- 13 -

3.2K 294 11
                                    

Kriinngg.. krriinngg..

"Aksaaaa"

Hari minggu pagi. Aksa sedang duduk di depan TV sambil membaca buku komik Doraemon favoritnya, buku yang hanya bisa Aksa sentuh di hari libur. Di sampingnya ada Dika yang sibuk menonton kartun. Tampangnya tampak tidak bersemangat menonton kartun tersebut. menunjukkan betapa tidak menarik kegiatan Dika pagi ini. biasanya Dika hari libur seperti ini sudah berada di lapangan dekat kompleks sambil memainkan bola kakinya. Tapi sekarang Dika tidak bisa lagi melakukan hal itu.

Tepat ketika keduanya mendengar lonceng sepeda dari luar, membuat Aksa dan Dika sontak menoleh ke arah pintu utama.

"Aksaa, main yuk!"

 suara yang sangat Aksa kenal itu kembali terdengar. Aksa sudah tahu siapa yang akan datang pagi-pagi begini dan mengajaknya bermain. Siapa lagi kalau bukan Adam. Sewaktu kecil Adam masih tinggal di kompleks yang sama dengan si kembar, tapi beranjak SMA, keluarga Adam akhirnya harus pindah.

Aksa membawa langkah kaki kecilnya menuju keluar rumah dengan sedikit berlari, di belakangnya Dika mengikuti. Dalam hati Dika berharap Adam datang untuk mengajak mereka bermain sehingga ia bisa bermain sepeda di luar sekedar keliling-keliling kompleks, sudah lama ia terkurung di rumah terus hanya karena penyakitnya.

"Adam!" pekik Aksa, ia sudah melangkah mendekati Adam tanpa alas kaki

"Aksa! main yuk, sepedaan keliling kompleks. Hitung-hitung olahraga," ujar Adam dari balik pagar, ia sudah nyengir lebar sambil menaik turunkan keningnya. Aksa mendongak sebentar, menghalangi silau matahari.

"Mataharinya udah tinggi banget. Panas, Dam"

"Ck! Baru juga jam 9, Sa. Udah ayok!"

Aksa tampak menimang, sejujurnya Aksa ingin ikut tapi mama meminta Aksa untuk menemani adiknya dirumah selama mama  pergi ke pasar membeli bahan makanan. ia menoleh ke belakang, pada Dika yang hanya berdiri di ambang pintu. Aksa tahu adiknya itu mengikuti Aksa yang berlari keluar.

"Kita ajak Dika juga yah?" tawar Aksa.

"Jangan ah! Dika, kan, sakit, Sa. Nggak boleh naik sepeda, kalau pingsan gimana? Ngerepotin!" Ketus Adam. Ia menoleh dengan tatapan kesal pada Dika yang masih menguping pembicaraan mereka.

Adam kesal, sejak Dika sakit mereka tidak pernah lagi bermain bersama. Padahal masih ada Aksa yang baik-baik saja, tapi Aksa selalu menolak dengan alasan tidak ingin meninggalkan Dika sendiri di rumah.

"Nanti Dika aku yang boncengin, gimana?" ujar Aksa, membuat atensi Adam kembali pada Aksa.

"Panas, Aksa! kalau Dika tiba-tiba pingsan karena kepanasan gimana? Ngerepotin banget ah! Nanti dimarahin Tante Ratna. Berdua aja deh, ayok!"

Blam!

Keduanya menoleh pada pintu rumah yang ditutup kasar oleh Dika. Aksa mendesah berat, lagi-lagi Dika marah.

"Tuh, kan, Dika pasti marah" lirih Aksa. kini ia menatap kesal pada Adam. Adam selalu saja berucap sesuatu yang membuat Dika marah atau tersinggung. Sejak kecil mulut Adam memang paling juara kalau membuat Dika tersinggung.

"Biarin! Tau lagi sakit diam aja di rumah! Yaudah yuk, Dika udah masuk juga,"

Aksa mendengus kesal, "Nggak mau ah! Aku mau di rumah aja main sama Dika!" ia langsung berbalik kembali ke rumah, meninggalkan Adam yang kesal sendiri karena batal bermain.

"Aksaaaa!" pekik Adam masih berusaha meminta,

"Aku nggak mau, kasihan Dika nggak ada teman mainnya. Besok aja di sekolah. Bye!" Aksa benar-benar berlalu dari hadapan Adam.

SILHOUETTE ✅Where stories live. Discover now