3. The Blue and Pink Hortensia

1.6K 219 12
                                    

Western florists often use the blue one in wedding bouquets and apology arrangements to tie in with their graceful and abundant meanings while pink hortensia symbolize true feelings, some say it carry sincere emotions and the meaning of love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Western florists often use the blue one in wedding bouquets and apology arrangements to tie in with their graceful and abundant meanings while pink hortensia symbolize true feelings, some say it carry sincere emotions and the meaning of love



Jeno terbangun pertama kali dalam kamar tidurnya setelah 3 tahun harus merasakan kerasnya ranjang kosnya di Seoul. Rasanya begitu hangat dan nyaman kembali ke rumah sendiri, Jeno merasa dimanja setelah terlalu lama merasa sendirian.

Ia berjalan keluar dari kamarnya, mencari sang ibu yang pasti sedang sibuk di pagi hari. Tempat pertama yang ia datangi tentu saja dapur. Sayang sekali karena Jeno tak melihat sosok ibunya di sana, namun begitu untungnya ia mendengar suara nyanyian secara samar dari depan rumah.

Pasti ibunya sedang berkebun!

Jeno pun sambil mengucek matanya menghampiri sang ibu di luar. Tak peduli kalau baju yang melekat pada tubuhnya hanya sebatas celana pendek saja. Lagi pula Jeno ingin sekalian bersedekah pada wanita wanita muda yang dulu merupakan penggemarnya.

Siapa tahu kalau mereka lewat, kan?

"Eomma?"

Wanita tua yang masih begitu cantik itu pun menoleh dan tersenyum. "Eh, anakku. Mengapa tidak memakai baju? Sebentar eomma ambilkan jaket."

Ibunya pun segera berlari ke dalam. Sementara itu Jeno berjalan saja ke tempat ibunya tadi sedang berkegiatan. Pada kebun mini depan rumahnya ada cukup banyak tanaman dan bunga. Semenjak Jeno pergi, ibunya pasti bosan sekali di rumah sehingga sebagai hobi Jeno pun menyarankan untuk ibunya berkebun. Siapa sangka kalau beliau sangat ketagihan begini.

"Nah, ini pakai dulu."

Ibunya kembali dengan membawakan sebuah jaket biru miliknya dulu. Saat pindahan, ia memang sengaja tidak membawa semua bajunya. Meski nyatanya tidak pulang-pulang, Jeno tetap berniat untuk kembali suatu hari nanti.

"Eomma kemarin baru mendapat hadiah bunga baru. Cantik sekali."

Ibunya menunduk di depan sebuah bunga berwarna biru yang kelopaknya agak lebar dan tipis. Sebagai seorang florist tentu Jeno tahu jenis apa bunga ini. Hydrangea macrophylla atau yang lebih dikenal sebagai hortensia.

Sebuah bunga yang popular karena bunga inilah yang Kaisar Jepang berikan pada kekasihnya sebagai permintaan maaf karena mengabaikannya saat beliau banyak urusan. Bunga ini biasanya diberikan sebagai simbol permintaan maaf dan penyesalan.

"Eomma, siapa yang memberikan bunga itu? Apa ada yang menyakiti eomma?"

Jeno melihat ibunya menghela nafas sebelum kembali berdiri menghadapnya. Kini mata teduh ibunya tengah menatap Jeno dengan tatapan yang tak bisa ia artikan.

Ada apakah?

"Jeno-ya, sebetulnya bunga ini untukmu," ucap ibunya sembari mengusap pelan kedua lengannya yang tertutupi jaket itu.

"Untukku?"

"Ya, dari Jaemin."

***

Bagaimana ceritanya Jeno bisa jadi seorang florist padahal jelas-jelas kalau ia kuliah hukum? Tentu saja karena kebodohannya yang kabur begitu saja dari Jaemin, kalau universitasnya di sini, bagaimana ia bisa kuliah dari Seoul?

Kebetulan ia punya seorang teman yang punya toko bunga dan beruntungnya Jeno diberikan kepercayaan untuk memegang salah satu cabang. Setahun kemudian, tiba-tiba ia sudah membuka tokonya sendiri di daerah Yongdu dan sekarang bahkan ia sudah membuka cabang pertamanya di Hwayang. Kalau kata Renjun-temannya yang punya toko bunga, sebab perkembangan pesat usahanya adalah karena wajah tampannya.

Sebetulnya Jeno tidak merasa tersinggung akan ucapan temannya itu. Lagi pula itu salah satu kelebihan yang Tuhan berikan padanya. Jeno justru merasa bersyukur.

Hari ini kebetulan adalah hari pertama cabang keduanya di buka. Jeno berencana untuk tinggal di sini untuk menemani ibunya. Sudah cukup perilakunya yang menunjukkan betapa pecundang dirinya, sekarang ia akan menjadi lelaki dan akan menjaga ibunya.

Masa bodoh dengan Na Jaemin!

Betul, itu yang baru Jeno katakan barusan. Itu betulan dari pikiran Jeno sendiri, tidak ada yang mengada-ngada. Pikirannya akan tetap seperti itu kalau si heroin dalam hidupnya itu tidak datang dengan senyum manis andalannya. Sialan! Kenapa mereka harus bertemu secepat ini?

"Hai?"

Satu kata yang Jaemin ucapkan berhasil membuat Jeno terpaku. Lidahnya kelu untuk sekadar menjawab sapaan dari si pria manis di hadapannya ini. Jeno sudah menyiapkan diri untuk bertemu Jaemin suatu hari nanti-karena tidak mungkin Jeno tidak bertemu dengan tetangga depan rumahnya. Hanya saja tidak secepat ini.

"Hei? Jeno-ssi?"

Persetan sekali dengan panggilan formal itu. Tidak ingatkah Jaemin kalau ia pernah berkali-kali berada di bawah Jeno dan berteriak begitu kenikmatan saat kegiatan panas mereka?

"Aku ingin membeli bunga," ucap Jaemin dengan senyum manisnya.

Sialan sekali, hidup Jeno sungguh penuh dengan kesengsaraan!

Untung saja ada pegawainya, kalau tidak Jeno tidak akan kembali dalam kesadarannya jika saja pegawainya itu tidak berusaha memanggil namanya beberapa kali.

"Ah, iya. A-apa sudah ada jenis bunga yang mau dipilih?"

Jaemin mengusap tengkuknya, "buket hortensia merah muda."

"Hortensia merah muda? Baik, t-tunggu sebentar."

Jeno memanfaatkan momen ini untuk membalikan tubuhnya. Jaemin tidak banyak berubah, hanya saja rambut merah mudanya itu berubah menjadi hitam dan lebih panjang dari yang Jeno ingat. Senyumnya masih begitu cerah, kulitnya masih bersinar. Meski berusaha menampik hatinya, Jeno sungguh merindukan sosok itu.

Sekuat tenaga Jeno menahan perasaannya. Berusaha ia tetap tenang sembari mengerjakan pesanan bunga Jaemin. Tetap hortensia, tapi dengan warna yang berbeda. Pasti ingin diberikan pada seseorang yang spesial, mungkin kekasihnya itu. Tidak seperti Jeno yang hanya mendapat bunga permintaan maaf.

Jeno pun memberikan buket bunga itu pada Jaemin begitu ia selesai. Si manis itu menerimanya dan menghirup pelan aroma dari hortensia di tangannya itu. Jaemin tersenyum lagi lalu menatap Jeno dengan lembut.

"Terima kasih. Selamat atas dibukanya tokomu yang baru."

Tanpa menunggu balasan apapun dari Jeno, primadona itu berjalan begitu saja menuju kasir. Jeno hanya mampu melihatinya yang indah itu. Meski Jaemin sangat dekat sekarang, rasanya justru Jeno lebih baik kalau berjauhan dengan si manis itu. Sebab jika bertemu dengan Jaemin, Jeno ragu untuk bisa menahan perasaannya lebih lama.

"Tolong berikan ini pada pemilik toko, ya. Terima kasih, semoga harimu menyenangkan." Jaemin pergi begitu saja setelah memberikan bunga itu pada pegawai di toko Jeno. Jaemin memang seperti itu, datang seenaknya dan pergi seenaknya juga. Tapi tunggu, tadi ia bilang apa?

"Tuan, ini dari pemuda yang tadi."

Jaemin memberikan bunga ini padanya?

Tapi, kenapa?


TBC



15 Mei 2020

il mio fiore [NOMIN ; Lee Jeno x Na Jaemin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang