15. Jangan Ganggu!

7.6K 342 4
                                    

"Jangan membangunkan macan yang sedang tidur jika kau tidak ingin terkena amukannya." (Azka)

Langkahnya terlihat sempoyongan, matanya terlihat sangat memerah, kantong matanya pun menghitam seperti seekor panda yang menandakan bahwa dirinya tidak tertidur semalaman. Dira, gadis itu terlihat sangat menyeramkan dengan penampilannya yang kusut. Beberapa kali dia menguap sambil mengucek matanya.

Dira berangkat kesiangan karena semalaman dia tidak tidur dan sibuk menghadapi musuh. Mengenai penyerangan tadi malam, kedua belah pihak sama-sama dirugikan. Bodyguard dari Black Angel banyak yang terluka begitu pun Black Dragon dan Black Eagle yang bahkan memakan korban jiwa.

Saat di koridor menuju kelasnya, banyak pasang mata yang menatap Dira heran sekaligus ketakutan ketika Dira menatap mereka. Kaki Dira mulai melangkah memasuki kelasnya yang masih ramai.

"Pagi...,"sapa Dira dengan suara lemah sambil menatap semua teman-temannya.

Seketika kelas menjadi hening melihat kondisi Dira yang tidak bisa dibilang baik. Dira tidak memedulikan reaksi teman-temannya yang terkejut melihatnya, dia melangkah mendekati meja Azka.

"Obat." Tangan Dira terulur untuk meminta obat yang dia minta kemarin pada Azka.

"Hah?" Diantara keterkejutan Azka dengan penampilan Dira membuatnya tidak bisa mencerna dengan baik kata-kata Dira.

"Ck, obat tidurnya mana?" Dira menguap lebar, tangan kirinya digunakan untuk menutup mulutnya.

Azka segera merogoh sakunya untuk mengambil botol kecil yang berisi obat tidur. Saat Azka ingin membuka tutup botol tersebut, Dira sudah merebutnya.

"Air mineralnya." Azka menurut dan memberikan botol air mineral yang kebetulan dia beli.

Dira melenggang pergi menuju tempat duduknya tanpa mengucapkan terima kasih pada Azka. Keempat sahabat Azka menatap heran interaksi Azka dan Dira tadi.

"Az, mau diapakan itu obat?" Widi menatap Azka yang hanya menghendikkan bahunya.

Dira duduk di kursinya, dia membuka tutup botol obat tidur dengan kasar. Dia mengeluarkan semua pil yang ada di botol tersebut sampai habis. Fara yang melihat kegiatan yang dilakukan oleh Dira pun mulai bertanya.

"Obat sebanyak itu buat apa Dir?" Fara sedikit khawatir jikalau nanti Dira akan meminum semua pil yang ada ditangannya.

"Buat guelah!" Dira menjawab dengan nada ketus yang membuat Fara tersentak.

"Tapi Dir, nanti lo bisa--"

"Berisik! Bisa diam gak sih! Gue capek dan pengin tidur. Dan lo, gak usah ganggu!" Dira membentak Fara yang membuat Fara menunduk takut.

Dira memasukkan semua pil tersebut ke mulutnya lalu meminum air yang diberikan Azka. Semua teman-temannya yang melihat itu memekik tertahan melihat kenekatan Dira.

Kegelapan sedikit demi sedikit menghampiri Dira yang membuatnya menutup matanya. Kepala Dira terjatuh di meja setelah matanya tertutup sempurna.

"Dira!" Fara mengguncang bahu Dira cukup keras tapi Dira tidak merespon ataupun bergerak sedikit pun. Fara khawatir melihat itu. Fara mengalihkan pandangannya pada Azka. Dia segera bangkit dan menghampiri Azka dengan amarah serta kekhawatirannya.

"Azka! Maksud lo apa? Kenapa lo kasih Dira obat tidur!" Semua teman-teman Fara menatapnya tak percaya. Mereka terkejut karena pertama kalinya melihat amarah Fara karena khawatir akan kondisi Dira.

"Dia yang minta kemarin. Kalau dia gak minta mana mau gue bawa obat kayak gitu." Azka berusaha memaklumi amarah Fara. Tak dapat dipungkiri bahwa Azka juga mengkhawatirkan kondisi Dira. Dirinya tak bisa mengelak akan rasa khawatir yang tiba-tiba menyerangnya.

"Lo harus tanggung jawab kalau sampai terjadi apa-apa sama Dira!" Fara kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Azka menghela nafas pasrah.

"Az."

"Hm." Azka menoleh ke arah Rafka yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sekarang lo resmi jadi budak Dira?"

Azka mendengus sambil menjawab, "Ya begitulah."

"Tapi itu gak mungkin, Az."

"Gak mungkin gimana maksud lo?" Entah kenapa ada sedikit rasa tak suka pada Azka ketika Rafka mengatakan itu. Seakan Rafka tidak memperbolehkan Azka dengan Dira selalu bersama.

"Lo gak ingat sama phobia lo?" Azka terdiam tak bisa menjawab perkataan Rafka. Dia pun sampai lupa akan phobianya yang selalu menyiksanya.

"Gue merasa aneh sama lo, Az." Azka menoleh ke arah Andre yang ikut menimpali perkataan Rafka.

"Lo phobia cewek, tapi kenapa pas Dira tantang lo main basket aja lo fine-fine aja. Saat Dira datang untuk pertama kalinya dan membuat kehebohan di sekolah karena melempar bola ke muka lo, lo malah nyium dia. Biasanya lo selalu jijik sama yang namanya cewek. Tapi, kenapa sama Dira lo jadi aneh banget." Andre mengungkapkan semua yang menyerang pikirannya selama ini dengan keanehan Azka.

"Jangan-jangan itu cuma sugesti lo doang gara-gara masa kecil lo." Widi ikut berpendapat.

"Ya, bisa jadi." Rafka mengiyakannya.

Azka terdiam membisu ketika sahabat-sahabatnya semakin menyudutkannya. Azka mengalami phobia cewek akibat masa kecilnya ketika dirinya masih berada di panti asuhan dan belum diadopsi oleh keluarganya yang sekarang. Dia setiap harinya selalu disiksa secara fisik oleh pengurus panti yang membuatnya menjadi anak yang pendiam dan dingin kepada anak-anak panti yang lain.

Dan dengan tiba-tiba Mila yang waktu itu belum mempunyai anak, ingin mengadopsi Azka karena jatuh cinta dengan anak pendiam seperti Azka ketika pertama kalinya Mila dan Veri tiba di panti asuhan tersebut. Azka kecil selalu takut dengan yang berhubungan dengan perempuan. Saat pertama kali diadopsi pun dia takut pada Mila jikalau nanti dia akan dipukuli seperti saat di panti.

Tapi, Azka kecil sedikit demi sedikit mulai mengerti bahwa keluarga barunya yang sekarang tulus menyayanginya dan tidak menyiksanya sedikit pun. Azka menjadi pribadi yang tertutup pada orang lain terutama kepada seorang perempuan. Sampai sekarang pun dia hanya memiliki empat sahabat saja yang selalu dia percaya.

"Gimana Az menurut lo?" Azka tersentak ketika pundaknya ditepuk oleh Widi.

"Gue... Gak tahu." Pada akhirnya Azka tidak bisa menjawab semua itu.

*****

Bel pulang berbunyi, tapi tidak membuat Dira membuka matanya. Fara masih setia membangunkannya sedari istirahat pertama sampai sekarang. Azka yang melihat itu segera menghampiri Fara.

"Lo pulang aja, biar gue yang urus Dira." Fara mengangguk dengan ragu lalu keluar dari kelas menyisakan Azka dengan Dira. Sahabat-sahabat Azka sudah dia minta untuk pulang.

Azka duduk di kursi di samping Dira yang merupakan tempat duduk Fara. Dia mengamati wajah Dira yang tertutup oleh beberapa helai rambut. Tangan Azka terasa gatal ingin menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantik Dira. Bulu mata lentik, alis tebal, dan bibir pink alami membuat Azka terpesona melihatnya. Dia bahkan tidak merasakan jijik ataupun merasa mual ketika melihat itu.

"Gue baru tahu kalau lo bisa secantik ini, Dira. Gue bahkan gak merasakan apa yang biasa gue rasakan pada cewek-cewek saat mereka mendekati gue." Azka membelai pipi mulus Dira, saat kulitnya dengan kulit Dira bersentuhan membuat sengatan listrik tiba-tiba menjalari tubuhnya.

"Sugesti?"

Azka kembali teringat dengan ucapan sahabatnya bahwa penyakitnya hanya karena sugesti. Azka tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Karena selama ini dia begitu tersiksa dengan penyakit phobianya.

"Gue akui, lo itu cewek yang spesial."

TBC__

Queen Of Mafia (Pindah Ke Webnovel)Where stories live. Discover now