18. The Most Beautiful Flower

879 119 13
                                    

Goodbye, i'll miss you a lot

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Goodbye, i'll miss you a lot.




Istri yang kehilangan suaminya disebut janda, suami yang kehilangan istrinya disebut duda, anak yang kehilangan orang tuanya disebut yatim piatu, tapi bagaimana dengan orang tua yang kehilangan anaknya?

Pernah ada yang bilang, kalau orang tua tidak boleh melihat anaknya meninggal dunia. Tidak bisa dibayangkan betapa hancur hati ketika melihat orang yang sudah kita rawat dan sayangi sejak ia masihlah bayi kecil harus pergi selama-lamanya.

Jeno pernah kehilangan ayahnya, ia juga menangis, ibunya pun juga menangis. Segala sesuatunya tak lagi sama seperti sebelumnya. Celah yang ayahnya tinggalkan itu tetaplah kosong, bahkan sampai sekarang meski sudah lima tahun berlalu.

Tapi ia tak pernah melihat pemandangan yang begitu menyedihkan seperti ini sebelumnya. Pemandangan seseorang yang raganya tetap namun jiwanya entah pergi kemana. Jeno tak bisa——tidak, sebetulnya Jeno tidak sanggup——untuk membayangkan betapa hancur hati wanita tua itu.

Miu telah pergi.

Selama-lamanya dari dunia ini.

Tak ada lagi senyumnya yang hangat seperti matahari pagi, tak ada lagi suara lembutnya yang menenangkan hati, tak ada lagi sentuhan halusnya yang selalu dinanti. Tak ada lagi Miu. Gadis itu sudah dijemput pulang oleh Yang Maha Kuasa.

Dengan pakaian hitamnya, ibu dari gadis yang baru saja pergi itu berusaha tegar menyambut tiap tamu yang datang pada pemakaman anaknya. Matanya yang sembab ia hiraukan. Meskipun hatinya serasa remuk berkeping-keping, wanita tua itu berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik untuk anaknya sampai terakhir.

Jaemin datang kemarin sore setelah Jeno telepon mengenai kabar Miu. Ialah yang membantu ibunya dalam mengurusi segala keperluan kematian sahabatnya itu. Ibu Miu hanya sendiri di sini. Tak ada keluarga atau pun orang yang bisa ia mintai tolong. Beruntunglah ada Jaemin yang dengan suka rela mau membantu.

Ia bahkan belum pulang sejak kemarin sampai hari ini. Dengan sabar menemani ibu dari Miu, berada di sampingnya sepanjang hari dan menenangkannya saat tangisannya kembali meledak di tengah-tengah pemakaman.

Lalu saat itulah, orang yang paling bertanggung jawab akan kematian Miu datang. Pria yang sudah menabrak Miu dengan mobilnya hingga ibunya harus kehilangan putri semata wayangnya.

Wanita tua yang tadinya sudah perlahan tenang mulai kembali tersedu. Suara tangisannya mulai memenuhi seluruh ruangan. Tangisan menyayat hati dari seorang ibu yang ditinggalkan anaknya. Jeno yang duduk diseberang itu pun hanya bisa menundukan kepalanya.

Pria berkisaran tiga puluh tahun itu duduk dihadapan ibu itu lalu hormat dan menunduk sedalam-dalamnya sebagai permintaan maaf tak terucap. Wanita tua itu bukannya tenang, tangisannya justru semakin terdengar menyedihkan.

"Maafkan saya, maafkan saya."

Lelaki itu tak mampu mengatakan apapun selain permintaan maafnya. Meski ia tahu itu sama sekali tidak cukup, tapi hanya sampai sinilah kemampuannya. Semenyesal apapun dirinya, ia bukanlah Tuhan yang bisa mengembalikan nyawa putri ibu di hadapannya ini.

"Miu....Miu...."

"Eommoni, sabar," ucap Jaemin sembari memeluk tubuh ringkih wanita tua di sampingya. Jaemin mengusapi punggungnya dengan lembut berharap bisa sedikit meringankan sakitnya hancur hati dari orang yang melahirkan sahabatnya itu.

Jeno yang tak sanggup melihat pemandangan ini semakin lama itu pun perlahan bangkit dan meninggalkan ruangan. Ia membawa tubuhnya yang lemas itu untuk menaiki tangga menuju atap rumah duka dan berdiam diri.

Hembusan angin malam yang dingin ini terasa begitu menusuk dan membuatnya merasa sedih. Padahal dua hari lalu meskipun dinginnya sama menusuk, Jeno menikmatinya dan dengan nyaman memeluk kekasihnya itu. Sekarang ia sudah tidak ada. Jangankan untuk memeluknya, melihatnya saja Jeno sudah tidak bisa lagi.

Mereka memang belum lama bersama, tapi Miu meninggalkan jejak yang begitu dalam di hatinya. Gadis itu bukanlah gadis biasa. Diantara jutaan manusia di dunia, Jeno beruntung bisa bertemu dan mengencani gadis seperti Miu.

Hangat, lembut, dan menenangkan.

Ceria, pengertian dan juga punya sifat yang menyenangkan.

Jeno merasa begitu nyaman berada disampingnya. Tak peduli akan masa lalu gadis itu yang mungkin sulit untuk diterima dan masih menjadi trauma untuk Miu sendiri, Jeno tetap melihatnya sebagai gadis yang akan selalu ia kenang dalam hidupnya.

"Hei, ibumu memanggil." Sebuah suara memanggilnya dari belakang. "Katanya kau belum makan sejak pagi," lanjutnya. Itu adalah Jaemin. Namin sayangnya Jeno tak menoleh dan tetap melihat ke depan dengan tatapannya yang kosong. Jaemin yang tak mendapat balasan itu perlahan mendekati Jeno dan berdiri di sebelahnya.

Jaemin hanya diam saja, tak satu pun kata terucap dari bibirnya. Ia biarkan hening menyelimuti mereka berdua. Lagi pula, tak ada kata yang tepat untuk bisa dibicarakan ketika kau kehilangan orang yang disayang. Mereka terus begitu hingga sepuluh menit ke depan. Jenolah orang pertama yang mulai bicara.

"Jaemin-ah.." panggilnya.

"Hmm?"

"Kenapa Tuhan mengambil Miu begitu cepat? Padahal ia sangat baik, banyak orang yang menyayanginya," ucap Jeno sembari menahan tangisnya.

"Jeno-ya, Miu pernah mengatakan padaku kalau ia pernah dengar bahwa kematian itu mirip dengan memetik bunga. Di antara semua bunga yang ada, maka yang terbaiklah yang dipilih. Semakin cantik dan indah, maka semakin cepat ia dipetik," ucap Jaemin lalu ia pun menoleh ke arah Jeno.

Jeno membuang wajahnya ke samping. Dari sini Jaemin bisa mendengar suara tangisan kecil Jeno. Ini pertama kalinya Jaemin melihat Jeno menangis. Lelaki ini biasanya begitu tegar dan kuat, tapi karena kekasihnya itu ia menangis.

Jaemin pun memutar tubuh Jeno dan membawanya dalam pelukan. Saat itulah tangisan Jeno semakin keras. Ia biarkan lelaki itu meminjam bahunya sejenak dan menangis sepuasnya.

"Menangislah, tidak apa-apa."

"Seadainya saja...seandainya aku tidak membiarkan Miu untuk menyebrang jalan itu. Seandainya itu semua tak terjadi," gumam Jeno dalam tangisannya.

Jaemin tak membalas, ia hanya mengusap surai lelaki dalam pelukannya ini untuk menenangkan. Jaemin paham, Jeno pasti merasa bersalah. Ialah orang yang terakhir bersama Miu, ia juga orang yang melihat dengan jelas bagaimana akhirnya Miu pergi dari dunia ini.

"Kalau saja aku mengantarkannya sampai ke depan tokonya. Ia pasti tidak akan pergi, aku pasti masih bisa mendengar tawanya. "

"Mengapa Tuhan? Mengapa dari semua orang yang ada di dunia harus Miu? Mengapa?"

"Miu-ya, maafkan aku. Seharusnya aku bisa menjagamu. Padahal kau selama ini selalu menjagaku. Tapi aku yang bodoh ini...."

"Sstt, sudah, sudah, Jeno-ya. Sudah, jangan salahkan dirimu lagi," potong Jaemin sebelum Jeno semakin menyalahkan dirinya akan kematian Miu.

Malam itu, Jaemin dan Jeno menghabiskan malam dengan saling memeluk dalam tangisan. Kepergian Miu meninggalkan cela yang mungkin tak akan tertutupi selamanya, tapi dibalik itu Tuhan telah menyiapkan kebahagiaan lain untuk Jeno selama ia tak menyerah dan tetap percaya akan datangnya hari itu.



TBC


Dadah Miu....

Kalian sedih atau seneng kalian orang ketiganya sudah tidak ada?

il mio fiore [NOMIN ; Lee Jeno x Na Jaemin]Where stories live. Discover now