45. Terungkap

256 8 0
                                    

Happy reading :*

Enjoy, typo bertaburan :*

***

"Akibat semua itu kita berada di ambang kehancuran. Andaikan waktu bisa diulang. Mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi."

***

Aku dan Alshaf berjalan, entah ke mana Alshf membawaku bahkan mataku ditutup oleh sebuah kain. Hubunganku dan Alshaf kembali membaik seperti dulu.

Alshaf menuntunku, jarinya menautkan di jari tanganku sangat erat-tak rela melepaskannya. Tiba-tiba Alshaf menghentikan langkahnya

"Udah sampai ya?" tanyaku penasaran.

"Iya. Gue buka kainnya, tapi jangan dibuka dulu matanya. Ok!" perintahnya.

Aku mengangguk saja. Alshaf membuka ikatan kain tersebut, aku tidak langsung membuka mata.

"Merem dulu awas jangan ngintip! Nanti bintitan."

Mendengar itu pun aku langsung mencubit tangannya berada di depan mataku, yang sedang menutupi mataku.

"Gak lucu," ucapku sambil cemberut.

"Gue hitung sampe tiga ya, baru lo harus buka matanya!"

"Ya iya," jawabku cepat. "Bawel amat kayak emak-emak yang di depan kompleks aja," cibirku.

Aku heran sekarang Alshaf sikapnya sangat berubah. Sekarang dia lebih kayak emak-emak yang suka ngomel-ngomel kalau jemurannya hilang entah ke mana.

"Satu, dua, tiga." Alshaf langsung melepaskan tangannya. "Buka mata lo!"

Aku membuka mata perlahan. Aku terkejut, di sini ada teman-temanku, ada Papa, Om Rian, dan juga Tante Rina.

"Happy birthday Shafiya!" ucap mereka serempak.

Mereka semua yang siapin ini?

Aku baru ingat ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 18 tahun. Mengedarkan pandanganku ke setiap penjuru tempat ini. Aku tak menemukan Arnold.

Ke mana Arnold?

Oh iya aku lupa Arnold masih di rumah sakit, dia kan belum bisa pulang. Tapi tunggu! Kenapa di sini ada Om Rian dan Tante Rina, mereka tidak menunggu Arnold di rumah sakit? Oh aku tahu Arnold pasti dijaga oleh Oma Ani atau kak Naomi... Mungkin?

Mereka berjalan menghampiriku. Fani yang membawa kue ulang tahun, mengarahkan ke hadapanku.

"Sebelum ditiup lilinnya make all wish dulu ya Fiya!" ucap Fani.

Aku tersenyum haru, bahkan tanpa sadar aku sudah meneteskan air mataku. Aku pun mengangguk. Memejamkan mata dan meminta permintaan. Permintaanku tidak banyak, hanya satu, "Nggak mau kehilangan orang yang aku sayang, meskipun itu taruhannya adalah nyawa." Aku meniup lilin tersebut membuat semua yang ada di tempat ini pun bertepuk tangan.

"Potongan kue yang pertama untuk siapa Fiya?" tanya Resa.

"Ya pasti buat Anton atuh," celetuk Anton tanpa dosa.

Juna menoyor kepala Anton. "Ya, pertama terakhir," cibirnya.

Aku memotong kue yang pertama . Aku memberikan potongan kue pertama untuk Papa, karena beliau lah yang sangat berarti dalam hidup aku dan selamanya.

"Ini potongan kue pertama untuk Papa. Orang yang Shafiya sayang selamanya. Makasih Papa udah membesarkan Shafiya. Maaf, Shafiya belum bisa bahagia in Papa saat ini," ucapku pelan.

Pergi Untuk Kembali [Completed] ✔️Where stories live. Discover now