↬21

862 125 18
                                    

.
.
.
+x+
.
.
.
.

Kamal menaruh ponselnya dimeja sebelah ranjangnya, namja manis itu sudah selesai melipat pakaian berbau obat yang di pakainya sejak kemarin, Kamal akan keluar dari sini ia akan kembali ke rumah bersama Jimin. Tentang niatnya untuk pergi jauh, Kamal rasa ia harus memikirkannya lagi. Kamal tidak mungkin pergi dari kota ini, ia bertekad setelah ini memulai hidup baru.

Wajah basahnya ia usap, menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan senyuman yang terukir di sudut bibirnya. Kamal menunduk, tangan kanannya mengusap perut datarnya yang sekarang mulai terasa timbul ke depan.

"Panggilan apa yang cocok untukku?" Kamal terkekeh kecil. "Mama? Papa? Daddy? Ayah?"

Usapannya kian melembut bersamaan dengan tawa lirih yang tersapu angin nakal. Hanya keheningan yang membalas.

"Ayahmu, dia bilang, akan menemuiku. Dia akan membiarkanku menciumnya, apakah benar-benar boleh?"

Hatinya menjerit, ada senang juga rasa sakit yang tak sedikit. Kamal mendonga, jendela kamarnya yang memperlihatkan daun lebat pada sebuah pohon menjadi atensi fokusnya. Kamal ingin bertemu Soobin, ia sangat merindukan namja brengsek itu sampai rasanya Kamal ingin lari dari sini dan menemui Soobin ke rumah.

Kamal merindukan Soobin, ingin menemui Soobin sekarang juga.

Air matanya kembali menetes, kehamilan masi baru tapi hatinya mudah sekali terketuk dengan hal sensitif yang menggertak hatinya. Terlebih, jika itu tentang Soobin ayah dari calon bayi yang ada di perutnya.

"Aku merindukan Soobin..."

Bibirnya bergetar, kedua matanya yang memerah tak henti menyucurkan tetesan beningnya. Tangannya meremat seprei, sampai akhirnya pintu terbuka membuat Kamal mendonga.

"lagi?Kau menangis lagi?"

Kamal menoleh, menatap Jimin dengan senyum tipis. "Sudah selesai?"

Jimin mengangguk. "Kali ini apa?"

"Aku merindukan Soobin"

Pada akhirnya Kamal memilih untuk mengungkapkannya. Jimin memalingkan wajahnya, sejujurnya ia cukup kesal ketika nama bosnya di sebut-sebut lagi. Namun Jimin tak bisa egois untuk menahan Kamal, Jimin percaya mereka saling mencintai. Tapi cara Soobin memutuskan  hubungan mereka merupakan cara yang keji bagi Jimin. Seharusnya mereka saling bicara dan jujur tentang segalanya, namun Soobin melakukan kesalahan dengan tidak membicarakan hal sebenarnya. Dan yang paling di rugikan di sini adalah Kamal, Jimin benci itu.

Apalagi tentang Jin yang sudah berpihak pada Taehyun. Jimin membencinya, benci ketika Kamal mengalami tekanan sebanyak ini. 

"Apa kau ingin bertemu dengannya?"

Tatapan penuh harapan itu sudah kamal layangkan, "bolehkah?"

Jimin tersenyum, ia mendekat dan megelus pelan bahu kecilnya.

"untuk terakhir kali, setidaknya tahu diri. Sebentar lagi dia akan menikah"

Kenyataan pahit itu kembali membuat kamal murung, dan bungkam dengan tatapan kosongnya. Telapak tangannya masih mengelus calon bayinya, ia meminta maaf berkali-kali. Karena bertemu dengan Soobin bukan lah hal yang mudah.

Jimin merasa bersalah, maka ia menarik ransel Kamal dan membawanya.

"Ayo kita pulang sekarang?"

Lalu, Kamal mengangguk sebagai jawaban. Langkahnya membawanya pergi dari gedung berbau obat itu menuju rumahnya, menuju kediamannya.

Begitu sampai di luar, tepat setelah pintu utama rumah sakit tertutup, hujan dengan deras turun. Rindu kembali berbisik rendah, dengan kalimat maaf sebagai jawaban.

.
.
.
.

Bug-!

"Aku bilang pergi dari sini-!"

Bug-!

"Kamal tidak butuh pertanggung jawaban dari namja brengsek seperti dirimu-!"

Bug-!

" Pergi Kau sialan-! "

Bug-!

" pergi Soobin-!! Kau mau aku menghajarmu lagi hah?!"

"ayolah kita pergi saja Soobin hyung-! Jangan biarkan Kookie menghajarmu lagi. Sudah cukup kau menyakiti Kamal, mereka tidak akan membiarkan Kamal bertemu lagi denganmu"

Soobin sadar, ketika ia menyakiti seseorang yang di cintai oleh banyak orang maka inilah akibatnya. Darah segar itu mengalir dari sudut bibirnya, pelipisnya robek saat Kookie mendorongnya dan ia tersungkur dengan kepala yang membentur pagar rumah Kamal.

Ini sakit, pedih, apa lagi saat air hujan membasahinya. Tapi Soobin meyakinkan bahwa apa yang di rasakan oleh Kamal justru lebih pedih dari ini. Soobin bangkit, tak memperdulikan kedua lutunya yang ikut terluka, telapak tangannya juga terdapat banyak goresan. Soobin terbatuk, dan ia tidak peduli ketika sekali lagi darah segar keluar dari mulutnya, soobin bertekuk lutut ketika sadar pagar rumah Kamal sudah terkunci.

Tetapi Soobin tak akan menyerah, ia akan tetap diam di sana. Sampai Kamal menghampirinya, sampai kamal mau bertemu dengannya.

Keinginan keduanya sama, yaitu sama- sama ingin bertemu dengan alasan rindu yang begitu berat. Jika di salah satu pihak rasa sesal begitu membelenggu, berbeda dengan pihak lain ketika rasa ingin bertemu itu terbelengu oleh calon bayi keduanya.

Namun pada pihak ketiga, mereka tidak di biarkan bertemu. Ada amarah yang menjelma menjadi kejamnya cara mereka menyikapi. Mereka, Soobin dan Kamal hanya butuh satu pihak lagi agar membela mereka untuk kembali menyatukan sebuah hubungan yang sempat retak karena sebuah keterpaksaan yang tidak pernah di inginkan.

Sanggupkah kalian menjadi pihak ke empat yang memberikan kesempatan pada Soobin untuk memperbaiki semuanya?














TBC~

Uwuwuw(•ω•)

Wish 2 || SookaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang