Chapter 35

41.5K 1.2K 36
                                    

Ketukan sepatu menggema di ruangan luas itu, seluruh pasang mata menatapnya kagum dari ujung kaki sampai kepala. Gio berjalan cepat ke arah lift diikuti oleh 2 orang pria berbaju hitam di belakangnya.

Pagi ini ia memiliki meeting penting sehingga ia terpaksa meninggalkan alexa, jika saja meeting ini bisa di gantikan ia akan sangat senang menemani alexa di rumah sakit, tetapi gio sedikit bernafas lega karena besok adalah hari kepulangan alexa.

Ia tidak menghiraukan para karyawan yang selalu menatapnya setiap ia melewati lobby kantornya, ia sudah biasa melihat tatapan seperti itu dari orang-orang.

TINGG!!!.

Lift terbuka. Gio langsung masuk ke dalam lift pribadi yang langsung mengantarkan dirinya ke ruangan pribadinya diikuti oleh 2 orang kepercayaannya. Jika kalian bertanya siapa mereka, keduanya adalah anak buah william, gio sengaja menyuruh william yang menjaga alexa di rumah sakit karna gio lebih mempercayakan william di banding anak buah nya.

-------------------------------

Lilian melemparkan sebuah dokumen di atas meja lalu membuka kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Ia menatap carla yang hanya menatap dokumen yang ia berikan tanpa berniat membuka dan melihat isi dokumen tersebut.

"Bukalah, itu hadiah untukmu." Ucap lilian menatap carla.

Carla yang sedang bersandar di sofa pun akhirnya memutuskan untuk membuka amplop coklat yang ia yakini di dalamnya berisi sebuah kertas.

Ia membuka amplop tersebut, lilian melangkahkan kakinya untuk duduk di samping carla.

"Hadiah berupa sebuah kertas? Apa kau baru saja menulis sebuah surat untuk-ku?" Tanya carla yang masih membuka amplop coklat tersebut.

Lilian tertawa, "kurasa kau jauh mengenal diriku di banding suamiku, aku tidak mempunyai hoby menulis seperti dirimu." Ucap lilian.

Carla mengeluarkan 3 lembar kertas putih yang berada dalam amplop tersebut, di lembaran pertama carla melihat 2 buah foto, foto yang pertama sangat familiar di memorinya sejak dulu tengah di gendong oleh seorang wanita, akan tetapi ia hanya mengenal anak kecil dalam gendongan wanita tersebut.

Carla beralih untuk mengamati foto kedua di lembaran pertama itu, ia menatap foto anak remaja yang wajahnya mirip sekali dengan alexa.

Carla menoleh ke arah lilian yang hanya menatapnya.

"Apa benar dugaanku?" Tanya carla.

Lilian tersenyum, "Kau akan tahu setelah kau membacanya."

Carla menganggukan kepalanya lalu membuka lembaran kedua, matanya mulai membaca semua tulisan di atas kertas itu, tak lama kemudian air mata nya mengalir halus di pipinya. Tanpa menunggu waktu lama ia langsung membuka lembaran terakhir, di atas kertas itu terdapat nama sebuah rumah sakit ternama tepatnya tempat dimana alexa di rawat setelah grace berhasil melukai alexa. Di kertas itu adalah hasil tes DNA yang di lakukan 3 hari lalu.

Ia membaca secara teliti, air matanya benar-benar tidak dapat terbendung lagi. Carla menoleh ke arah lilian yang menatapnya haru, "Aku sangat bahagia lilian, terima kasih." Ucap carla memeluk lilian.

Lilian membalas pelukan carla, ia menyalurkan kekuatan untuk sahabat sekaligus kakanya.

"Aku harap ini tangisan terakhirmu." Ucap lilian dengan mata yang berkaca-kaca.

Ia membiarkan carla menumpahkan segala tangisannya di pelukannya, ia jelas tau rasa bahagia bercampur sedih yang carla rasakan, apalagi mengingat masa kecil carla yang menjadi anak kesepian, memikirkan hal itu membuat dirinya sakit. Terkadang lilian tidak mengerti mengapa carla kuat menghadapi semuanya, jika saja dirinya yang merasakan hal itu ia mungkin tak akan sanggup.

Gio mengeluarkan ponsel dari saku celana berbahan satinnya, ia tersenyum melihat foto yang alexa kirimkan ketika alexa sedang menyantap buburnya.

Tatapannya lalu beralih melihat jam tangannya, ternyata sudah pukul 2 sore. Ia memutuskan untuk melakukan video call dengan alexa.

Gio menatap layar ponselnya, panggilannya tak kunjung di angkat oleh alexa.

"Kemana kau ini sweetheart!" Ucap gio entah pada siapa.

Ia kembali menelepon alexa, tanpa menunggu waktu lama layar ponselnya menampilkan wajah alexa khas bangun tidurnya.

"Kau mengganggu tidur siangku." Ucap alexa kesal.

Gio tertawa kecil, "Maafkan aku sweetheart aku tidak tau kalau kau punya kebiasaan baru untuk tidur siang."

"Tadi aku begitu ngantuk, morgan meninggalkanku, ia berkata harus bekerja, aku mencoba hubungi kimberly ia juga sedang sibuk di studio. Jadi tidak ada salahnya aku tidur." Ucap alexa kemudian mengambil segelas air putih di samping tempat tidurnya.

Gio menatap alexa di seberang telepon, "Kau membuatku ingin pulang sekarang juga sweetheart."

Alexa menatap ponselnya, gio yang sedang bersandar di kursi kebesarannya terlihat begitu santai.

"Apa kau masih lama?" Tanya alexa.

Gio menaikan salah satu alisnya, "Apa kau menungguku?"

Alexa tertawa, "Ya aku menunggumu sayang."

Hati gio menghangat, ia merasa sangat senang alexa memanggilnya dengan sebutan itu, selama ini hanya dirinya yang selalu memanggil alexa dengan sebutan sayang bukan alexa, ini adalah yang pertama kalinya.

"Aku tidak mendengarnya, bisa kau katakan lebih keras sweetheart." Ucap gio tanpa menghilangkan senyuman manis di bibirnya.

Alexa menggelengkan kepalanya, ia tau gio hanya berpura-pura.

"Oh ayolah sweetheart." Ucap gio memohon.

Alexa tetap menggelengkan kepalanya, pipinya memerah menahan rasa malunya.

"Baiklah jika kau tidak mau mengucapkan ulang aku tidak akan menjemputmu besok untuk pulang." Ancam gio.

Alexa mengecutkan bibirnya, "baiklah-baiklah." Ucap alexa cepat.

Gio tersenyum penuh kemenangan.

"Ya aku menunggumu sayang." Ucap alexa tertawa kecil.

Gio yang menatap wajah alexa di ponselnyapun ikut tertawa, "Aku suka panggilan barumu sweetheart. Tunggu aku, satu jam lagi aku akan segera kesana."

Alexa tersenyum.

"Aku matikan dulu teleponnya sweetheart." Ucap gio kemudian berdiri.

"Ya, jangan terlalu lama aku merindukanmu." Ucap alexa kemudian segera mematikan panggilan tersebut sebelum gio kembali menggodanya lagi.

Gio menatap layar ponselnya sambil tersenyum, alexa benar-benar mengubah hidupnya.

MSB (Sedang Dalam Tahap Revisi) ✅Where stories live. Discover now