The Girl Behind the Door pt.1

1.8K 279 66
                                    

Gangguan kecemasan membuat Seulgi tak pernah keluar dari rumahnya dan tak pernah berinteraksi dengan siapa pun. Dia hanya melihat dunia melalui jendela, sampai seorang pria yang mengaku sebagai tetangganya tiba-tiba berkunjung.

Inspired by the woman in the window trailer.


.

.

.

Seulgi tak pernah menyesal saat keterbatasannya dianggap menghalangi kehidupan yang seharusnya dia jalani di usia muda. Saat semua orang seumurannya pergi ke luar untuk bekerja atau menyelesaikan sekolahnya, dia hanya bisa menikmati secangkir teh dan melamun di depan jendela menatap kehidupannya lewat sana.

Ya, itu yang bisa dia lakukan selain membuka laptopnya sesekali. Bukan, bukan Seulgi pemalas atau terlalu capek pergi keluar, dia melakukan ini karena satu hal yang tak orang mengerti. Jangan heran, dia bahkan tak pernah meninggalkan rumah yang ditinggalinya sendirian dari beberapa bulan lalu itu. Alasannya ... karena diagnosa penyakitnya.

Sebenarnya ini lebih kepada kesehatan mentalnya. Seulgi memiliki gangguan kecemasan yang dia derita selama enam bulan terakhir.

"Nona Seulgi tak bisa bertemu dengan orang-orang. Gangguan kecemasannya akan kambuh."

"Agar dia tak takut dan berteriak lagi, orang-orang tak boleh mendekatinya."

Seperti yang dokter bilang, Seulgi pasti akan sesak detik itu juga dan merasa jika dirinya akan mati setelah itu. Hanya ayahnya dan dokternya yang bisa mendekat karena Seulgi merasa sudah biasa.

Tapi jika seseorang bertanya kenapa dia bisa seperti itu, Seulgi tentu punya alasan. Alasan yang begitu menakutkan saat dia hampir menjadi korban pemerkosaan. Di sebuah gang sempit saat dirinya pulang bekerja.

Sampai hari itu, hidupnya terasa dihantui orang-orang jahat. Dia bahkan berteriak saat orang-orang mulai mendekatinya. Dan entah sudah berapa banyak obat yang dia minum, keadaannya tetap seperti itu.


Kini, gadis itu seperti biasa memposisikan dirinya di depan jendela saat pagi hari datang. Ditemani secangkir teh yang baru dia buat. Dia menyipitkan matanya saat matahari menyinari wajahnya yang seputih kapas.

Gadis itu menampakkan sedikit senyumnya saat mulai mengambil dan menyesap tehnya. Meskipun terasa hambar, seperti hidupnya.

Seulgi menatap ke arah luar, biasanya, jam 7.30 tetangganya yang berada di seberang rumah sudah keluar dan bersiap pergi ke kantor. Dan selanjutnya, Seulgi pasti akan melihat anak laki-laki SMA yang menaiki sepedanya untuk berangkat sekolah. Dia tahu, dan dia sudah hafal dengan rutinitas itu selama beberapa bulan terakhir.

Gadis itu pun kini menyimpan tehnya di atas meja. Dia masih memandangi pemandangan di luar, saat tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan panggilan masuk.

Jika ponselnya berdering, itu pasti dari ayahnya, karena satu-satunya yang dia punya adalah ayahnya setelah ibunya meninggal beberapa tahun lalu. Dan memang benar, ayahnya yang menelepon.

"Halo." Seulgi sedikit terbata saat menerima panggilan dari ayahnya.

"Seulgi, sudah bangun?"

ABOUT USWhere stories live. Discover now