chapter 16

42 7 0
                                    

Berita hari ini, "Pelaku dari pembunuhan berantai Kucing Hitam tertangkap!" Kabar itu tersebar dengan cepat. Baik melalui internet, maupun dari mulut ke mulut. Bahkan, para wartawan sudah menunggu di depan kantor polisi sejak tadi pagi.

"Jadi, apa yang akan Kepala lakukan? Bagaimana caranya kita menjelaskan kesalahpahaman ini?" Levi panik—Sebenarnya dia gugup. Walaupun bukan dia yang akan diwawancarai, tetap saja gugupnya itu datang.

"Kau Detektif baru ya. Pantas saja bertanya hal yang konyol seperti itu, haha." Salah satu Detektif di kantor itu tertawa kecil.

"Tenang saja, Levi, Kepala David bukanlah orang yang lemah, sehingga dia tak bisa menghadapi situasi ini." Alvaro mendekati Levi dan berdiri disampingnya.

"Katanya kau lulusan terbaik, tapi nyatanya terbalik." David tersenyum sinis sebentar kemudian pergi menuju kerumunan wartawan tadi.

Levi langsung merinding. Apa-apaan senyuman sinis tadi? Baru mendengarnya saja sudah merinding begitu. "Tadi itu apa?" Levi bertanya. Tak ada yang merespon karena pertanyaannya rancu.

Begitu David keluar, saat itu juga Wartawan langsung menyerbunya. Mereka berdesakan sambil menyodorkan sebuah mic besar sedikit dibawah dagu David. Sedangkan David terlihat bersiap-siap dengan mengambil napas.

"Para Wartawan yang berbahagia, dan juga rakyat yang saat ini masih mempercayaiku sebagai Kepala Kepolisian. Kami telah berhasil membawa pelaku dibalik kasus pembunuhan berantai Kucing Hitam. Dengan ini, aku menyatakan Kasusnya ditutup." David membungkuk seperempat derajat.

Lalu bagaimana dengan hukumannya, Kepala?

Bagaimana dengan keluarga korban, Kepala?

Dan banyak pertanyaan lain yang tidak terdengar lagi saking ramainya.

David menjawab? Tidak, setelah dia membungkuk, dia memilih untuk meninggalkan para Wartawan itu dibalik pintu yang dijaga beberapa polisi. Tentu saja, suara langsung ribut. Mereka berteriak-teriak meminta penjelasan, tetapi diabaikan David.

"Sudah selesai. Saatnya menjebak pelaku yang sebenarnya." David tersenyum penuh arti. Fiona dan timnya juga ikut tersenyum licik itu—Mereka ini detektif tapi bisa senyum bagai penjahat? Bagaimana bisa? Entahlah.

"Kucing Hitam, orang itu bekerja sama dengan polisi."

"Begitu ya. Ternyata dia lebih sayang nyawanya ketimbang anak-anaknya. Dasar orang tua egois." Raka menutup teleponnya. Disampingnya berdiri Nay yang terlihat sedikit tak mengerti dengan apa yang Raka ucapkan barusan.

"Sayang, kamu bicara dengan siapa?" tanya Nay. Dia mendongak, karena Raka yang sedikit lebih tinggi dari dirinya.

"Hanya masalah kecil. Temanku, dia menelepon dan menceritakan berita tentang, seorang ayah yang membunuh anaknya demi harta." Nay berkata, "oh." Sambil mengangguk.

"Ngomong-ngomong, selesai jam pelajaran, kita mau kemana?" tanya Raka dengan Senyum manisnya.

"Hm .... begini, karena biasanya selalu aku yang ngusulin, bagaimana kalo hari ini giliran kamu?" Nay menunggu jawaban dari Raka.

"Aku ya? Hm, bagaimana kalau ke sekolah lama kita?"

"Eh ... emang kita diperbolehkan untuk masuk?"

"Entahlah, kurasa boleh kalau kita sedikit memaksa." Dan dibalas dengan senyuman dari Nay.

***

Malam hari telah tiba. Seseorang berjalan mengendap-endap dari balik rumah seseorang. Tak diragukan lagi, tentu itu adalah Kucing Hitam. Dengan masker hitam beserta jubah yang sama.  Penampilannya sedikit berbeda dengan yang sebelumnya. Dia tak memakai sarung tangan karet.

Seperti biasa, di mengetuk pintu beberapa kali untuk memancing mangsanya. Ketika pintu terbuka, Kucing Hitam nampak tersenyum dibalik maskernya.

"Permisi, aku ditugaskan pak Tam untuk menjemput anak-anaknya." Nenek yang membuka pintu tadi sedikit terkejut.

Emang pernah Tam nyuruh orang begini buat jemput cucuku? Dasar menantu tak berguna. Dia bilang istrinya lagi sakit, sebab itu, anak-anaknya dititip kesini.

"Tapi, kata Tam, dia sendiri yang akan menjemput anaknya." Nenek berucap dengan nada datar.

"Nenek-nenek tua menyebalkan! Tinggal berikan anak-anak itu, dan akan aku ampuni nyawamu." Raka berdecak dalam hati.

"Sepertinya ada sedikit perubahan." Kucing Hitam beralasan.

"Ya sudah. Aku hubungi Tam dulu." Nenek tadi kemudian menutup pintu.

"Dasar Nenek tua. Ah? Apa ini? Ada orang lima di dalam rumah ini? Padahal seharusnya tiga." Kucing Hitam itu kemudian melarikan diri dari tempat itu.

"Maaf, ya." Nenek tadi membuka pintu, dan tak ada orang di depan pintu. "Mana orang tadi?"

"Eh? Orangnya kabur, Nek? Ah... padahal aku sudah tak sabar." Levi kecewa. Dibelakangnya, Fiona hanya menghembuskan napas kasar.

"Ya sudah jika memang bukan waktunya. Aku yakin dia akan kembali lagi besok atau lusa." Levi berdecak.

"Padahal, aku sangat ingin menangkap Kucing Hitam." Levi keluar dari rumah itu.

Dibalik pohon, tak jauh dari rumah itu, Kucing hitam bersembunyi. "Hm, ternyata kecurigaan-ku benar. Seandainya aku menunggu lebih lama, sudah pasti Polisi itu akan menangkap-ku."

"Ya sudah, kenapa kau keluar? Kembali masuk. Masih ada peluang kalau dia akan kembali lagi." Dengan kecewa, Levi kembali masuk.

"Ternyata kau di sini, Kucing Hitam." Mendengar itu, dengan cepat ia Menoleh ke sumber suara. Dan ya, Farrel berdiri tak jauh darinya. Dia sedang tersenyum sinis.

"Ah, sial! Kukira siapa." Kucing Hitam bernapas lega.

"Aku mau memberitahu sesuatu. Tentang artikel yang mengatakan 'Pelaku Kucing Hitam telah tertangkap', itu aku yang membuatnya."

"Lalu, apa untungnya itu bagiku?" tanya Kucing Hitam.

"Tentu saja, kau akan langsung beraksi. Kau tau, akhir-akhir ini kau jarang membunuh. Padahal, kukira kau ini orang yang haus akan darah."

"Oh, begitu. Perlu kau tau, aku membunuh karena kepuasanku sendiri. Bukan untuk menuruti perintahmu."

"Ya, sayang sekali. Bagaimana kalau aku berteriak sekarang?" Farrel mengancam.

"Tentu saja, kau sudah tau apa yang akan terjadi, 'kan?" Kucing Hitam membalikkan keadaan.

"Hei, tak perlu serius begitu. Aku hanya bercanda, hehe." Farrel tertawa pelan.

"Biarkan aku menanyai-mu satu hal. Kenapa kau bekerja sama dengan dua pihak?" Farrel terkejut. Dari mana dia tau kalau Farrel bekerja sama dengan dua pihak? Ah, rencana Farrel gagal total.

"Aku bekerja di kepolisian untuk makan, sedangkan aku di pihak-mu untuk nafsuku." Ya, tak ada kebohongan di otak Farrel. Semuanya persis seperti yang dia bicarakan.

"Baiklah, sekarang pergilah, sebelum ada yang melihatmu." Kucing Hitam bergegas pergi dari tempat itu. Sedangkan, Farrel masih berdiri sendirian seperti memikirkan sesuatu.

"Mana yang harus aku pilih? Nafsu? Atau pangkat?" Farrel menutup mata, kemudian membukanya dengan perlahan dan berjalan menuju rumah nenek tadi.

★BERSAMBUNG★

Pengen spoiler tapi nanti kalian gak baca lagi :v
Tunggu ya, 4 chapter lagi menuju tamat (untuk Season 1)

Sip, sekarang, selamat membaca chapter selanjutnya.

|Falufi AS|

Si Kucing Hitam[ON GOING].Where stories live. Discover now