Bagian VIII : Gadis yang Memanusiakan Rantai Surgawi

331 54 7
                                    

"Shamhat, kau pernah diusir dari kota ini?" tanya Enkidu ketika kami sedang sibuk-sibuknya membersihkan ruangan. Tempat ini sangat berdebu. Barangkali besok kita akan gatal-gatal setelah menggunakannya sebagai alas tidur. Mau bagaimana lagi, kan? Kami datang sudah malam. Ini pun kami sudah sangat merepotkan nona Siduri.

Aku mengibas-ngibaskan tanganku untuk menghalau debu yang masuk ke hidung. "Tidak secara gamblang diusir, hanya dipaksa untuk mencari kematian."

"Mengapa?"

"Raja menghukumku."

"Apa yang sudah kau perbuat?"

"Menghantam kepalanya dengan guci."

Enkidu sontak menahan tawa. Mendengarnya, aku hanya mendengus kesal. Sejurus kemudian pemuda beriris zamrud itu menumpahkan gelak tawanya yang cukup khas ditelingaku.

"Kau sedang mencoba bercanda? Aku menghargainya. Jadi sekarang, katakan yang sesungguhnya. "

"Aku lapar jadi tidak berminat untuk bercanda."

"Eh? Jadi itu serius?"

Aku menghela napas untuk yang kedua kalinya. "Lalu," kataku berusaha mengalihkan. "Apa yang terjadi hingga kau begitu mudahnya berteman dengan raja?"

Enkidu terbatuk beberapa kali karena debu yang beterbangan. Kemudian dia berbalik untuk menghadap kearahku. "Kau tahu, Shamhat, aku yakin bertarung adalah hal yang harus kami lakukan ketika bertemu. Aku harus melaksanakan tugas yang diberikan para dewa padaku untuk mengembalikan Gil ke jalan mereka. Namun setelah bertarung kami menyadari satu hal. "

Aku juga menyadari sesuatu. Hari sudah semakin malam, parahnya aku tidak tahu sekarang jam berapa. Setelah selesai menyapu lantai dan meletakkan beberapa barang ke sisi ruangan. Aku melebarkan kain yang tadi tersimpan di kotak untuk kemudian kami jadikan alas tidur. Mendahului Enkidu, aku sudah membaringkan tubuhku terlebih dahulu.

Menyadariku yang sudah bersiap tidur, pemuda cantik itu menggeser tubuhnya dan memposisikan diri untuk berbaring. Setelah memastikan alasnya bersih dia ikut berbaring.

"Kami telah mengerti satu sama lain. Gil mengakuiku. Dengan sedikit kesal dia mencabut pedang penciptaan miliknya. Itu adalah senjata yang paling hebat yang dia miliki. Lalu setelahnya, kami sudah kehabisan senjata, sebelum akhirnya kami menjatuhkan diri di tanah berbatu dan tertawa bersama. Aku memujinya dan ia balas memujiku."

"Baju kami juga sudah tidak berbentuk lagi. Tapi ya, Gil memberiku pakaian baru. Kami juga memakai kalung yang sama. Tapi, aku tidak tahu apa ini sungguhan kalung."

Mendadak aku penasaran bagaimana mereka bisa saling mengerti hanya dengan berkelahi. Sungguhkah itu sebuah pertemanan? Akankah kedepannya nanti Raja akan tetap bersikap baik pada Enkidu?

Aku menoleh untuk menyaksikan tangan Enkidu yang terangkat dengan sebuah benda panjang yang terkalung di lehernya. Cahaya remang api di sudut ruangan meneranginya. Itu kalung yang terlalu panjang menurutku. Tapi dengan ujung seperti mata tombak rasanya desain itu tetap elegan. Aku juga baru menyadari jika pakaian Enkidu yang telah berubah itu ternyata lebih tertutup.

"Kau terlihat sangat senang."

Tanpa menatapku dia membalas, "Kami menyaksikan langit penuh bintang bersama. Lain kali kuharap Shamhat juga melihatnya."

Menatap kilau hijau manik matamu, barangkali lebih indah dari ribuan bintang di langit itu. Aku tersipu sendiri membayangkan kata-kata tersebut akan keluar dari mulutku. Tak akan pernah kukatakan. Selamanya!

"Enkidu," panggilku yang membuatnya menoleh. "Boleh kugenggam tanganmu?"

Dia tampak bertanya-tanya dalam benaknya namun aku mengabaikan hal itu. Sejurus kemudian Enkidu menawarkan tangan kanannya. Aku tersenyum dan berbalik untuk menghadapnya. Kutautkan tangannya dengan tangan kananku lantas kutumpuk di tangan kiriku.

"Terima kasih," ucapku. Aku tidak ingin melepasnya.

Aku teringat sesuatu. Kucoba memilih kalimat dengan hati-hati. Firasatku mengatakan, salah sedikit saja mengatakan hal yang tidak-tidak, ingatanku akan menghilang tanpa sebab. "Enkidu, apa pendapatmu jika ternyata aku hanyalah sebuah jiwa yang merenggut kesadaran Shamhat?" Aku sedikit ragu. "Seperti jika aku berasal dari masa lalu yang sangat jauh dari zaman ini?"

Pemuda itu hanya diam meski terlihat ingin menanggapi pertanyaanku dengan banyak pertanyaan juga. "Begitu, ya. Jiwamu terdampar?"

Aku terhenyak. Tidak menyangka akan reaksinya. "Kau mempercayaiku?"

"Apakah akan ada hal yang berubah jika aku mempercayai atau pun tidak mempercayainya?" Enkidu mulai menanggapiku kembali. "Shamhat tetaplah Shamhat yang kukenal. Aku tidak tahu, tapi setidaknya, aku bisa meyakini ini, kan? Shamhat adalah Shamhat. Gadis yang telah memanusiakan Enkidu, Rantai Surgawi yang diciptakan oleh para dewa."

~~~TBC~~~

|•|
641 words
|•|

Oh, dan ada yang lupa kukatakan minggu lalu. Waktu nonton FGO Babylonia kukira Ziggurat adalah sebutan untuk istana di Irak pada era itu. Tapi ternyata Ziggurat adalah sebutan untuk kuil berbentuk piramida berundak. Tapi yaa, memang cukup sulit sih bagiku kalo harus mencari letak dan bentuk asli istana milik Gilgamesh (di internet). Bisa jadi Ziggurat sungguhan istana kerajaan.

Rasanya aku jadi ingin pergi ke museum dan tempat bersejarah Irak 😅

Publikasi [17 Mei 2020]

Salam hangat
Asano_H~

Shamhat [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant