ו Chapter 35 •×

2.5K 295 75
                                    

•×•×•

Seulgi

Ku buka kedua mataku dan tiba-tiba saja dikejutkan oleh cahaya dari luar yang begitu menyilaukan. Gorden sudah terbuka dan aku kebingungan ketika mendapati waktu sudah hampir jam sembilan pagi. Lantas aku bangkit dari posisi terbaringku hingga aku tersadar oleh sebuah handuk kecil yang langsung terjatuh ke pahaku, aku duduk dan mengamati sekitar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jimin, aku berpikir bahwa suamiku telah berangkat untuk bekerja.

Ah, kenapa aku bisa tidak tepat waktu? Wanita macam apa aku ini? Sudah hampir jam sembilan pagi dan aku baru terbangun? Oh, bagaimana Jimin dan sekolah? Ya Tuhan! Apa Jimin sudah pergi bekerja? Juga, pasti ada banyak puluhan panggilan atau pesan dari Wendy yang tengah menanyakan keberadaanku.

Dengan segera aku meraih benda pipih persegi panjang yang ku letakkan pada nakas, aku menggeser kunci layar dan setelah ku perhatikan sama sekali tidak ada tanda-tanda notifikasi yang masuk dari Wendy maupun pihak sekolah. Begitu juga dengan Jimin, kenapa pria itu tidak membangunkanku?

Klek! Baru saja aku membuat beberapa asumsi tentang situasi saat ini, tiba-tiba saja aku di kejutkan oleh sosok Jimin yang masuk dengan pakaian rumahan, tidak mengenakan pakaian kantor atau busana resmi lainnya. Pria itu juga nampak berantakan, seperti habis berlari pagi.

"Jimin?" Panggilku pelan ketika ia hendak menghampiriku.

"Bagaimana keadaanmu?" Aku secara otomatis mengerutkan dahiku, sebelum akhirnya telapak tangan Jimin mendarat tepat di keningku. Sepertinya ia tengah memeriksa keadaanku.

Apa apa? Apa aku baru saja demam? Tapi, tubuhku sudah merasa lebih baik sekarang. Batinku terheran.

"Syukurlah, panasnya sudah turun." Kata Jimin sambil tersenyum, kemudian ia menaruh curiga padaku. Mungkin terheran karena aku terlihat seperti orang yang linglung. Benar, aku kebingungan.

"Ada apa?" Sambungnya penasaran, lalu tanpa permisi Jimin menangkup wajahku dan membawaku dekat padanya.

"Jimin, kau tidak bekerja? Dan kenapa kau tidak membangunkanku? Apa Wendy tidak bertanya tentangku?" Tanyaku bertubi-tubi, membuat Jimin terpaku menatapku.

"Kurasa aku sudah sangat terlambat untuk datang ke sekolah." Lanjutku dengan lirih.

Wajah Jimin tiba-tiba berubah, pria itu menggembungkan pipinya hingga membuat bibirnya mengerucut. Sepertinya Jimin akan meledak, bahkan kedua matanya ikut menyipit.

"Jimin?"

"Bwahahahahaha..." Tawa Jimin pecah setelahnya, pria itu tidak dapat menahan tawanya setelah sebelumnya mencoba untuk bertahan.

Lantas, aku hanya memandangnya yang kini tertawa sambil membungkukkan tubuhnya. Aku bingung mengapa Jimin menertawaiku? Apa aku salah bicara? Atau ada yang lucu dengan cara bicaraku? Apa mungkin karena suaraku yang berubah ketika aku sedang flu? Ya, aku mulai merasa tidak enak pada area hidungku. Sedikit gatal dan udara yang masuk sedikit terhalang.

"Sayang, sepertinya demammu semalam terlalu tinggi ya?" Jimin bertanya sambil sedikit tertawa, pria itu belum merampungkan tawanya. Dan jujur, aku kesal padanya.

Aku tidak menyahutnya, aku membiarkan Jimin dengan dunianya disana. Menertawaiku dengan sepenuh hatinya. Lalu sadar aku hanya diam dengan tatapan lurus yang kebingungan, Jimin tiba-tiba merapatkan keningnya padaku. Membuat kening kami berdua menyatu, hingga aku bisa merasakan hembusan nafas panasnya yang memburu usai tertawa tadi.

Touch Your Heart ☑Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz