18. Curhatan Hati

217 25 5
                                    

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca!

Ternyata benar, memahami seseorang dengan wajahnya saja tidak cukup. Melainkan harus dengan sebuah perasaan dan pikiran, mengajukan sebuah pemahaman akan seseorang terbilang cukup sulit.
Apalagi memahami sisi lain dari dirinya.
Sisi luar dan dalam pada dirinya.
Tidaklah mudah, tentunya?

.

.

.

Caca menghembuskan nafasnya begitu dalam, ia menatap dinding yang dingin itu seolah-olah sebagai benteng untuk dirinya bertahan di dalam sana. Meskipun tidak tahu kapan dinding itu akan rapuh dan roboh, seperti hatinya saat ini. Caca berusaha kuat menahan semuanya, kisah pedih yang dialami olehnya setahun yang lalu ini.

Ia berhasil melewati semuanya, melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Segala cobaan dengan tantangan yang begitu menantang dirinya untuk terus berjuang dan bertahan dalam situasi yang tidak baik.

Caca kembali mengingat kejadian itu. Kejadian dimana terjadi kesalahpahaman yang begitu rumit dan belum terselesaikan hingga sekarang. Arine. Sahabatnya dulu.

Caca menoleh menatap Dito yang sedang menatapnya begitu dalam. "Lo punya masalah apa dulu?"

Caca tersenyum kecil, "Masalah, pasti menyangkut masa lalu ya?" Katanya sambil membenarkan posisi poninya ke telinganya. "Masa lalu aku, yang belum terselesaikan, Arine." Katanya lagi.

Dito melirik kearahnya. "Arine?" tanya Dito heran sambil menatap Caca begitu dalam.

Caca menundukkan kepalanya. "Arine, sahabat aku dulu. Sahabat yang buat aku menjadi orang yang ambis dan patah semangat. Dia satu-satunya sahabat yang penuh dengan kemisteriusannya." Caca sengaja menyandarkan tubuhnya di dinding kamar itu.

Dito menatapnya dengan heran. "Arin, dia sahabat aku SMP. Kita berdua punya cita-cita yang sama dan hobby yang sama juga. Kita sama-sama mau jadi Mayoret. Dan mau pergi ke Swiss untuk belajar disana, jadi seorang seniman." Kata Caca pelan.

Dito mendengarkan dengan seksama perkataan demi perkataan yang diucapkan oleh Caca. "Terus apa yang terjadi diantara kalian?" tanya Dito dengan kedua tangan terlipat di dada dan tubuhnya ikut bersandar di dinding kamar itu.

Caca menunjukkan wajah pucat pasi. "Aku ngelakuin satu kesalahan, kak."

"Kesalahan?" kata Dito.

Caca mengangguk polos. "Waktu itu, aku abis dari rumahnya. Aku sama Arin janjian untuk belajar bareng, tapi tiba-tiba Arin bilang kalo dia suka sama cowok. Dan itu kakak kelas kita, aku gak tahu siapa dia. Sampai tiba akhirnya, Arin ngajak aku ke tempat dimana dia bakal ketemuan sama cowok yang dia maksud." ujar Caca. Ia menghembuskan nafas pelannya. Lalu berusaha untuk menceritakan kembali kejadian tersebut.

My Girlfriend Is MayoretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang