[19] into the abyss

713 95 28
                                    

⚠ implikasi seksual dan unsur incest, dimohonkan kebijaksanaan pembaca.

_

_

"Tinggalkan aku di sini," Jaehyun berkata pada Jongin. "Jemput saja besok pagi. Jangan membantah."

Jongin memilih untuk tidak mengatakan apapun. Ia mengangguk kecil dan segera berbalik menuju mobil. Jaehyun menatap ketika tiga mobil sedan iringan segera melaju keluar dari sebuah gerbang emas. Ia kemudian tersenyum kecil sebelum menolehkan kepalanya ke arah sebuah rumah besar berwarna zamrud.

Di depan pintu, seorang wanita ramping berdiri bersedekap. Ia menggelengkan kepala dan menatap Jaehyun, memberikan laki-laki itu peringatan. Jaehyun menyeringai.

Mengapa wanita ini bodoh sekali?

Ia hanya seorang dayang yang mencoba untuk memperingati seorang yang berstatus darah biru sepertinya?

Berani itu boleh. Cari mati? Jangan.

Jaehyun segera melangkahkan kaki di atas kerikil-kerikil, mengeluarkan suara gesekan kasar yang terbuat dari sol sepatu dengan kasarnya bebatuan-bebatuan kecil. Tanpa pikir panjang atau menghiraukan tatapan memohon wanita tersebut, Jaehyun tetap memasuki rumah zamrud-mencoba untuk menghirup suasana dan parfum sang Kakak yang menyebar kemanapun.

"Kumohon," Jaehyun menoleh untuk menemukan si wanita berlutut dan menautkan kedua tangannya. Air mata mulai turun ke pipinya selagi ia kerap memohon kepada Jaehyun. "Kasihanilah Wendy. Kau tahu apa yang kalian lakukan ini salah."

Cih! Jaehyun sudah bosan. Bosan mendengar bagaimana sang Kakak begitu ragu. Bosan bagaimana setiap tamparan, pukulan, lecutan yang sang Ayah berikan. Bosan dengan air mata sang Ibu yang tiap malamnya ia keluarkan. Jaehyun sudah bosan.

Mau bagaimana lagi?

Ia menyalahkan Tuhan yang menciptakan Kakak begitu sempurna. Surai hitam dan lebat, mata yang cemerlang, bibir yang ranum, tangan yang lentik, kulit begitu bening-Jaehyun bisa mendeskripsikan sang Kakak dengan ribuan, bahkan jutaan kata bagaimana ia sangat menyembah kesempurnaan ciptaan Tuhan itu. Dan itu baru saja yang diperlihatkan oleh sang dea kepada publik. Jutaan kata yang bisa saja tumpah dari mulutnya, hanya mendeskripsikan penampilan publik sang Kakak. Mereka tentu belum melihat Kakaknya sebagaimana ia melihat dea tersebut.

Memikirkannya saja sudah membuat Jaehyun gila.

Lamunan Jaehyun seketika mengabur ketika ia masih mendengar isak tangis wanita yang telah menemani-tidak, mengkorupsi pikiran Kakaknya.

"Kau," Jaehyun mulai berbicara dengan nada dingin. "Jangan coba-coba ikut campur. Nyawamu yang akan jadi taruhan."

Seketika sang dayang berhenti menangis. Tidak benar-benar berhenti, namun setidaknya isaknya berkurang dan matanya melebar kembali setelah mengecil akibat terlalu menahan tangis yang tak ingin ia perlihatkan. Sebuah kelemahan.

Jaehyun melangkahkan kakinya menuju tangga. Ia tak pernah ingat bagaimana mereka bisa memulai ini semua. Yang ia ingat adalah bagaimana ia sebagai seorang bocah laki-laki berumur 9 tahun, mengintip sang Kakak yang berumur 12 tahun sedang mandi. Gadis baru puber itu sudah mulai memiliki tiap lekukan yang biasa Jaehyun lihat di majalah-majalah wanita setengah telanjang yang ia curi dari pengawal-pengawal kerajaan yang tinggal di istana dan sang pangeran kecil tersebut simpan di balik buku-buku tebal yang tersusun rapi di rak namun tak kunjung ia baca.

*****

Seungwan begitu indah. Itulah benaknya dulu. Kakaknya tak sengaja membiarkan pintu kamar mandi tak tertutup dengan rapat. Pangeran Yoonoh yang hobi mengitari seluruh istana dengan skuter biru lautnya segera melaju menuju kamar sang Kakak dengan membawa sebuah lollipop jeruk. Dengan segera meninggalkan skuternya di depan pintu kamar sang Kakak karena ia tahu betapa marahnya Seungwan melihat jejak roda skuter yang mengotori karpet kamar, Yoonoh memasuki kamar dengan mengendap-endap, namun tak menemukan setitik keberadaan pun di dalam kamar luas yang begitu berkilau karena warna emas dan putihnya.

of Lace and Velvet || {btsvelvet/bangtanvelvet; Wendy x rap line}Where stories live. Discover now