Chapter 13

1.1K 161 32
                                    

Authors' POV



Asnee kesal melihat yang dilakukan Krist sejak tadi hanya melamun, menghembuskan napas kasar, mengacak rambutnya hingga berantakan dan mengetuk-ngetukkan kepalanya ke atas meja. Dua hari lagi shooting akan dimulai, tetapi sahabatnya malah dalam kondisi mood yang berantakan entah karena apa. Sudah beberapa hari ini Asnee melihat bagaimana tingkah Krist yang sulit sekali diajak bicara.


"Nanti sore meeting final untuk episode baru akan dilaksnakan. Kuharap kau sudah kembali waras, tidak seperti beberapa hari ini."


"Akan aku usahakan."


"Kit.... Bersikaplah profesional sama seperti bisanya. Kau baru saja memulai lagi pekerjaanmu dan semua orang begitu antusias. Please, jangan kecewakan mereka."


Krist sadar akan posisinya sekarang terutama soal karier yang baru ia mulai dari awal. Namun, sesuatu yang berhubungan dengan Dean masih saja berpengaruh besar pada kondisi hatinya. Kenyataan Dean mempunyai seorang sahabat dekat sangat mengejutkan untuknya. Lalu fakta bahwa Dean meminta agar ia dijaga oleh sahabatnya sungguh membuat kepercayaannya pada Dean sedikit terusik.


Krist tidak butuh orang lain untuk melindunginya. Ia seorang pria dan dijaga hingga sedemikian rupa sesuai cerita pria itu entah mengapa terasa melukai harga dirinya. Krist memang rapuh saat Dean pergi untuk selamanya. Hal itu sudah pasti, tetapi sehancur apa pun dia, Singto tetap tak boleh lancang masuk ke kehidupannya dengan alasan demi memenuhi permintaan sahabatnya itu.


"Maaf karena aku menyusahkanmu belakangan ini. Untuk meeting sore nanti aku akan melakukan yang terbaik dan tak akan mengecewakan sahabat berisikku ini." Krist merangkul Asnee untuk memberi ketenangan pada sahabatnya yang sejak kemarin selalu menahan amarah jika sedang berbicara padanya.


"Kit.... Aku tak tahu apa yang terjadi padamu belakangan ini, tetapi kau harus tahu kalau kau masih memiliki sahabat yang selalu siap mendengarkan apa pun kesakitan yang kau rasa. Kembali ke Bangkok aku yakini memang berat untukmu, tetapi tak selamanya kau harus berlari. Jika kau ingin semua kembali normal sekali lagi, aku sarankan padamu untuk berdamai dengan keterpurukan atas kepergian Dean."


"Aku mengerti, As." Krist mencoba menenangkan sosok sahabatnya tersebut, "Aku sedang mencoba memikirkan segalanya. Jadi, aku harap kau tak perlu khawatir. Aku tahu apa yang terbaik untukku," ucap Krist pada Asnee walaupun sebenarnya itu adalah harapannya untuk dirinya sendiri. Ya. Ia ingin hal yang terbaik untuk dirinya. Terlepas dari apa pun yang terjadi.


"Aku pun berharap begitu," sahut Asnee sembari merangkul bahu Krist.


Pandangan Krist menerawang jauh entah ke mana. Ia menghembuskan napasnya kasar sebelum menyingkirkan apa pun yang bersarang pada benaknya kali ini. Ia harus fokus. Pekerjaan penting sudah menantinya di depan mata. Ia tidak boleh gagal dan mengecewakan banyak pihak hanya karena dibebani oleh permasalahan pribadi.


**********

Gelap, tidak ada cahaya apa pun di sekitarnya membuat Singto yang terbangun di tempat asing itu merasa aneh. Ia menatap sekelilingnya dengan terheran. Berada di manakah ia sekarang?


Ia melihat setitik cahaya nun jauh dari tempatnya berpijak. Singto mencoba untuk melangkah mendekat. Semakin ia mendekat, dari kejauhan tampak siluet punggung seseorang yang tertangkap oleh pandangannya. Tak ada yang aneh sampai saat sosok itu berbalik, memperlihatkan wajahnya ke arah Singto.


Kaki Singto melemas, punggungnya bergetar, meskipun nyatanya tubuhnya tak bergerak layaknya sebuah patung. Bibirnya tak sengaja mengucapkan nama seseorang yang cukup berarti dalam hidupnya.


M E R C U S U A R [END]Where stories live. Discover now