Bagian XXXI : Epilog

383 45 22
                                    

Song credit :
Dinasty by MIIA
Nightcore by Nightcore Zodiac

~*O*~

"Mama? Kenapa kita pergi ke tempat ini? Aku ingin ke taman bermain." Kutolehkan kepalaku ke ujung lorong yang tidak terlalu sepi. Suaranya yang cempreng masih tetap bisa kupahami bahkan dengan bahasa asing yang dua tahun lalu baru kupelajari. Dia bocah berpipi gembul, sedang merajuk pada wanita yang menggendongnya. Mungkin dia tidak terlalu suka berada di museum. Seperti diriku yang dulu.

Setelah seharian penuh menikmati fasilitas hotel termasuk kolam renang dan spa yang ditawarkannya kami akhirnya mengunjungi tempat ini juga. Beberapa menit yang lalu kami juga telah menyantap habis makanan khas negara Irak yang sudah kuidam-idamkan sejak kembalinya aku dari mimpi aneh itu.

"Nona Advokat, apa Anda mendengarkanku?"

Segera aku terbangun dari lamunan. Di sampingku Yumeha berkacak pinggang. Merengut kesal karena baru saja aku mengabaikannya.

"Oh, maaf. Kau bicara tentang apa?"

Gadis blasteran itu menghela napas malas sebagai balasannya. "Entahlah. Sudah tertelan sampai perut. Tidak bisa kumuntahkan lagi."

Meskipun mengerti apa yang ingin dia jelaskan, aku tetap bergidik jijik.

"Ngomong-ngomong, kau serius tidak mengajak pacarmu saja? Kenapa malah aku."

Haha.

"Pertama, tidak akan ada yang mengerti tentang hal semacam ini selain dirimu. Kedua, sekali lagi kau bertanya tentang hal yang melibatkan kata pacar, akan kutinggalkan kau di negara ini besok pagi."

Gadis itu terkekeh. Empat tahun sudah mimpi itu berlalu. Usia kami sudah menginjak dua puluh tujuh tahun. Meski pun sedikit terlambat, Yumeha sudah merencanakan pernikahan dengan pacarnya. Sementara aku, tidak pernah lagi membiarkan seorang pria mendekatiku sejak aku putus dengan seorang pemuda empat tahun yang lalu. Aku mulai menjadi gadis pemilih. Kilau zamrudnya selalu menjadi yang aku impikan.

"Bukankah besok pagi kau masih akan ke Uruk?" tanyanya.

Aku memutar bola mata kesal, merutuki kesalahan kalimatku. "Besoknya lagi." Yumeha menertawaiku kembali.

Kemudian, aku pun memilih untuk mengabaikannya. Mengamati ukiran pada tablet batu dengan huruf familier yang masih saja sulit kupahami. Senyum simpul kuulas pada bibirku. Meskipun itu bukanlah prasasti yang ditinggalkan pada era kekuasaannya, itu tetap terasa mengagumkan untukku.

Setelah berkeliling museum nasional Irak selama kurang lebih tiga jam, sore itu kami kembali ke Babylon Rotana Hotel yang terletak di Jalan Karada, Baghdad. Tidak terpaut jarak terlalu jauh dari museum. Aku harus beristirahat yang cukup sebelum melakukan perjalanan lagi di hari berikutnya.

~*O*~

Paginya dengan menaiki mobil sewaan beserta sopirnya yang merangkap sebagai pemandu wisata, kami diantar ke Sawamah sebelum nanti melanjutkan ke tempat peninggalan sejarah itu ditemukan. Aku sempat memandangi gedung-gedung yang berdiri berjajar di sepanjang jalan, sebelum akhirnya teringat dengan buku tebal yang sering kubawa kemana-mana. Kuambil buku itu dari ransel dan kupeluk benda balok itu tanpa mempedulikan Yumeha yang sempat memperhatikan tingkahku.

Awalnya tentu semua orang keheranan, untuk apa membawa serta buku setebal seribu halaman ketika sedang bepergian. Aku bahkan sering membawanya ketika sedang bertugas. Buku dengan judul "Sejarah Dunia Kuno" ini seperti sudah menjadi sebuah jimat untukku. Lagipula beratnya tidak seperti yang dibayangkan. Dimasukkan ke ransel pun tidak begitu memakan tempat--kurasa.

Shamhat [Completed]Where stories live. Discover now