- 3 -

4.4K 381 12
                                    

Terik matahari yang menyengat kulit membuat siang yang hampir menyentuh tengah hari itu begitu gersang. Sepoi angin ikut andil untuk menerbangkan debu dari tengah lapangan, juga beberapa pasang sepatu yang saling bergesekan tidak teratur dengan lapangan outdoor, membuat kepulan debu sesekali tampak jelas dari bekas tapakan beberapa pasang sepatu tersebut.

Di tengah lapangan, tampak beberapa siswa dengan jersey biru navy bergaris putih saling berebut bola dengan kaki mereka. Termasuk Aksa yang sejak awal latihan sudah mendapatkan banyak decakan dari teman se-tim gara-gara permainannya yang cukup kacau. Karena kelelahan, akhirnya ia memilih berhenti saja. Hari ini selain moodnya sedang tidak baik, ia juga merasa sedang tidak vit.

Aksa berkacak pinggang sambil menengadah. Menatap sang surya diatas sana yang dengan angkuh seolah hendak menghanguskan kulit putihnya dengan mata menyipit, Aksa bahkan bisa melihat ada awan menggumpal di angkasa sana, tapi ternyata gumpalan tersebut tidak mampu meredam barang sedikit terik surya diatas sana. Tubuhnya bermandi peluh, jersey yang digunakan Aksa bahkan hampir menempel sempurna pada punggung telanjangnya dalam keadaan basah karena keringat, juga rambutnya yang kini tampak lepek.

Aksa memilih untuk menepi. Berjalan pelan dengan napas yang memburu sambil menunduk mendekati tepi lapangan. Tangannya menyentuh letak organ bagian dadanya dengan dahi menukik tajam.

Perasaan apa ini?

"Lo kenapa, Sa?"

Aksa menoleh, mendapati sosok Adam yang kini berjalan mendekatinya.

"Sakit?" Tanya Adam lagi setelah menunggu beberapa lama dan masih tidak mendapat jawaban dari Aksa. Bahkan setelah Aksa terduduk di sudut lapangan dengan kedua kakinya diselonjorkan kedepan. Kedua maniknya memejam.

"Gue oke," ujar Aksa. Lalu menenggak isi dari botol air mineral pemberian Adam. Tenggorokannya yang terasa kering berubah dingin  setelah dialiri air tersebut. Rasa segar mulai menggantikan rasa penat dan lelah yang awalnya menyelimuti Aksa.

Tapi Adam tetaplah Adam yang terlalu hapal gelagat sahabatnya. Kalau Adam bisa tahu luar dalam seorang Dika yang penuh misteri, maka ia juga yang paling mengerti bagaimana memahami Aksa yang lebih seperti buku asing. Terbuka lebar dihadapan orang banyak namun tidak mudah terbaca.

Sedekat itu hubungan Adam dengan si kembar, sampai gelagat aneh sekecil apapun dari keduanya, hanya dengan sekali lihat Adam bisa tahu bahwa sahabatnya sedang tidak baik-baik saja. Berkat kebiasaan Adam menyaksikan keduanya yang kadang terpaksa harus melepas topeng masing-masing. Tapi hanya Adam, hanya didepan cowok dengan emosi paling labil tersebut.

"Sa, jangan kira gue gak bisa nangkep gelagat aneh lo yah. Gue kenal lo gak cuma sebulan dua bulan, kita bahkan udah sahabat sejak masih dalem perut. Jadi kalo lo berniat nyembunyiin sesuatu dari gue, lo salah orang. Sayangnya, gue terlalu peka dengan apa yang lo sembunyiin."

setelah ocehan panjang lebar Adam, Aksa masih enggan membuka suara, hingga membuat Adam berdecak kesal.

"Gak tau, Dam. Perasaan gue gak enak," lirih Aksa akhirnya.

"Maksud lo?" kini giliran Adam yang menukik alisnya tajam sambil menatap Aksa penuh tanya.

"Entahlah. Dari tadi gue kepikiran--"

"Wooyy! Aksara Marama tukang merem!" pekikan dari arah belakang membuat keduanya sontak menoleh. Ternyata adalah Reza dan anak-anak lain yang telah mengakhiri latihan mereka. Kini mereka mengambil posisi duduk disekitar Aksa dan Adam, ikit bergabung dengan obrolan keduanya.

"Tumben permainan lo tadi ancur banget!" ketus Reza dengan napas yang masih tersengal. Lelah setelah latihan cukup lama.

"Cih, biasanya lo juga yang paling ancur"

SILHOUETTE ✅Where stories live. Discover now