Chapter 14

1.2K 167 29
                                    

Authors' POV


"Son of a Bitch!"



"Wow... wow... wow.... Calm down baby boy!"



Asnee hampir saja terkena lemparan coke bottle jika ia tak sergap dalam menghindari sesuatu. Feeling-nya tentang Krist memang selalu tepat. Saat melihat sahabatnya itu keluar dari ruang kerjanya dengan wajah monster, Asnee langsung saja mengikuti ke mana Krist pergi. Dan benar saja, Krist menuju ke tempat favoritnya di sudut rooftop. Tempat khusus yang hanya dia dan Krist saja penghuninya kala mereka sedang bosan dengan pekerjaan.



Asnee perlahan mendekati sahabatnya yang tampak begitu berantakan. Ia mendudukan dirinya tepat di samping Krist.



"Akan kutemani. Menangislah jika itu memang yang kauperlukan saat ini. Tidak apa-apa. Keluarkan saja."



Krist pun mulai terisak bersamaan dengan warna langit yang berubah jingga. Hatinya tak mampu lagi membendung kesakitan saat pria itu dengan lancangnya muncul di depan wajahnya dan mengingatkannya kembali tentang pusat dunianya yang telah redup. Berdamai nyatanya hanya bisa tersirat dalam lisan. Bagaimanapun ia berusaha, setelah bertahun-tahun berlalu Dean masih tetap bertahta di tempat tertinggi di hidupnya.



"Suatu hari nanti jika kau akhirnya ditakdirkan bersama orang lain, kuharap kau akan bersama pria yang memperlakukanmu layaknya pasangan, bukan seperti seorang pangeran. Dean membuatmu bergantung padanya seolah kalian akan hidup tak terpisahkan. Saat takdir berkata lain, lihatlah dirimu yang sekarang, Kit, kau begitu hancur," ucap Asnee pelan sambil menatap langit senja di depan mereka.



Asnee mengalihkan pandangannya dan menatap sendu Krist yang masih membungkuk dan semakin terisak. Sudah cukup ia berdiam diri melihat Krist terpuruk karena kepergian Dean. Asnee menyukai Dean, sungguh, tetapi sejak dulu ia memang kurang suka cara Dean memperlakukan sahabatnya dan terbukti saat tiba-tiba pria itu pergi untuk selamanya, sahabat yang ia kenal begitu periang kini nyaris tak pernah lagi menampakan senyum bersinarnya.



"Kali ini kau harus mendengarkan aku. Selain Dean, kau masih memiliki aku di sisimu. Saat pria itu pergi kau begitu hancur tetapi apa kau pernah berpikir kalau bukan hanya kau yang merasakan kehancuran itu, Kit? Apa kau pernah bertanya bagaimana perasaanku ketika melihat sahabatku tak menginginkan hidupnya lagi? Apa kau pernah peduli saat kau terluka karena kehilangan Dean, aku juga terluka kehilangan Krist Perawatku? Kepergian pria itu bukan hanya berdampak buruk untuk hidupmu saja Kit, tetapi juga padaku."



Krist yang masih terisak mulai mengangkat kepalanya, "As...."



Asnee mengangkat tangannya memperingatkan Krist agar tidak bicara.



"Sekarang waktunya aku yang berbicara. Sudah terlalu lama aku menyimpan kemarahanku karena kau tak juga kembali hidup dengan normal. Aku mengikuti segala hal yang menurutmu baik walau aku tahu kau semakin terlihat menyedihkan. Aku tetap di sisimu karena kau berharga. Tak masalah bagiku meski kau menganggap hubungan kita hanya berpengaruh sangat kecil dalam hidupmu. Asal aku tetap bisa menjangkau sahabatku, itu sudah lebih dari cukup."



"As.... Aku..."



Asnee menghela napas panjang. "Demi Tuhan, Krist Perawat!" ucapnya dalam hati seiring dengan kepalanya yang menggeleng pasrah.



Sejak pertama kali mereka saling kenal, si manusia dengan logika setinggi langit ini tak pernah ia prediksi akan mencintai seseorang sampai sedemikian bodoh. Dean memang sosok yang luar biasa di matanya. Menaklukan seorang Krist adalah sebuah keajaiban, dan hal itu bisa dilakukan dengan begitu mudahnya oleh Dean. Namun, dampak dari saling mencinta dengan gaya mereka justru menghadirkan luka yang entah kapan akan sembuh saat kehilangan salah satunya.



M E R C U S U A R [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora