Part Twenty-four : Back to September

3.5K 470 181
                                    

Dari sudut matanya, Seokjin dapat melihat rahang tegas Jungkook yang perlahan bersandar pada pelipisnya. Ia masih terpana, akan ketampanan yang dimiliki sang adik. Ya, adik. Seokjin terkejut pada pandangannya sendiri tentang Jungkook. Ia masih menganggapnya adik, dan mungkin akan seterusnya seperti itu.

"Menikah 'lah denganku." Suara berat Jungkook terdengar kembali di telinganya.

Kebimbangan melanda benak Seokjin, ia terdiam seribu bahasa, memikirkan tiap kata yang baru saja Jungkook katakan padanya. Adiknya melamarnya, dan entah mengapa, rasa bahagia yang semula ia bayangkan akan hadir memenuhi relung jiwanya, kini berbalik padanya, menjadi bias kegelisahan dan penyesalan yang membuatnya tersesat seketika. Seokjin bimbang, ia merasa kalau dirinya tidak bisa menerima tawaran Jungkook untuk menikah dengannya.

Menyadari kebimbangan yang dirasakan pria dalam pelukannya, Jungkook membisikan namanya, "Seokjin... hyung?" Ia sendiri terkejut saat tiba-tiba, linangan air mata tampak menggenang di sudut mata Seokjin, dan mengalir pelan di pipinya. Jungkook tak menyangka bahwa Seokjin akan menangis. "H-hyung?" Jungkook tidak tahu arti dibalik tangisannya, entah Seokjin merasa senang, atau malah bersedih. Ia tak dapat menebaknya. Atau lebih tepatnya, tak kuasa untuk menebaknya.

"Kalau kau tidak ingin menjawabnya sekarang," Jungkook berbisik lirih, wajahnya perlahan menjauh, berusaha menyelami iris karamel Seokjin dalam cahaya temaram, sambil membelai lembut pipinya dengan ibu jari, "kau bisa memberikan jawabanmu lain waktu." Senyum Jungkook mengembang tipis, saat pria dalam rengkuhannya balas menatapnya perlahan-lahan, memperlihatkan raut kesedihan yang tak mampu ia terima. Senyumnya seketika sirna, dan pantulan siluet wajahnya di kedua bola mata indah Seokjin tampak kian buram, sesuatu yang tak kasat oleh mata seolah meremas dadanya. Pria yang menjadi cinta pertamanya itu tampak diliputi kegelisahan, entah mengapa Jungkook geram dibuatnya. Akan 'kah Seokjin akan menolaknya?

Nafas Jungkook tercekat saat Seokjin membisikan kata, "Besok.. Aku akan memberikan jawaban untukmu besok." Sesungguhnya, Jungkook ingin agar Seokjin memikirkannya matang-matang. Ia tak ingin jawaban yang gegabah dan mentah. Namun Seokjin nampak yakin akan kata-katanya.

"Baiklah," Tak mau memperkeruh suasana, Jungkook menurutinya, "pikirkan 'lah baik-baik, karena jawabanmu akan menjadi penentu dari masa depan kita berdua." Usai mengucapkannya, Jungkook memberi kecupan lembut di kening Seokjin. Dalam kecupan sederhana itu, Jungkook mengirimkan sebuah harapan, akan hari esok yang menjadi penentu dari kisah kasih yang selama ini mereka perjuangkan, menurutnya.

Dan yang ada dalam benak Seokjin saat itu, ialah Namjoon. Mendengar Jungkook yang baru saja melamarnya, membuat Seokjin memikirkan mantan suaminya. Ia merasa bersalah, pada Jungkook dan juga Namjoon. Ia bersalah karena dirinya belum siap, atau tidak akan pernah siap menerima Jungkook sebagai pendamping hidupnya. Serta ia yang juga belum bisa melupakan Namjoon, serta menanggalkan memori manisnya bersama sang mantan, untuk kembali melabuhkan hatinya pada Jungkook.

Ia mencintai Jungkook, tetapi tidak seperti dahulu. Karena kini hatinya milik seseorang, yang pernah ia pinta untuk menolongnya membebaskan diri dari jeratan rasa bersalah. Namjoon berhasil menolongnya, ia dibuat jatuh cinta. Seokjin menyadarinya sejak lama, dan tanpa ia duga, ia masih dengan sangat jelas merasakaan, hingga saat ia sendiri meeutuskan untuk pergi, dan kehilangan Namjoon. Bahwa ia, membutuhkan dan menginginkan Namjoon lebih dari yang ia bayangkan.

Seokjin menyesalinya, sejak pertama kali ia menginjakan kaki di sini. Ia tidak sempat mengucapkan selamat tinggal, atau mendengar sepatah kata perpisahan dari Namjoon, yang mungkin bisa memberinya penjelasan, dan tidak membuatnya menggantungkan sendiri apa yang ia rasakan saat ini.

Mamoru [End]Where stories live. Discover now