Bab Dua Puluh Sembilan

4.1K 1K 139
                                    

Kesepian menjulang ke langit-langit rumah, melebar ke sudut-sudut dinding, dan menghampa dalam satu hari yang panjang. Celine berdebat pada diri sendiri untuk berkelana mencari keberadaan Monica, tetapi hal-hal bersifat kognitif membuat ia tetap bertahan di rumah. Gadis itu sudah tujuh belas tahun, sedikit banyaknya kedewasaan mulai membentuk dan ini saatnya Celine membiarkan Monica membuat pilihan. Alih-alih mengembalikan kembali kehangatan keluarga, paling tidak, Krill dapat membantunya mengatasi kesuraman.

Ocehan-ocehan mungil menggema dalam dapur yang lengang. Ia menyibukkan diri dengan memasak. Berusaha membuat keseharian tampak normal meskipun dalam kesehariannya ia tidak pernah memasak di malam yang larut. Krill merangkak-rangkak memainkan kendaraan mini fibernya sementara Celine berkutat dengan peralatan memasak. Membiarkan Krill yang sesekali menangis sebab tidur barangkali sudah menjadi hal yang sangat diinginkannya.

"Sedikit lagi, Sweetheart, bebek panggangnya akan matang lima belas menit lagi," hiburnya. Krill duduk bersila dan mendongak, mengucek matanya lalu mengusik rambut pirangnya sendiri sambil menguap lebar. "Ouh ... anak baik, kita akan tidur setelah makan malam."

"Mommy ...." Krill mengangkat tangannya. Celine tersenyum lantas mengangkat tubuh gempal Krill. Mendekap balita itu dalam gendongan sambil memeriksa oven listrik.

"Ini adalah makanan kesukaan Felicia, dia pasti akan sangat senang jika tahu aku memasak untuknya. Ah, iya, tortillanya juga masih hangat. Aku yakin Monica tidak akan bisa menyisakan sedikit pun di atas piring." Krill tertawa mendengar ibunya mengoceh dan itu tampak seperti hiburan untuknya. "Yeah, kau juga suka?" Anak itu melompat dalam gendongan, menampakkan deretan gigi seri pertama yang tampak menggemaskan. "Kita makan bersama? Dad, Monic, dan Felice? Kita akan berkumpul di meja makan sebentar lagi ... Ah, ya aku juga sudah tidak sabar."

Lantas, tawa Celine menggema dalam raut wajah miris. Ia membawa Krill bermain dalam gendongannya, menghibur anak itu dengan omongan-omongan penuh khayalan. Rentetan imajiner menjadi satu analogi atas penghiburan dirinya sendiri. Celine menata piring di atas meja seakan Ferdinand duduk di sana dan menepuk bokongnya menggoda. Ia juga menata piring di tempat biasa Felicia duduk dengan sikap tak acuhnya sambil memilin ujung rambut, tapi tersenyum kecil ketika Celine mengusik kepalanya. Wanita itu tenggelam dalam khayalan ketika bicara seolah Monica membantunya menyajikan jus jeruk segar dan menuangkannya satu per satu ke dalam gelas.

Dan senyumnya merekah dalam bayangan samar. Duduk sambil memangku Krill. Menganggap seolah kebersamaan memang regular dan ia tersenyum-senyum sendiri dalam candaan semu. Dalam periode waktu yang lumayan panjang. Sampai akhirnya bayang-bayang itu pudar dengan sendirinya ketika bel rumah berbunyi. Ia pun tak berpikir akan apa yang mendatanginya malam-malam di saat kehangatan keluarganya pudar secara mendadak.

~~ ~~

Louis berdiri di depan Instalasi Pemusalaraan Jenazah dengan wajah merah penuh tangis. Keluarga dari teman Jenny yang turut menjadi korban mengambil tempat masing-masing untuk meniriskan kedukaan. Larch Schneider dan istrinya --- yang merupakan orang tua Ivorine---berkebangsawanan tinggi juga ada di rumah sakit yang sama, pada koridor yang berbeda, tepatnya, di depan IGD yang sebagiannya dipenuhi para jurnalis kehausan berita. Rumah sakit seolah menjadi ruang tempat berkumpulnya orang-orang penuh amarah duka.

Ia sendiri, memutuskan untuk duduk termenung di sebuah bangku stainless memanjang, sedikit jauh dari pintu ruang tempat putrinya dinekropsi.

Ia tak tahu lagi, alasan mengapa putrinya dibunuh secara brutal membuat darahnya melonjak naik turun. Tangannya terkepal dan tertahan. Bila waktu dirunut sesuai rencana, seharusnya malam ini ia sudah pergi dari Rheingau dan membawa Jenny bersamanya. Tinggal di sebuah desa kecil, jauh dari orang-orang yang mengenal dirinya untuk memulai kehidupan baru. Louis mengesah selaras dengan kepala yang terasa berat. Nyatanya, saat ini ia bagai terpenjara pada kakinya sendiri. Polisi wanita itu mungkin akan melakukan tindakan cepat setelah ini dan hal-hal yang ia khawatirkan bisa saja terjadi.

Pӧlzl  [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now