1. You're a Thorny Rose

4.5K 304 19
                                    

roses are indeed beautiful and elegant

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

roses are indeed beautiful and elegant. everyone can fall in love, but never forget about its thorns




Jeno mendudukan dirinya pada bangku stasiun. Menunggu jemputan yang akan mengantarkan dirinya menuju rumah kedua orang tuanya. Kepalanya menunduk ke bawah selaras dengan perasaannya yang sungguh campur aduk.

Kota ini, kota dimana ia dilahirkan dan dibesarkan menyimpan begitu banyak kenangan untuk Jeno. Ada yang buruk, tapi yang indah pun tak kalah banyak.

Sudah tiga tahun ia tidak pulang. Jeno begitu menyibukkan dirinya di ibukota sehingga ia bisa membuat berbagai alasan untuk tidak pulang meski pada masa liburan sekali pun. Sejak saat itu, ia masih belum siap untuk kembali ke kota yang mengingatkannya pada orang itu. Seseorang yang begitu ia tak ingin temui meski begitu ia rindukan.

"Jeno-ya!!"

Panggilan hangat dari ibunya menyadarkan Jeno dari lamunan siangnya. Ibunya tersenyum begitu lebar berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang murung. Namun, si anak itu tetap berusaha menyunggingkan senyuman kecil untuk ibunya.

"Eomma," balasnya.

Mereka pun berpelukan. Rasa rindu pada anak tak bisa seorang ibu tahan begitu lama. Ibunya pun tersenyum sembari menyentuh kedua pipinya.

"Astaga, mengapa anak eomma yang paling tampan ini sangat kurus? Ayo pulang, eomma sudah memasak makanan kesukaanmu."

Jeno pun mengangguk dan ibunya pun membawanya pulang. Pulang ke tempat kembalinya yang sesungguhnya. Pulang ke tempat yang selama ini selalu ia hindari.

Semuanya karena satu hal, satu orang yang mengacaukan dirinya tiga tahun lalu.

Na Jaemin, cintanya yang telah dimiliki orang lain.

***

Jeno duduk pada meja makan rumahnya. Aroma masakan menguar kuat dari dapur. Ibunya benar-benar memasak semua masakan kesukaannya. Tentu saja ia senang kembali ke sini, ibunya pasti sangat kesepian harus hidup sendirian selama beberapa tahun ini. Jeno merasa begitu jahat karena sudah egois karena perasaannya.

Ayahnya meninggal lima tahun lalu saat ia tengah dalam jenjang perkuliahan. Seharusnya sebagai anak satu-satunya Jeno lah yang harus menjaga ibunya, tapi ia malah kabur dan meninggalkan ibunya sendirian.

Untung saja rumah bibinya lumayan dekat dari sini. Kalau saja ada sesuatu bisa minta tolong lebih dulu. Kalau tidak Jeno tentu akan merasa semakin buruk.

Masakan ibunya tetap sama. Selalu menjadi yang paling pas untuk seleranya. Seperti biasa wanita tua itu selalu bertanya macam-macam padanya, ingin tahu apa saja yang terjadi selama anaknya merantau itu. Hanya saja, ada satu yang berbeda. Adalah hatinya yang gundah dan bingung.

"Jeno-ya, tahu tidak kalau Jaemin sudah bercerai?"

Jeno hampir saja tersedak makanan.

Jaemin bercerai?

"Astaga, pelan-pelan kalau makan." Ibunya mengambilkan minum yang langsung ditenggak habis tanpa sisa oleh Jeno.

Jaemin bercerai? Ia sekarang tidak lagi memiliki suami?

"Bercerai? Sejak kapan? Kenapa ibu tak memberitahuku?"

"Kau kan tidak bertanya," ibunya melihat dengan serius, "ibu kira kau sudah tidak mau tahu apa-apa tentang Jaemin."

Jeno meletakan sendoknya dengan keras. "Ibu, astaga. Sejak kapan ia bercerai?"

Ibunya berpikir sejenak, berusaha mengingat memori dalam otaknya yang sudah agak samar karena usia. Jeno terus menunggu dengan harap. Jaemin sudah tak dimiliki siapa-siapa?

"Mungkin enam bulan lalu?" Ibu Jeno terlihat menghela nafas. "Tidak tahu kenapa. Sepertinya anak itu tidak ingin orang lain tahu tentang masalah ini."

Ibu Jeno tersenyum miris begitu melihat mata Jeno yang berbinar penuh harapan. Tidak tahu saja apa yang ibunya akan katakan setelah ini.

"Jangan kau harapkan dia lagi. Meski sudah bercerai, Jaemin tidak sendiri. Ia sudah punya kekasih baru," ucap wanita tua itu sembari mengambilkan lauk untuk anaknya.

Jeno meletakan sendoknya kasar. Rasanya seperti baru saja terbang ke angkasa lalu dilempar begitu saja ke bumi. Sungguh rasa bahagia yang semu.

Ia menertawai hati kecilnya yang sempat berharap akan lelaki manis itu. Bodohnya, Na Jaemin tetaplah Na Jaemin. Meskipun ia adalah pemilik mutlak hati Jeno, tetap saja seharusnya Jeno tidak memikirkannya lagi.

"Lucu sekali."

Ibunya menghela nafas. Ia genggam tangan anaknya itu lalu menatap lembut pada Jeno. "Ia pasti punya alasan. Bagaimana pun ia berhak bahagia meski pernikahannya tidak berlangsung semestinya. Mungkin lelaki ini akan menjadi yang terakhir untuknya. Siapa tahu, kan?"

Jeno tertawa dalam hati. Lelaki terakhir? Konyol saja!

Jeno tahu betul siapa itu Jaemin. Si manis itu bahkan tidak malu sama sekali ketika orang-orang tahu kalau ia sudah punya pacar baru. Padahal baru enam bulan sejak perceraiannya.

Jeno membuang tubuhnya pada sandaran kursi. Kepalanya menengadah ke atas, tangannya ia gunakan untuk memijat dahinya. Ia tiba-tiba pusing memikirkan segala hiruk pikuk kehidupan cintanya yang tak bisa lepas dari Jaemin.

"Ibu, kenapa dari semua manusia yang ada di dunia ini aku harus mencintai orang seperti Jaemin?"

Wanita tua yang tengah membuat minuman jeruk itu pun menoleh. Tersenyum pada kisah cinta anaknya yang masih belum membuahkan hasil manis. "Entahlah, sayang. Tapi, Jaemin itu memang orang yang mudah untuk dicintai," ibunya tertawa kecil. "Dia itu seperti punya magnet untuk menarik orang-orang di sekitarnya."

Ibunya meletakkan jus jeruk itu di depan mangkuk nasi Jeno lalu mendudukan dirinya pada kursi tepat di sebelah anaknya itu. "Kepribadiannya yang hangat, senyumnya juga manis. Ibu tidak heran dirimu begitu tergila-gila padanya meski setelah apa yang ia perbuat padamu."

"Aku bodoh, ya?"

Ibunya terkikik geli. Tak bisa menahannya meski merasa tidak enak sekali pun pada putra semata wayangnya itu. Menurutnya itu adalah salah satu pertanyaan retoris yang paling jelas dan lucu yang pernah anaknya katakan.

"Bukankah itu sudah jelas, anakku?"

"Eomma! Aku sedang serius, lho!"

"Maaf, maaf, Jeno-ya. Lagi pula mengapa kau jujur sekali begini."

Jeno menatap ibunya malas. "Jadi, apa yang harus aku lakukan?"

"Tentu saja melanjutkan hidupmu seperti biasa, Jeno-ya. Bukankah kau baik-baik saja selama pelarian dirimu dari Jaemin selama 3 tahun ini?"

"Begitukah?"

Ibunya mengangguk pelan lalu mengusap helaian surai kelam Jeno. "Anak ibu yang paling tampan, mungkin memang lewat cintamu pada Jaemin, Tuhan ingin kau belajar?"

"Dari cinta?" Ibunya mengangguk. "Ya, bahwa kau tak boleh lupa jika mawar yang indah itu berduri."


TBC

Hi, aku bawa work baru nih. 

Semoga suka ya....



11 Mei 2020

il mio fiore [NOMIN ; Lee Jeno x Na Jaemin]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum