17. Sebuah Rasa

7.7K 337 9
                                    

"Aku tidak mengerti rasa apa yangku rasakan ketika pertama kalinya aku membuka mata, yang ku lihat adalah dirimu." (Dira)

Sinar matahari menembus jendela kamar yang terdapat dua orang berbeda jenis kelamin yang masih bergelung di dalam selimut dengan posisi berpelukan. Mata sosok gadisnya mulai bergerak, tak lama kemudian terbuka sedikit. Hal pertama yang dilihatnya dada bidang seorang pria.

"Enghh..." Gadis itu melenguh pelan sambil merapatkan tubuhnya pada tubuh kekar di hadapannya. Gadis itu masih belum menyadari adanya kejanggalan yang sedang terjadi.

 Gadis itu masih belum menyadari adanya kejanggalan yang sedang terjadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dito, tumben banget lo tidur di kamar gue hoamm..." Dira, gadis itu bergumam dengan mata yang masih terpejam. Karena tidak mendengar respon dari orang yang dikira Dira adalah Dito, dia membuka matanya dan mendongak menatap wajah pemilik asli tubuh kekar tersebut.

"Dito, kok lo diem--- Aakhhh!!" Refleks Dira mendorong tubuh kekar itu saat melihat wajahnya. Dira mengira yang tidur dengannya adalah Dito, tapi ternyata Azka.

Bugh!

"Arrghh!" Azka terjatuh di lantai, kepalanya mendadak pening karena bangun secara tiba-tiba. Sambil meringis menahan sakit di lengan kekarnya, dia berusaha duduk. Mata yang tadinya menyipit karena masih mengantuk, mendadak terbelalak melihat Dira yang sudah sadar. Azka tidak menyangka Dira akan bangun tidak sesuai prediksi dokter yang waktu itu memeriksa keadaan Dira.

"Dira, lo kok udah----"

"Apa!! Lo apain gue Azka! Kenapa gue bisa tidur satu kamar sama lo!!" Mata tajam itu menatap Azka menusuk bak pisau yang siap mencongkel mata Azka. Wajah Dira memerah padam antara marah dan malu tentu saja.

Azka diam membisu, dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. "G-gue..." Azka tak melanjutkan ucapannya karena dia tidak pandai merangkai kata-kata.

Raut marah Dira seketika berubah, dia menatap tubuh Azka yang bertelanjang dada dan tubuhnya yang memakai kemeja kebesaran dan celana pendek selututnya. Matanya perlahan memerah memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi. Dira baru mengingat bahwa sehabis dia menghabiskan obat tidur satu botol, dirinya langsung terperangkap dalam kegelapan dan berakhir seperti sekarang.

"E-enggak! Enggak mungkin lo ngelakuin itu sama gue, kan? I-iya, kan Az?" Bibir Dira bergetar saat mengatakan itu. Dia menggeleng cepat sambil meremas rambutnya, matanya bahkan sudah berkaca-kaca.

Azka mengernyit bingung, dia belum mengerti apa maksud ucapan Dira. "Dir, maksud lo ap--"

"L-lo jahat Az! L-lo u-udah mengambil kesempatan, kan melakukan itu saat gue gak sadar! I-iya, kan? Jawab Az. Hiks." Tangis Dira pecah, dia menjambak rambutnya seperti orang frustrasi. Dira tidak bisa membayangkan jikalau dugaannya benar bahwa Azka melakukan itu dengannya saat dia tidak sadarkan diri. Walau bagaimanapun sifat Dira, dia masihlah perempuan yang memiliki hati dan juga harga diri yang harus dia jaga. Dia tidak bisa menerima kenyataan jika dugaannya memang benar.

Azka membelalakkan matanya kaget ketika baru ngeh dengan ucapan Dira. Dia buru-buru bangkit dan mendekati Dira yang menghindarinya saat dia ingin mendekat. "Dira, dengerin penjelasan gue dulu. Gue gak--"

"Lo jahat Azka! LO JAHAT! GUE BENCI SAMA LO!! Hiks..." Tangis Dira semakin keras, dia bahkan menjambak rambutnya secara brutal tak memedulikan rasa panas pada kulit kepalanya.

Hati Azka tercubit mendengar perkataan Dira. Tidak! Azka tidak ingin gadisnya membencinya karena hal yang tidak pernah dia lakukan. Azka menggeram marah, secepat kilat dia sudah duduk di depan Dira sambil mencengkeram bahu Dira dengan kuat.

"Dengerin gue Dira!" Azka berucap dengan tegas.

"E-enggak mau hiks..." Suara serak dam bergetar itu menjawab perkataan Azka. Dira tidak sanggup mendengar penjelasan Azka mengenai kejadian semalam karena rasa takut jika dugaannya memang benar.

"Lo harus dengerin gue dulu! Tatap mata gue!" Dira menggeleng cepat sambil terus menunduk menyembunyikan tangisnya. Azka semakin geram, tangannya beralih mencengkeram dagu Dira dan mengangkatnya supaya Dira menatapnya.

Mau tak mau, Dira bertatapan langsung dengan mata elang Azka yang memancarkan amarah. Tapi, Dira bisa melihat ada sedikit tatapan khawatir di sana yang seketika membuat tangisnya mereda karena terhanyut dalam mata itu.

"Lo mau tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam?" Dira hanya diam tak menjawab dan Azka menganggapnya sebagai jawaban iya.

"Semalam lo demam tinggi, gue udah menyelimuti lo dengan beberapa selimut tebal, tapi tubuh lo terus aja menggigil. Gue gak ada pilihan lain selain yah kayak gini." Azka menatap Dira dengan tatapan serius.

"Terus, k-kenapa gue ada di sini?"

"Gue gak mungkin, kan meninggalkan milik gue di sekolah sendirian dengan keadaan gak sadarkan diri?"

Wajah Dira memerah, dia menangkap kata milik gue pada ucapan Azka. Jadi, maksud Azka miliknya itu Dira? What!

"Maksud lo apa?" Dira menatap Azka dengan wajah memerah dan tatapan tak bisa diartikan yang membuat Azka sedikit mengernyit.

Azka menunduk lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Dira. Hembusan nafas Azka mengenai tengkuk Dira yang membuat Dira merinding sampai menggeliat tak nyaman.

"Lo harus tahu Dira, bahwa mulai sekarang lo jadi milik gue! You are mine! Mine!" Setelah Azka mengatakan itu, Dira tiba-tiba mendorong tubuh Azka.

Dira menatap dingin Azka, dia tidak suka jika ada seseorang yang berlaku seakan berhak atas dirinya. Dia seolah barang yang mempunyai pemilik. "Lo pikir gue mau jadi milik lo, huh? Gak sama sekali!"

"Gue gak peduli! Lo akan tetap jadi milik gue!" Tangan Azka kembali mencengkeram bahu Dira dengan kuat dan sedikit mengguncangnya. Tapi, langsung ditepis oleh Dira yang menatapnya marah.

"Cih, pemaksa!"gumam Dira sambil menatap sinis Azka.

"Suka gak suka lo akan tetap jadi milik gue, Dira!"

Plakk!

Mata Azka membulat sempurna, hell! Dira menamparnya!

"In your dream!" Setelah mengatakan itu, Dira bangkit dan keluar dari kamar Azka meninggalkan pemilik kamar yang masih terdiam.

Azka terdiam sambil memegangi pipinya yang mendapatkan tamparan untuk kedua kalinya dari orang yang sama. Senyum tipis terbit di wajah tampannya yang bahkan hampir tidak pernah tersenyum.

"Mungkin sekarang lo nampar pipi gue. Tapi, siapa tahu kedepannya lo nampar bibir gue pakai bibir lo yang manis itu." Azka menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil terkekeh untuk menghilangkan pikiran gilanya.

Azka memang sempat tak fokus saat melihat bibir pink alami Dira yang membuatnya ingin mencicipinya. Gila, memang. Tapi, pikiran itu terus menghantuinya sampai sekarang dan itu baru pertama kali dia rasakan hanya ketika bersama Dira.

"Menarik. Rasanya gue pengin sedikit bermain-main dengan singa betina itu." Azka menyeringai lebar memikirkan beberapa rencana untuk kedepannya.

"Tunggu saja."

*****
Hayoo!! Otak Azka kotor guys! Gimana yah kalau Dira tahu Azka ngomong kayak gitu tadi? Mungkin udah digeplak si Azkanya wkwk😂😂

Vote dan komen jangan lupa yah ❤

See you, Lidia❤💕

Queen Of Mafia (Pindah Ke Webnovel)Where stories live. Discover now