- 19 -

4.4K 331 53
                                    

Aksa menyesap coklat panas didepannya sambil kedua manik dengan iris pekat miliknya menatap lurus sosok gadis dengan kerudung pink dihadapannya, bibir gadis itu tampak dibaluri liptint dengan warna cherry, membuat senyum tipis yang tersungging dari kedua bibirnya terlihat cerah, sesekali kepalanya berayun pelan mengikuti alunan musik di caffe tersebut.

"Udah lama enggak jalan kayak gini, yah? biasanya tiap bareng pasti alasannya buat belajar doang"

Aksa terkekeh pelan, secangkir coklat panas dalam genggamannya kembali diletakkan diatas meja. Maniknya masih belum beralih dari sosok Annisa, membiarkan tatapan mereka saling mengunci satu sama lain.

"Lo nya terlalu sibuk belajar, sih. Gue jadi enggak punya celah buat ngajakin lo keluar kayak gini," timpal Aksa.

Annisa memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Aksa. Hei, cowok di depannya ini sepertinya tidak sadar ketika mengucapkan kalimat tersebut. Bukanya terbalik selama ini Aksa terlalu sibuk dengan semua schedulenya yang hampir seluruhnya bertabrakan dengan jadwal belajar mereka?

"Excuse me, kayaknya yang suka sibuk latihan basket sama footsal lagi nggak nyadar diri, deh"

Tawa Aksa pecah. Membuat matanya melengkung seolah ikut tertawa. Dihadapannya, Annisa tersenyum puas melihat senyum lebar Aksa yang bahkan bisa ia hitung dengan jari berapa kali melihatnya. Aksa yang dikenal lebih cenderung menampilkan wajah datar penuh dengan gurat cemas yang entah untuk siapa. Kini melihat wajah lelah itu tampak berwarna membuat desir hangat dihati Annisa.

"Jadi? Ngapain tiba-tiba ngajakin ketemuan? Bukannya belajar di rumah. Besok kita lomba, lho, Sa"

"Iya tau. Karena besok olimpiade yang udah kita tungguin sama-sama, makanya aku ngajakin kamu ketemu, buat refreshing biar enggak belajar mulu. Skalian ada yang pengin aku omongin"

Annisa memicingkan matanya menatap Aksa. Gemas sendiri melihat sudut bibir Aksa yang terus menerus terangkat seperti sedang menahan senyum. Apalagi Annisa tahu, setiap kali cara bicara Aksa berubah padanya, pasti ada sesuatu yang berusaha Aksa sampaikan, meskipun berkali-kali selalu gagal. Annisa tidak bodoh, Aksa memang adalah sosok yang sulit terbaca, berbeda jika sudah mengenai perasaannya pada Annisa, bagi Annisa, ketika itu Aksa seperti buku yang terbuka pada bagian inti cerita. Tatapan matanya selalu tepat sasaran.

"Hh'mm.. ngomong apa?"

Aksa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pandangannya meliar memperhatikan seisi caffe, para pengunjung yang sepertinya sibuk dengan obrolan mereka masing-masing, tampak tidak peduli dengan apa yang akan Aksa lakukan.

"Enggak kerasa bentar lagi udah mau kelas tiga," Annisa mengangguk sambil menyesap jus Alvokad miliknya, "Kemarin pembina bilang, ini akan jadi terakhir kalinya kita ikut berpartisipasi di olimpiade sains sekolah" lanjut Aksa.

Lagi-lagi Annisa mengangguk. Membiarkan Aksa menyampaikan semua yang selama ini terpendam tanpa ia harus menyela ucapan itu ataupun menghindar seperti sebelum-sebelumnya.

"Berarti.. setelah ini enggak ada lagi yang bisa aku jadiin alasan untuk bisa ketemu kamu tiap hari, enggak ada lagi alasan aku buat nelpon kamu tiap kali pengin dengar suara kamu, iya, nggak?"

Annisa tidak lagi mengangguk. Kali ini dibiarkannya netranya terkunci tepat pada manik coklat madu milik Aksa. Berusaha untuk tetap tenang kendati kedua tangan Annisa sudah saling meremat dibawah meja karena saking gugupnya.

"Cha, aku yakin kamu udah tau apa yang sedang berusaha aku sampein ke kamu skarang, juga dari rumor yang sering kamu dengar di sekolah. Tapi tetep aja, aku maunya kamu denger langsung dari aku,"

Hening kembali mengambil alih, menciptakan kecanggungan diantara keduanya. Kendati manik keduanya enggan membuat jarak, masih betah untuk saling menyelami kedalamnya masing-masing. Yang satu berharap menemukan jawaban, sedang yang lainnya berusaha menyampaikan.

SILHOUETTE ✅Where stories live. Discover now