5. The Storm

2.1K 326 18
                                    

Seungmin terus memerhatikan Hyunjin yang gelisah. Ini hari Jum’at, dimana tadinya mereka sudah mau berangkat untuk main basket Bersama. Eh, Hyunjin main basket dan ditonton Seungmin, maksudnya.

Akan tetapi, hujan tiba-tiba mengguyur, bahkan ketika Seungmin baru membuka pintu depan. Hujannya begitu deras dengan langit yang gelap gulita. Parahnya lagi, hujan ini disertai dengan petir dan guntur.

Kaki Hyunjin bergoyang tidak nyaman. Ia memainkan tangannya sambil menunduk. Kelihatan jelas kalau dia takut. Sedari tadi, tiap kilat mengerjapkan cahaya, Hyunjin menutup matanya rapat-rapat sambil merapalkan entah apa di mulutnya.

Seungmin beranjak dari duduknya. “Bentar,” katanya, tapi Hyunjin langsung ikut berdiri dan menyambar tangan Seungmin.

“Mau kemana?” tanya Hyunjin. Matanya benar-benar khawatir.

“Ambilin lo teh hangat, sama kayaknya mama bikin sup. Lo tunggu aja disini,” jawab Seungmin.

JDER!

Suara petir menggelegar, menggema di ruang tamu Seungmin. Hyunjin reflek memeluk lengan Seungmin kuat sambil memejamkan tangannya. Dia ketakutan.

Hyunjin menggeleng kuat. “Please, gue ikut ya?” rengek Hyunjin. Ia mendongak. Air matanya menggenang, Seungmin dapat melihatnya dengan jelas.

“I-iya,” kata Seungmin. Ia bingung harus bereaksi seperti apa, tapi ia lanjut berjalan ke dapur, diikuti oleh Hyunjin yang memegang tangannya erat.

Seungmin meminta Hyunjin untuk duduk di meja makan, sementara Seungmin menyiapkan sup dan teh hangat yang sudah disediakan ibunya.

“Kita naik ke kamar gue aja, kalo disini lo bisa keliatan petirnya di halaman,” kata Seungmin sambil menunjuk jendela-jendela besar yang dapat memperlihatkan halaman dari dalam ruang makan.

Hyunjin masih menunduk takut, tapi mengangguk pelan. Seungmin yang sambil membawa baki mengajak yang lebih tua ke kamarnya.

Mereka duduk di lantai dengan Hyunjin menyandarkan punggungnya di Kasur Seungmin, dan Seungmin duduk bersila di depannya.

Kamar Seungmin bernuansa biru langit dengan lantai kayu. Ada jendela yang menghadap ke jalan, tapi kali ini ia menutupnya dengan tirai tebal. Hyunjin mengedarkan pandangan untuk memperhatikan detail kamar temannya. Ada gitar dan keyboard yang berdiri di samping meja belajar. Lemari ada di samping pintu kamar. Di pintu lemarinya tergantung topi dan jaket baseball, rasanya seragam klub yang diikuti Seungmin.

“Sorry,” lirih Hyunjin.

Seungmin yang sedang mengaduk supnya dan hendak menyendokkan isinya ke mulut, mendongak dan menunda kegiatannya.

“Kenapa?” tanya Seungmin. Napadah tiba-tiba minta maaf.

“Gue takut petir.” Hyunjin memainkan tangannya sambil menunduk lagi.

Seungmin hanya melihat sambil memakan supnya. Sambil mengunyah, ia meletakkan mangkuk supnya di lantai kemudian mengambil milik Hyunjin dan menaruhnya di atas tangan Hyunjin.

“Makan, keburu dingin,” kata Seungmin. Hyunjin mengangguk.

“Itu tirainya ngeblok cahaya dari luar sih, seenggaknya kilatnya nggak keliatan. Kalau suara petirnya, ya masih bisa kedengeran. Tapi di sini masih mendingan dibanding di dapur atau parah lagi di ruang tamu,” terang Seungmin. “Jangan minta maaf, kan bukan lo juga yang minta takut sama petir,” lanjutnya.

Hyunjin tersenyum kecil. Ia memakan supnya. “Makasih,” gumamnya.

***

Petir dan gunturnya menggelegar semakin parah. Badan Hyunjin sampai menggigil, ia juga menangis. Dia takut, takut sekali.

Seungmin tidak pernah menyangka akan melihat Hyunjin yang seperti ini. Selama berteman dari kecil, Hyunjin selalu memperlihatkan sisinya yang ceria dan tidak takut akan apapun pada teman-temannya. Sekarang ini...seperti bukan Hyunjin.

Seungmin tidak tega, jadi ia membalut Hyunjin dengan selimut tebalnya, kemudian menggenggam tangan Hyunjin erat.

“Gapapa, gapapa,” kata Seungmin lembut. “Ada gue,” bisiknya kelewat kalem. Ya masa mau dibentak-bentak.

Hyunjin tidak menjawab, tapi ia menggerakkan badannya untuk memeluk Seungmin. Dari sebelah Seungmin, tangan kurus Hyunjin dibawa melingkari leher Seungmin dan kepalanya dibenamkan pada cerukan leher si tuan rumah.

Seungmin merasa..

Deg-degan?

Tapi dia lebih tidak ingin melihat Hyunjin yang menangis sambil menggigil ketakutan, jadi ia meraih buku di laci samping tempat tidurnya dengan susah payah, kemudian membaca buku itu sambil membiarkan Hyunjin memeluknya. Setidaknya sampai hujan reda dan petir tak lagi menyambar.

30 menit dengan posisi begitu tidak membuat Seungmin nyaman. Ia menoleh ke arah Hyunjin untuk memintanya berpindah sebentar, tapi ternyata Hyunjin terlelap.

Mampus dia tidur, alamat susah banguninnya, pikir Seungmin. Ia menghela napasnya.

Untungnya, setelah lewat beberapa halaman, Hyunjin bergerak dan mengangkat kepalanya dari bahu Seungmin. Ia mengerjap beberapa kali sebelum mengucek matanya.

“Eh? Gue tidur, ya?” katanya dengan suara parau. Iyalah, abis nangis dia.

“Kayaknya sih pingsan,” canda Seungmin.

Suara hujan dan petir sudah tidak terdengar sejak 10 menit yang lalu. Hyunjin menyesap tehnya yang sudah mendingin, sedangkan Seungmin berdiri untuk menyibak tirai dan menampilkan langit sore yang masih terang.

“Masih mau basketan? Jam 5 ini,” kata Seungmin. Ia meregangkan tangannya dan otot-ototnya yang kaku dibebani Hyunjin.

Hyunjin menggeleng. “Takut ntar hujan lagi,” katanya. “Nonton film aja yuk? Mau nggak, Min?”

Seungmin mengangkat bahunya. “Ya boleh aja, toh besok Sabtu,” katanya. Sabtu libur gengs, jangan sekolah mulu tar bosen.

Hyunjin menghabiskan dulu supnya sambil menunggu Seungmin menyiapkan televisi di kamarnya.

“Asik banget di kamar punya tv,” kata Hyunjin.

“Emang dulu sama Jeno, kalo nonton di mana?” tanya Seungmin.

“Di laptop,” kata Hyunjin.

Seungmin tertawa. “Padahal TV Jeno segede layar tancep,” cibir Seungmin. TV 60 inch yang ada di ruang keluarga itu, milik keluarga Jeno yang tidak dibawa ke Singapore. Yang terpasang di kamar Seungmin adalah TV LED 32 inch.

“Tau, katanya males kalo nonton di ruang keluarga kegedean,” jawab Hyunjin. Ia sudah bisa bercanda.

Syukur udah balik anaknya, batin Seungmin.

“Gue nggak pernah nonton TV tapi,” kata Seungmin.

“Gapapa, tiap Jum’at nonton sama gue,” kata Hyunjin. Ia membereskan piring dan gelas di lantai untuk dibawa ke dapur.

Sembari Hyunjin ke dapur untuk menaruh piring kotor, Seungmin mengecek grup obrolan di ponselnya.

Protect Seungmin

#PROTECTSEUNGMIN

“Apaan nih?!”

***

Met siang ^-^

Friends // Seungjin [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang