ו Chapter 18 •×

3.3K 431 243
                                    

•×•×•

Taehyung

Aku hampir saja lupa dengan perlengkapan keterampilan yang akan Jun bawa besok. Anak itu sudah tidur, sedangkan aku memilih untuk bergadang karena pertandingan bola membuatku tak bisa lepas dari layar televisi. Namun tiba-tiba aku terperanjat, terkejut dengan sebuah ingatanku beberapa waktu lalu.

"Ayah, besok Miss Seulgi menyuruh kami membawa kertas origami, gunting, dan juga lem kertas. Tapi Jun tidak punya kertas origami." Katanya lirih sambil menghentikan kegiatan menggambarnya lalu menatapku.

Aku tersenyum sambil mengusap puncak kepalanya, "Nanti ayah belikan, kalau begitu Jun tidur saja. Ayah akan persiapkan semuanya." Janjiku padanya.

"Benar ya? Ayah jangan sampai lupa, seperti waktu itu. Jun kan jadi malu." Katanya cemberut. Ah, benar waktu itu aku pernah sampai lupa membeli buku gambar untuknya.

"Iya, ayah tidak akan lupa kali ini. Ayo cepat tidur, ini sudah malam." Tunjukku pada sebuah jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 9 malam.

"Tapi Jun belum mengantuk." Rengeknya, masih belum mau melepaskan pensil warnanya.

"Baiklah, kalau begitu jangan salahkan ayah jika Jun terlambat sekolah besok." Ancamku sedikit.

Bibirnya langsung mengerucut lucu, tapi setelahnya ia membereskan semua peralatan menggambarnya lalu dengan lucu anak itu merentangkan tangannya ke arahku. Ingin digendong rupanya.

"Jun kan sudah besar. Ah, berat sekali." Terpaksa aku menurutinya daripada ia tidak mau tidur. Dan membawanya masuk ke dalam kamar, lalu menemaninya hingga terlelap.

Aku segera bergegas untuk pergi ke toserba 24 jam terdekat, buru-buru aku memakai mantelku karena tiba-tiba saja hujan turun. Dan sayangnya aku melupakan payungku di mobil, mau tidak mau aku rela terguyur hujan nantinya.

Baru saja aku membuka pintu dan tak jauh di depanku sebuah pintu ikut terbuka juga. Aku cukup terkejut, begitu melihat Seulgi keluar dari apartemennya dengan mata sembab. Aku sempat ingin mengejarnya, namun langkahku tertahan saat Jimin ternyata menyusulnya lebih dulu.

Aku berjalan di belakang tanpa mereka ketahui. Jujur saja rasa penasaranku semakin bertambah saat melihat bercak darah pada bagian belakang kemeja Jimin.

Mulutku hendak terbuka dan ingin meneriaki pria itu, tapi tidak terjadi setelah mereka memasuki elevator dan pintunya dengan cepat tertutup.

Yang kulakukan hanyalah berdiam di depan pintu elevator, sambil memandangi bayanganku sendiri. Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang kembali menghantui pikiranku sekarang.

Ku pikir mereka sudah baik-baik saja.

Tapi, ada apa lagi?

•×•×•

Hujan deras memenuhi kota Seoul, ditambah suhu dingin yang semakin menyelimuti suasana hati. Jalanan semakin sepi, pukul setengah dua dini hari kendaraan itu melaju dengan kecepatan sedang. Tidak ada yang bicara dari mereka masing-masing. Baik Seulgi maupun Jimin, keduanya sama-sama bungkam. Seulgi yang emosinya belum stabil dan Jimin yang entah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk berbicara dengan Seulgi.

Wanita itu memilih untuk melihat lampu dan ruko-ruko di sepanjang jalan mereka lewati. Tidak sedikitipun menoleh pada Jimin, yang bahkan entah berapa kalinya pria itu mencuri pandang padanya.

Touch Your Heart ☑Where stories live. Discover now