30

3.8K 257 9
                                    

Raffa membawa Nara ke tenda darurat. Pria itu menurunkan Nara di atas tandu yang memang sudah disediakan jika terjadi suatu kecelakaan atau ada siswa yang sakit.

Pria itu berjongkok di samping tandu. Ia melirik sekilas pada Nara yang melihatnya dengan tatapan sinis. Tangannya terulur untuk menyentuh kaki Nara, namun dengan cepat gadis itu menangkisnya.

"Jangan pegang-pegang, bukan muhrim!"

Raffa berdecak dan memalingkan wajahnya. Gadis di depannya ini sepertinya memang senang sekali mengajaknya berdebat. Ia menoleh pada Nara, menatapnya datar dan berujar, "Kenapa lo tadi mau gue gendong?"

Skakmat. Pipi Nara menghangat, semburat merah timbul di pipinya. Bagaikan dilem, mulut Nara tertutup rapat-rapat. Kini ia membiarkan saja Raffa melepas sepatunya dan menyentuh pergelangan kakinya daripada ia dibuat bungkam lagi.

"Kaki lo kayanya terkilir," ujar Raffa dengan tangannya yang masih setia di pergelangan kaki Nara.

"Sok tau lo!" Ucap Nara dengan songongnya.

Raffa menghela nafas panjang. Gadis di depannya itu menampakkan wajah yang seperti meremehkannya. Tiba-tiba Raffa mengeluarkan smirk-nya yang menurut Nara terlihat sangat mengerikan. Ekspresinya sangat tidak bisa ditebak.

"Lo ngap-- HUWAAAAA......!!! MAMA, KAKI NARA SAKIT!!!"

Nara refleks berteriak saat tiba-tiba Raffa menarik kakinya yang sakit. Gadis itu menatap Raffa sengit. Ia tertegun saat melihat Raffa tertawa lepas. Tanpa sadar mulutnya menganga. Oke, ini adalah perdana bagi Nara melihat Raffa tertawa. Menurutnya Raffa terlihat keren jika sedang tertawa.

Sumpah nih cowok adem juga kalau ketawa, batin Nara. Gadis itu segera tersadar dengan ucapannya. Ia mengatupkan kembali bibirnya dan membuang jauh-jauh pikiran itu. Dilihatnya pria di depannya itu yang sudah menghentikan aktivitas tertawanya.

"Lo tau kalau kaki gue sakit kenapa malah ditarik? Dasar muka tembok! Selain ekspresi lo yang datar ternyata hati lo juga datar, nggak punya perasaan!" Omel Nara panjang lebar.

Sementara itu Raffa hanya menatapnya datar tanpa mempedulikan omelan Nara. Kemudian datanglah Satya bersama Yoga dengan tampang penuh tanda tanya. Terutama saat melihat adiknya sedang bersama Raffa.

"Kalau pacaran jangan di tenda darurat juga kali! Noh di hutan sepi, enak kalau buat berduaan," ucap Yoga. Memang benar sebelum Satya dan Yoga datang, di dalam tenda darurat hanya ada Raffa dan Nara.

Yoga mendapat sebuah hadiah pelototan dari Nara. Kini pandangan matanya beralih pada Raffa. Ia mendapati pria itu sedang menatapnya tajam, menghunus retina matanya. Yoga memamerkan cengiran kudanya dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.

"Lo sakit, Ra?" Tanya Satya.

"Kaki gue yang kekilir malah ditarik kenceng sama tuh tembok," Nara menunjuk Raffa menggunakan dagunya, "Kan kaki gue jadi tambah sakit."

Gadis itu mengangkat kakinya yang sakit. Tiba-tiba matanya membulat sempurna. Ia merasakan pipinya yang memanas. Tidak terasa apa-apa pada kakinya, rasa sakit tadi hilang begitu saja. Satya dan Yoga memandangnya heran.

"Udah sembuh kan?" Tanya Raffa datar tanpa ekspresi.

Ekor mata Nara bergerak melirik Raffa yang kini sedang menyilangkan tangan. Tentunya ia akan sangat malu jika mereka tahu kakinya sudah sembuh karena Raffa. Gadis itu kini mencari sebuah ide untuk mengelabuhi mereka.

"ADUDUH! KAKI GUE SAKIT BANGET!" Teriaknya tiba-tiba. Kedua tangannya memegang pergelangan kakinya dan matanya ia pejamkan.

Sontak saja ketiga pria yang sedang bersamanya itu mengangkat alisnya. Nara yang merasa tidak ada suara dari ketiga pria itu sedikit membuka sebelah matanya untuk mengintip. Benar saja, tiga pria itu memandangnya dengan aneh.

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang