46 | 🥀 Apa-Apaan ini? ⚘

335 18 23
                                    

Begitu mobil ambulance sampai di rumah sakit, para perawat dengan sigap langsung menurunkan Bima lalu mendorong brankarnya terburu-buru diikuti Nata, Pak Jay, juga Angga dengan langkah lebarnya.

Bima dibawa masuk ke dalam ruang IGD. Baru saja Nata ingin ikut masuk, dia langsung ditahan oleh Sang dokter membuatnya mau tak mau harus menunggu di luar dengan perasaan cemas dan khawatir. Berulang kali Nata mondar-mandir di depan pintu rawat Bima sambil sesekali mengintip lewat celah kaca. Titik-titik keringat mulai membasahi pelipisnya, kala rasa takut Bima kenapa-napa memenuhi pikirannya.

Angga langsung bangkit, berjalan menuju Nata merasa iba melihat kegelisahan gadis itu. "Tenang dulu Nat, jangan tegang kayak gini. Mending kita doain Bima biar cepet siuman." Dia mengelus lembut bahu Nata berusaha menenangkan. Gadis itu hanya mengangguk kaku.

Dua puluh menit menunggu, pintu IGD akhirnya terbuka menampilkan Sang Dokter serta beberapa perawat keluar membawa medicine trolley. Pak Jay, Angga, dan juga Nata langsung bangkit menghampiri Dokter dengan raut khawatir penuh tanya.

"Gimana keadaan murid saya, Dok?" Pak Jay bertanya dengan nada was-was, ditanggapi senyuman tipis oleh Sang Dokter.

"Murid Bapak tidak mengalami luka serius, hanya beberapa lebam-lebam saja. Dia juga sudah siuman, nanti sore sudah bisa pulang." Mereka bertiga serempak membuang napas lega mendengar penjelasan Sang Dokter.

"Yasudah, kalau begitu saya permisi dulu." Pak Jay mengangguk begitu juga Angga dan Nata.

Setelah Dokter melenggang pergi, ketiganya masuk ke ruang rawat Bima, menjumpai Sang korban yang sedang duduk selonjoran di brankar dengan punggung diganjal bantal.

"Gimana? Udah gak-papa, kan? Yang mana yang sakit? Ini masih sakit?" Nata menyentuh pelan lebam di pipi Bima, lalu beralih ke tangan lelaki itu yang terdapat luka memar. Meskipun kata Dokter tidak apa-apa, nyatanya Bima terlihat sangat pucat bahkan dia sampai diinfus.

"Gausah sok baik deh, lepasin gue!" Tangan Nata dihempas kasar oleh Bima saat dia hendak menyentuh kening lelaki itu. Nata mengaduh, namun Bima malah melirik sinis gadis itu terlihat sangat tidak suka.

Angga terbelalak, sementara Pak Jay geleng-geleng kepala. Mereka berdua sama terkejutnya melihat sikap tak mengenakan Bima pada Nata. Padahal dari gosip yang beredar, Pak Jay dengar Bima dan Nata adalah pasangan kekasih. Namun ketika melihat kejadian barusan, Pak Jay menyimpulkan bahwa hubungan kedua muridnya mungkin telah kandas.

"Kamu ini Bim! Sudah dibantu bukan-nya bilang makasih, malah bersikap kasar sama Nata. Huh! Abg jaman sekarang kalau putus cinta ya begini," tegur Pak Jay, tak membuat Bima bergeming. Dia masih melirik tajam Nata dengan mata menyipit.

Menyesal, itu yang ada di pikiran juga hati Nata. Dia berbalik, kemudian melenggang menuju sofa di pojok ruangan. Nata memilih duduk di sana, memenangkan hati juga pikiran yang mendadak dirundung emosi atas sikap Bima. Mood-nya buruk--- bahkan sangat buruk, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi bersikap peduli pada Bima.

Sumpah ya! Gak guna banget tadi gue nangis-nangis. Udah gue bantuin, gue perhatiin, dan ini balesan dia ke gue? Bener-bener bangs**! Rutuknya dalam hati.

Melirik jam hitam pada pergelangan tangannya, Pak Jay berucap. "Bapak pamit pulang duluan, ya. Kamu Angga, jagain Bima dulu sama Nata. Bapak masih ada keperluan di sekolah, mau mengurus kelanjutan pertandingan kalian. Dan kamu Bima, cepat sembuh, jadi laki-laki jangan lemah. "

Setelah Pak Jay keluar, Angga langsung menarik kursi di samping ranjang lalu mendudukinya kasar hingga menimbulkan bunyi decitan. "Lo kenapa sih Bim, kasar banget sama Nata?! Kalo bukan karena dia, gue jamin lo gak bakal sampek sini!" Bentakan Angga sukses membuat Bima menutup kedua telinganya.

Because I Love You (Completed)Where stories live. Discover now