chapter 02

174 70 26
                                    

Di kantin, kini Raka hanya bisa memakan bakso kesukaan adiknya sendirian. Ren, itulah nama adiknya. Raka benar-benar merindukan Ren saat ini, Ren biasanya selalu gembira ketika bibi kantin menyajikan bakso pesanan mereka, tapi kini itu hanya sebuah kenangan.

"Ren," ucap Raka pilu. Raka benar-benar hanyut dalam Kerinduan. Tiba-tiba muncul, Fiona langsung menyodorkan minuman dingin dimeja Raka, ia mendongak.

"Apa ini?" tanya Raka.

"Itu minuman. Kau memesan bakso tanpa minuman, kekurangan uang?" ucap Fiona dengan nada mengejek.

Raka kembali ke posisi semula. "Berhenti basa-basi, katakan tujuanmu." Fiona tersenyum mendengarnya, ia benar-benar tak menyangka kalau Raka, seorang anak SMA bisa berbicara begitu.

"Dasar, kau ini memang anak yang unik. Baiklah, aku akan ke intinya," ucap Fiona. "katakan informasi terakhir, aku memiliki petunjuk 50% mengarah ke pelaku. Pelakunya pasti berada di antara siswa."

Memilih lah, kau benar-benar berada di pihak musuh jika kau pura-pura tak tau tentang identitas pelaku.

"Kau membutuhkannya sekarang? Di kasus pembunuhan ke-dua, detektif yang bersangkutan menyebutkan bahwa identitas pelaku berada diantara siswa dan pegawai sekolah, tentu saja pelakunya berada di antara siswa. Semenjak pembunuhan pertama, sekolah tidak menerima dan tidak juga mengeluarkan Guru maupun Honorer satu orangpun. Begitu maksudmu?." Raka tersenyum.

"Yap, tepat sekali. Kemungkinan pelakunya seorang pegawai hanya 20%, menurut analisa ku sekarang. Kau mencurigai seseorang?" tanya Fiona. Namun, Raka hanya tersenyum menandakan ia tidak mencurigai siapapun.

"Permainan kata-kata yang menarik, kuharap tekadmu tetap berlangsung lama, detektif."

"Begitu. Baikah, karna jam istirahat telah berlalu, selamat belajar," ucap Fiona tersenyum dan berlalu pergi. Raka tetap ditempat, dia masih sangat penasaran dengan kemampuan detektif itu.

"Jangan lihat kebelakang, karena itu pertanda sial," ucap Raka ketika Fiona pergi cukup jauh.

***

Selama beberapa hari, Fiona dan rekan-rekannya tidak menemukan jejak apapun, informasi dari keluarga korban juga tidak begitu membantu. Maya adalah korban yang sangat empuk karena sifat Maya yang lebih memilih menyimpan masalah alih-alih menceritakannya.

Fiona membenarkan rambutnya yang dikuncir satu ke belakang. Mereka semua mengecek tempat-tempat yang mungkin bisa menjadi sarang dari pelaku, tetapi tak menemukan apapun. "Haruskah kita menyerah?" tanya salah satu rekannya.

"Menyerah? ini baru beberapa hari. Tenang saja, percaya padaku." Rekannya tadi menghela nafas berat. Fiona saat ini berpikir keras, "bagaimana mungkin pelaku melakukan kejahatan tanpa meninggalkan jejak sedikitpun?" pikirnya.

Disisi lain, kegiatan belajar pun terganggu, para Guru ditanyai oleh pertanyaan yang tidak penting sama sekali, seperti ; apa yang kau lakukan setelah mengajar?, apa kau tau teman dekat Maya?, dan lain semacamnya. Pertanyaan bodoh seperti itu mengganggu proses mengajar. Para siswa sangat terganggu, terkecuali Raka. Dia sudah tau apa isi pikiran para detektif itu. Selain itu, Raka berambisi agar tidak menjadi murid yang mencolok di sekolahnya.

"Baiklah, kami permisi dahulu," ucap detektif itu pergi. Tak lama setelahnya, bel istirahat berbunyi.

Ah, sial. Detektif keparat, gue belum ngerti penjelasannya.

Apasih maunya detektif ini? kuharap, mereka segera dipecat jadi detektif.

Raka tersenyum senang mengetahui bahwa para siswa dikelasnya tidak menyukai detektif. Selain itu, dia memang membutuhkan para murid agar mental detektif tersebut hancur.

Si Kucing Hitam[ON GOING].Donde viven las historias. Descúbrelo ahora