23

2.5K 420 44
                                    

2 tahun.

2 tahun berjalan sangat tidak terasa.

Di sinilah Hangyul sekarang. Di auditorium kampus. Dengan balutan jas dan topi toga khas anak kuliahan yang baru saja melepaskan predikatnya sebagai 'mahasiswa'. Hari ini Hangyul wisuda. Setelah perjuangan menuntut ilmu selama 4 tahun di Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil di Universitas Negeri Produce.

Hangyul tamat tepat waktu, bahkan jauh lebih cepat dari ia duga. Tidak lupa dengan predikat A dan IPK yang nyaris cumlaude.

Hangyul tengah mondar-mandir di depan auditorium sambil memainkan ponselnya. Apa lagi kalau bukan menunggu tambatan hatinya, Lee Chaeyeon.

Dari tadi ia belum bertemu Chaeyeon. Katanya sih dia ada jadwal kuliah, makanya datangnya terlambat.

Ngomong-ngomong Chaeyeon, tentu saja mereka masih berpacaran sampai sekarang. Seumur hidup Hangyul, baru kali ini Hangyul tahan pacaran sampai dua tahun lebih sama seseorang. Dan ia adalah Lee Chaeyeon.

"Chaeeeey di mana sih..." gumam Hangyul sambil mondar-mandir di taman auditorium.

"Dor!"

Tiba-tiba seseorang mengejutkan Hangyul. Hangyul yang tidak terkejut itu menoleh ke belakang dan melihat Chaeyeon sedang tersenyum jahil dengan sebuket bunga di tangannya.

"Hai!" kata Chaeyeon.

Hangyul menggelengkan kepalanya lalu ia menjepit kepala Chaeyeon di ketiaknya. "Kamu tuh yaaa!"

"Heheheh ampun, Pak!" balas Chaeyeon.

"Selamat wisuda, Sayang! I'm so proud and happy for you." kata Chaeyeon sambil memberikan sebuket bunga kepada Hangyul.

Hangyul menerimanya sambil tersenyum lebar. "Makasih, Chaey."

Chaeyeon merentangkan tangannya, "Mau peluuuuk!"

Hangyul tertawa mendengarnya lalu sedetik kemudian ia membawa Chaeyeon ke pelukannya.

Chaeyeon dan Hangyul sedang menonton film berdua di ruang tamu apartement Hangyul. Maraton film gitu deh, sambil makan Mie Sedap Siwon yang super pedas itu.

"Ah ngga seru ah film nya." komentar Chaeyeon ketika film tersebut sudah sampai di ujung cerita.

Hangyul menganggukkan kepalanya. "Iya."

Chaeyeon mengambil dua piring kotor bekas Mie Sedap tersebut. "Sini aku cuciin piringnya."

"Yang bersih ya, Bi." kata Hangyul.

"HEH." balas Chaeyeon sambil menendang Hangyul.

Hangyul tertawa. "Canda, Yang. Lagian kamu tuh nggak perlu cuci piring. Ngapain coba."

"Nggak papa kali. Kamu tuh paling males kan nyuci piring? Kadang dibiarin numpuk dua hari. Jorok!" balas Chaeyeon lalu membawa piring tersebut ke wastafel dapur dan mulai mencucinya.

"Chaey," panggil Hangyul. "Besok malam aku mau ketemu Papa."

Chaeyeon yang sedang mencuci piring itu sebenarnya terkejut, seorang Lee Hangyul mau ketemu Papanya? Wah sekali. Tapi Chaeyeon mencoba terlihat setenang mungkin. Iya juga, mau sampai kapan Hangyul sembunyi.

"Oh iya? Seneng dengernya. Take your time." balas Chaeyeon.

Hangyul menghampiri Chaeyeon ke wastafel dapur, bersamaan dengan Chaeyeon yang sudah selesai mencuci piring.

"Aku sebenarnya malas. Tapi... aku harus coba. Mau sampai kapan gini terus." balas Hangyul.

Chaeyeon tersenyum mendengarnya lalu menyentuh pipi Hangyul. "I'm so proud for you."

"Really?" balas Hangyul.

Chaeyeon menganggukkan kepalanya. "Kadang aku ngerasa jadi cewek paling beruntung di dunia tau nggak, aku punya pacar kayak kamu."

Jangan tanya bagaimana kondisi jantung Hangyul.

Hangyul mengangkat tubuh Chaeyeon lalu meletakkannya di meja dapur. Hangyul meletakkan jari jemarinya di pinggang Chaeyeon.

"Harusnya aku yang ngerasa beruntung." balas Hangyul.

Chaeyeon tersenyum lalu menggelayutkan kedua tangannya di bahu Hangyul.

"Pernah nggak kamu mikir kita bakal pisah?" tanya Hangyul.

"Memang gitu kan? Manusia itu bertemu untuk berpisah. Entah karena memang berpisah, atau terpisahkan oleh maut." jawab Chaeyeon.

"Lagian siapa sih yang bisa misahin kita? Nggak ada deh selain maut." sambung Chaeyeon.

Hangyul tersenyum mendengarnya. Tanpa izin, ia langsung melumat bibir Chaeyeon pelan. Chaeyeon sudah sangat terbiasa dengan hal tersebut. Mereka sudah saling mabuk terhadap satu sama lain.

"Atas nama siapa?" tanya seorang resepsionis kepada Hangyul yang baru memasuki restoran.

"Lee Hangyul." jawab Hangyul.

"Anda sudah ditunggu oleh Tuan Lee. Mari saya antar." balas resepsionis tersebut.

Hangyul mengangguk lalu membuntuti pelayan tersebut memasuki sebuah ruangan VIP di restoran tersebut. Ketika pintunya terbuka, Hangyul dapat melihat Papanya di dalam.

"Saya tinggal, permisi." balas resepsionis tersebut lalu menutup pintu dan keluar dari ruangan.

Hangyul masih terpaku di ambang pintu, seakan-akan ragu ingin duduk atau tidak.

"Sini, duduk." ajak Papanya Hangyul.

Hangyul melangkahkan kakinya menuju kursi di seberang Papanya. Lalu duduk di sana.

"Wisuda kemarin kok nggak bilang Papa?" tanya Papa.

"Memangnya Papa bisa dateng?" tanya Hangyul balik.


Papanya Hangyul menegak segelas wine di meja. "Papa dengar, kamu coba beasiswa S2 di Amerika Serikat?"

"Cuma iseng." jawab Hangyul.

"Papa juga tau kalau kamu lulus beasiswa tersebut." balas Papa.

"Nggak aku ambil." balas Hangyul

Papanya Hangyul menatap Hangyul tak percaya. "Kamu bercanda?"

"Belum fix sih mau aku terima atau nggak. Tapi untuk sekarang, aku nggak mau. Aku mau S2 di sini aja." jawab Hangyul.

"Hangyul, kampus yang menerima kamu di sana itu adalah salah satu kampus dengan jurusan civil engineering terbaik. Kamu gila?" balas Papanya.

Hangyul spontan berdiri dari duduknya. "Papa ternyata masih belum berubah. Masih belum bisa menghargai keputusan orang."

Hangyul meninggalkan ruang VIP tersebut dan restoran tersebut, lalu masuk ke dalam mobilnya.

Hangyul jadi overthinking. Apakah ia harus menerima beasiswa tersebut?

Bohong jika Hangyul tidak menginginkannya. Hangyul sangat menginginkannya. Dan jalannya sudah dibuka juga. Tapi..... rasanya berat untuk berjalan di jalan itu.



Hangyul tak ingin meninggalkan Chaeyeon.




++




halo. bagaimana kalau aku ngebuat mini sequel......?

➀ true colors ㅡ hangyul,chaeyeon ✓Where stories live. Discover now