25

4.3K 217 8
                                    

Mobil Raffa memasuki parkiran di sebuah cafe. Diparkirkannya mobil itu dengan rapih. Setelah itu ia segera melepas seat belt-nya. Ekor matanya melirik gadis di sampingnya itu.

"Turun."

Raffa memerintahkan Nara untuk turun tanpa melihat ke arah Nara sedikitpun. Gadis yang ada di sampingnya itu kini berdecak.

"Nggak mau!" Tolak Nara dengan melipat kedua tangannya.

"Turun," ulang Raffa dengan dinginnya.

"Kalau nggak mau ya jangan dipaksa!"

Raffa berdecak, rahangnya mengeras. Gadis yang berhadapan dengannya ini sungguh sangat berbeda dengan gadis lain. Ia sangat keras kepala dan senang sekali membantah.

"Lo manusia atau batu?" Tanya Raffa yang sudah geram.

"Lo manusia atau tembok?" Balas Nara yang tak mau kalah.

Kini Raffa diam. Ia berniat membuat Nara kesal dan turun dari mobil malah ia sendiri yang kesal karena Nara memutar balikkan pertanyaannya.

Nara tersenyum penuh kemenangan. Dilihatnya Raffa yang diam dengan tatapannya yang setajam elang itu menatap lurus ke depan.

"Jadi manusia kok datar gitu. Manusia atau tembok?" Tanya Nara lagi.

"Lo minta gue gendong lagi?"

Raffa bertanya dengan nada yang cukup datar, namun terdengar sangat mengerikan bagi Nara karena Raffa mengeluarkan smirk-nya. Tubuh Nara seketika menegang. Matanya membulat sempurna. Ia tak bisa membayangkan jika Raffa akan menggendongnya dengan paksa lagi.

"Oke gue gendong."

"Eh! iya iya gue turun sendiri."

Dengan cepat Nara menahan Raffa yang sudah membuka pintunya. Tangannya menggenggam erat tangan Raffa. Pria itu memandang datar tangannya yang digenggam Nara. Gadis itu mengikuti arah pandangan Raffa dan matanya kembali membulat. Ia sedikit tersentak dan gelagapan melepaskan genggaman tangannya.

"Jadi gue gendong?" Tanya Raffa dengan nada yang cukup mengerikan.

"Gue turun sendiri!"

Nara segera turun dari mobil Raffa dan menutupnya dengan kencang hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Kini Raffa tanpa sadar mengangkat sudut bibirnya. Kemenangan telah berpihak padanya.

Pria itu pun turun dari mobilnya. Ia berjalan masuk ke cafe tanpa menghiraukan Nara. Gadis itu hanya bisa menatap kesal punggung Raffa yang mulai menjauh.

"Gila tuh tembok, diem-diem mesum juga," monolognya.

Nara berdecak dan mengibaskan tangannya. Dengan cepat ia menyusul Raffa yang sudah memasuki cafe dengan menghentak-hentakkan kakinya.

-----


Bela duduk di sofa kamarnya dengan menopang dagu. Semenjak Vara dan Ifa datang, gadis itu hanya diam. Biasanya ia akan cerewet bersama kedua temannya itu.

"Lo mikirin apa sih, Bel? Dari tadi diem aja," tanya Vara pada akhirnya.

"Tumbenan lo anteng," tambah Ifa. Ia membenarkan posisi duduknya di tepi tempat tidur Bela.

Bela membuang nafasnya kasar. Ia mengacak rambutnya frustasi. Baru kali ini ia susah untuk mendapatkan sebuah informasi.

"Lo kenapa sih kaya orang depresi gitu?" Tanya Vara lagi.

"Gue heran gitu, apa sih hubungannya cewek ganjen itu sama Satya?"

Bela berdiri dari duduknya. Kini gadis itu menuju balkon kamarnya. Terlihat jelas beberapa kerutan di keningnya.

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang