Chapter 17 (Part 1)

1.4K 160 53
                                        

Authors' POV

Hati Singto seketika menghangat tetapi ia tak bisa terlalu percaya diri saat mendengar jika Krist mulai mencintai seseorang lagi. Andai berita dari anak buahnya tentang Krist yang beberapa kali terlihat jalan bersama pria sembari tersenyum hangat tak pernah ada. Mungkin saat ini Singto akan langsung menarik Krist ke dalam sebuah pelukan hangat. Singto yakin jika Krist pasti membalas perasaannya, tetapi foto itu mengaburkan semua harapan di dadanya.

Seiring dengan kabar dekatnya Krist dengan pria lain, kini sosok berlesung pipi itu mengungkapkan jika ia mulai bisa mencintai lagi. Hati Singto diselimuti mendung. Harusnya ini adalah kabar baik tetapi tidak. Ini bagaikan sambaran petir di siang bolong. Saat dirinya sudah yakin jika rasa yang ia miliki untuk Dean dulu begitu berbeda dengan cintanya untuk Krist, langit menghancurkan segalanya. Apakah ini hukuman dari langit untuknya karena terlalu lama membuang-buang waktu? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimanapun nasi sudah menjadi bubur. Semoga masih ada sedikit kesempatan untuknya.

"Aku ikut bahagia, Krist," ucap Singto dengan nada kecewa yang tak luput dari telinga Krist. Lagi dan lagi senyum menawan Krist di foto yang dikirimkan oleh anak buahnya melukai perasaannya.

Sejak tadi sesungguhnya Krist bingung dengan sikap Singto. Bukankah seharusnya pria itu menunjukkan wajah penuh kebanggaan setelah berhasil menaklukkan hatinya? Ya, meski Krist belum menyebut nama. Namun, jika pria itu memang seorang penguntit sejati, Singto semestinya tahu siapa seseorang yang dirinya maksud tanpa harus menyebutkannya secara gamblang.

"Kau tidak terlihat senang, Sing."

Singto buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah Krist. "Ini kabar baik, Krist, dan sungguh aku senang mendengarnya."

Krist memijat keningnya. Bagaimana dia harus memulai mengutarakan lagi jika Singto saja sama sekali tak merespons ungkapan hatinya? Apa ia masih perlu waktu lebih lama untuk menyadari? Apa waktu dua minggu kemarin masih belum cukup untuknya menemukan jawaban? Atau jangan-jangan memang benar jika perasaan Singto padanya ternyata salah alamat? Jika demikian, lantas apa yang harus ia lakukan dengan perasaan cintanya sekarang? Haruskah ia patah hati lagi bahkan sebelum ini dimulai?

"Apa kau akan mengantarku pulang?"

"Ya."

"Kalau begitu kau bisa menjalankan mobilmu sekarang."

Untuk beberapa menit Singto belum juga menjalankan mobilnya. Krist jengah dan bingung apa yang terjadi dengan pria di sebelahnya.

"Sing..." tegur Krist dengan sopan.

"Tak bisakah kau memilihku saja?"

"Huh?"

Singto mengangkat kepalanya dan menatap Krist dalam. "Kumohon jangan mencintai orang lain, Krist. Jika kau melakukan itu bagaimana perasaan cintaku padamu?"

"Hei... hei... ada apa denganmu?"

Genggaman Singto pada tangan Krist begitu erat ditambah tatapan sendu yang terlihat berkaca-kaca. Singto dengan wajah penuh kehancuran sedang memandanginya sekarang.

"Hiduplah bersamaku. Aku akan menyerahkan seluruh hatiku. Aku akan hidup dengan baik agar bisa mendampingimu sampai kita menua bersama."

"Tunggu sebentar.... Sejujurnya sejak tadi aku bingung dengan sikapmu. Ada apa sebenarnya denganmu, Sing?"

Singto merogoh saku jasnya, mengambil ponsel dan menyerahkannya pada Krist.

"Lihatlah!" perintah Singto.

M E R C U S U A R [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora