan, sahabat yang pengertian.

"Bye Sarah. Kapan-kapan gue kesini lagi."

Sarah mengangguk. "Lain kali kalo kesini bawa makanan kek." dia terkikik. "Masa gak ada sama sekali oleh-oleh dari Dubai." gimana mau bawa oleh-oleh kalo kesininya dadakan. Dengan acara kabur-kaburan lagi. Masa kabur sempet-sempetnya mikir oleh-oleh. Gimana sih Sarah ini.

"Matre banget sih lo sama temen." ucapku kesal. "Dah ah kebanyakan bacot. Mas-mas grabnya ntar marah lagi."

"Bye Zheyengnya aku."

"Zizik!."

***

Selama perjalanan. Aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan Bara nanti. Perutku mual rasanya mengingat kejadian tadi. Banyak hal yang masih janggal dan harus aku temui kebenarannya.

Aku gak boleh gegabah. Semua sudah aku fikirkan baik-baik. Walaupun sakit, Tapi mau bagaimana lagi? Kalau kami hanya pacaran, aku bisa saja langsung menampar dan minta putus pada Bara saat di mall. Tapi sekarang semua sudah berbeda. Aku dan Bara sudah menikah, kalau aku minta cerai ya jadi janda dong akunya?

Aku tiba di apartemen Bara ketika malam juga tiba. Tanpa memencet bel aku langsung membuka pintu.

Kulihat Bara dan Ava sedang di ruang tamu. Mereka terlihat bingung. Ava menunduk di sofa sedangkan Bara berdiri didepannya sambil mondar-mandir.

"Bi....." Bara yang pertama menyadari kehadiranku. Aku tersenyum, atau terpaksa mengulas senyum termanis yang aku punya. Bara mendekat menunggu reaksiku. Dia terlihat ragu untuk mendekat.

Dengan cepat aku menghambur kedalam pelukannya. "Maaf ya, tadi aku ketemu temen kuliah aku dulu. Sampe lupa ngabarin. Hp aku mati soalnya." Jelasku tanpa menunggu pertanyaan darinya. Jangan panggil aku Bianca kalau gak bisa acting. Dulu waktu kelas 6 SD aku jadi Best pemeran Bawang merah. Antagonis banget kan!

"Dari mana?" tanyanya pelan.

"Mampir ke apartemen temenku Bar."

Dia mengangguk. Lalu mengecek suhu tubuhku. "Kamu udah makan sayang?" aku menggeleng. "Ya udah kita makan diluar ya. Ayo dek siap-siap."

Ava terlihat ingin mendekati aku. Namun dia ragu. Sepertinya dia curiga, aku gak mungkin asal meninggalkan dia di mall.

Aku menggeleng. "Tadi aku udah belanja bahan makanan sama Ava. Aku aja yang masak."

"Bi, kalau mau kemana-mana bilang dulu sama aku. Jangan sembarang pergi. Sekarang kamu istriku, kalau terjadi apa-apa dengan kamu terkutuklah aku yang gak tau apa-apa." Dia perhatian, apakah Laras juga mendapat perhatiannya seperti ini? Aku mengiris.

"Iya, maaf. Dimaafin kan?"

Bara menarikku masuk kedalam kamar. Aku hanya menurut. "Aku mau bicara."

Di dalam kamar dia mendudukan aku di ranjang. Sedangkan dia berlutut didepanku dengan kaki ditekuk. Bara menggenggam tanganku.

"Ada yang mau kamu tanya bi?"

Aku menggeleng. Aku sudah bertekat ingin mencari tau semuanya sendirian. "Memangnya kenapa?" lebih baik untuk saat ini aku pura-pura gak tau terlebih dahulu.

Trapped In Marriage (COMPLETED)Where stories live. Discover now