Bab Empat

7.5K 1.7K 247
                                    

"Apa yang sebenarnya terjadi, Ferdie?" tanya Celine

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Ferdie?" tanya Celine.

Ferdinand menutup pintu kamar pelan-pelan. Di dekatnya, Celine berdiri dengan tangan kiri bertumpu di atas meja rias bersama dengan tatapan heran pada suaminya.

Ferdinand mengusap wajah, lengan kemejanya digulung sampai batas siku ketika hendak berbicara serius dengan Celine. "Kumohon, kali ini kumohon dengan sangat, Celine. Berhentilah bekerja dan bantu aku menghadapi semua ini. Apa pabrik anggurku belum cukup untuk menafkahimu? Kita punya tabungan yang lebih dari cukup sampai Krill dewasa. Tinggalkan pekerjaanmu dan fokuslah pada anak-anak."

"Aku bertanya padamu apa yang sebenarnya terjadi?" Celine mengulangi pertanyaannya.

Ini memang bukan yang pertama kali Ferdinand memintanya untuk berhenti bekerja, bisa dibilang puluhan kali. Akan tetapi, memintanya dengan sangat di saat situasi sedang sulit seperti ini membuat Celine merasakan ganjalan atas sesuatu. Biasanya, Ferdinand tidak pernah sampai sekhawatir ini pada masa depan keluarga mereka.

Celine tahu, Ferdinand berperan lebih banyak dalam mengurus anak-anak. Bukan karena waktunya yang sering dihabiskan untuk bekerja, tapi karena penyakit depresi Celine yang pernah diidap enam tahun lalu membuat Ferdinand terpaksa mengambil alih semua urusan anak-anak. Celine bisa berbuat sesuatu di luar dugaan, bahkan hampir mengakhiri nyawanya sendiri.

Semuanya terjadi semenjak Celine kehilangan anak ketiga mereka sebelum Krill terlahir.

Ketika itu, Celine baru satu minggu melahirkan seorang bayi laki-laki. Mereka memberinya nama Jordan Pӧlzl.

Hari-hari yang sangat menyenangkan, penantian untuk memiliki keturunan laki-laki terbayar dengan kehadiran Jordan. Celine terlalu mencintainya, tidak memedulikan apa pun selain Jordan. Bukan berarti ia meniadakan kedua putrinya yang sudah lebih dulu hadir, hanya saja euforia itu tak henti-hentinya membludak, mewarnai hari-hari bersama malaikat kecil barunya.

Ia sampai tidak ingat harus memberi makan hewan peliharaan sore itu, sementara Ferdinand masih sibuk bekerja di ladang dan pabrik. Monica pulang terlambat karena harus latihan untuk drama di sekolahnya. Sedangkan Felicia hanyalah anak sepuluh tahun yang terlalu pendiam dan suka mogok bicara masa itu, lebih sering mengurung diri menghabiskan waktu bermain karet gelang atau menonton kartun Looney Tunes di tivi.

Celine meninggalkan Jordan yang masih sangat kecil di atas tempat tidur berselimut hangat ketika mendengar kuda-kudanya meringkik di kandang. Celine tergopoh-gopoh berlari menuju kandang kuda, cepat-cepat memberi dua kuda peliharaannya beberapa tumpukan jerami yang baru kemarin sore disediakan penuh oleh Ferdinand.

Di sela kesibukannya memberi makan kuda, tiba-tiba Celine mendengar teriakan Felicia memanggil 'mommy' sampai puluhan kali dari dalam rumahnya. Teriakan itu diselingi dengan suara gonggongan Josh―anjing rottweiler peliharaan mereka―yang bertingkah aneh belakangan hari.

Felicia menjerit, tangisannya memecah kengerian kala itu. Celine berlari sekencangnya untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam rumah. Jarak dari kandang kuda ke rumah cukup jauh. Begitu sampai di pintu samping, Celine mendapati Felicia terjongkok di belakang sofa dengan tangan mengacungkan stik bisbol ke arah Josh yang tak lagi bersuara. Darah Josh berceceran di lantai. Kepala anjing itu berdarah dan tubuhnya tergeletak di atas lantai. Dalam waktu singkat, Celine melihat dengan jelas Josh meregang nyawa.

Pӧlzl  [Sudah Terbit]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant