Bab Dua Puluh Enam

4K 1K 236
                                    

Celine berada di kursi tempat dulu Ferdinand biasa duduk untuk bekerja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Celine berada di kursi tempat dulu Ferdinand biasa duduk untuk bekerja. Ruang kantor itu kecil. Hanya terdapat meja persegi berpermukaan kaca hitam, lemari arsip sederhana, penghangat ruangan dan juga radio berbentuk petak pabrikan Amerika tahun 1986. Meja kerja itu menghadap ke arah pertanian dan sudah didesain seperti itu sejak lama. Sebuah panel kaca seluas 4 x 5 meter menangkup semua pemandangan di luar. Tempat terbaik untuk mengawasi aktivitas pekerja.

Di dekatnya, Krill bermain dan berceloteh dengan segala permainan yang sengaja disediakan Celine. Itu tampak seperti keseharian yang sporadis. Meski nyatanya, Celine tidak pernah merasa seburuk ini. Wajahnya terlihat kuyu sebab menangis semalaman. Bahkan ketika ia sibuk menuliskan sesuatu di atas buku catatan jurnal keuangan pabriknya, Celine merasakan perutnya dililit kesepian. Berlipat ganda.

Lembaran kosong buku di atas mejanya sudah hampir penuh dengan rangkaian kalimat yang ia sendiri tidak tahu mengapa. Kesepian merupakan hal terpahit dalam kehidupan seseorang. Pena menari di atas barisan halaman buku tulis. Tangan kanan Celine menopang kening dengan rambut yang mencuat ke arah tak jelas. Hanya suara kecil Krill yang membuat ia merasa tidak sendiri.

"Celine!" Di ambang pintu masuk, Demitri berdiri dengan pakaian petani yang biasa ia pakai sehari-hari. Topi lusuh berwarna biru dan sudah lama memudar menutupi rambut putihnya. "Semua barel bahan bakar minyak sudah kususun di depan ruang peralatan. Jumlahnya ada tiga barel, kurasa cukup untuk operasional mesin generator listrik selama enam hari. Satu lagi, ada sedikit masalah dengan mesin truk pengangkut, aku sudah mencoba memperbaikinya, tapi tampaknya kau harus memanggil mekanik ahli."

Celine masih menunduk tanpa melihat Demitri. Sedikit tidak kentara dengan apa yang dikatakan pekerja paling setianya itu. Tangan kirinya masih berusaha menulis apa yang harusnya ia selesaikan.

"Atur saja, kuserahkan semuanya padamu. Kau tahu aku tidak mengerti soal mesin, bukan?"

Demitri memanggut. Truk pengangkut harusnya sudah bekerja untuk menampung ranting dan batang pangkasan untuk dikumpulkan dan dibakar. Beberapa keperluan yang berjeda ternyata cukup menyita waktu. Sementara Celine, tampaknya tidak punya semangat bekerja sama sekali. Bukan lingkup Demitri menanyakan hal pribadi Celine, tapi wajah yang ditunjukkan Celine―ketiadaan Monica yang sejak pagi buta tidak terlihat oleh Demitri―seharusnya menjadi pertanyaan umum.

"Bukan hal yang sulit. Aku akan menyuruh Marco memanggil mekanik langganan kita. Tapi ...." Demitri membasahi ujung bibirnya saat hal yang lebih serius menuntutnya untuk bicara. "Ada hal yang lebih penting."

Dagu Celine terangkat dan bertanya, "Apa itu?"

"Ini sudah masuk bulan Februari. Seharusnya para pekerja sudah mendapatkan upah mingguannya. Tapi kemalangan membuat para pekerja sungkan untuk memintanya. Dan tadi, mereka memintaku untuk menanyakan hal itu padamu."

Napas Celine mengesah di udara. Entah berapa tanggung jawab yang harus ia selesaikan. Ia sama sekali tak tahu dan tak pernah mencampuri segala urusan keuangan pabrik. Pena ia letakkan pelan di atas meja. Krill mendekat padanya dan membuat pelukan manja di paha ibunya. Tentu, Celine lebih memilih untuk memangku Krill di atas pahanya ketimbang pening dengan urusan upah-mengupah.

Pӧlzl  [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now