41

3.6K 184 10
                                    

Raffa membawa Nara ke sebuah rumah yang terbilang mewah dengan nuansa putih. Nara merasa familiar dengan rumah ini. Rasanya ia pernah kemari, tapi kapan?

Nara menemukan mobil milik Rasya yang terparkir cantik di dalam garasi. Ia yakin ini adalah rumah Raffa. Nara ingat Satya pernah mengajaknya sekali ke tempat ini.

"Mau masuk apa bengong?"

Lamunan Nara terbuyarkan oleh suara berat Raffa. Ia tersadar dan ternyata pria itu telah ada di ambang pintu, sedangkan ia masih berdiri di samping motor.

Dengan kikuk Nara menyusul Raffa. Pria itu masuk ke dalam dan mengucapkan salam. Tak lama berselang sahutan dari seorang wanita terdengar. Nara memilih menunduk dan bersembunyi di belakang tubuh Raffa.

"Eh, Kakak udah pulang. Nggak ada kegiatan?" Wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu mendekat.

"Enggak, Bun," Raffa mencium tangan wanita itu.

Nara sedikit geli mendengar percakapan keduanya. Cara bicara Raffa sangat lembut. Dari sini Nara dapat menyimpulkan wanita paruh baya itu adalah mama Raffa.

"Ini siapa, Raf?"

Wanita itu menunjuk Nara. Nara yang merasa diperhatikan pun mendongak. Matanya terbelalak saat mengetahui rupa wanita paruh baya itu. Begitu pula dengan ekspresi wanita paruh baya itu yang tak jauh berbeda dengan Nara.

"Sebentar, kayanya Tante pernah liat kamu. Tapi dimana ya?"

Wanita paruh baya itu berusaha mengingat-ingat. Setelah beberapa saat senyum lebar terlukis di wajahnya. "Kamu yang waktu itu nolongin saya di supermarket kan?"

"Iya, Tan," Nara mengangguk dan tersenyum ramah.

Nara menyalami dan mencium tangan Santi. Tanpa terduga mereka dipertemukan lagi, di rumah megah ini.

Santi mengelus rambut panjang Nara dengan lembut. "Nama kamu siapa? Tante lupa waktu itu nggak tanya saking asyiknya ngobrol sama kamu."

"Nama saya Nara, Tan,"

"Eh! Mulai sekarang panggil Bunda Santi aja, jangan panggil tante. Biar lebih akrab,"

"I-iya, B-bun,"

Ekhm

Terdengar suara deheman dari seseorang. Mereka berdua menoleh dan mendapati Raffa yang terlihat kesal. Hampir saja Nara dan Santi melupakan bahwa ada seorang lagi yang sedang bersama mereka.

"Bunda sampai lupa kalau ada Raffa," Santi terkekeh pelan. "Ini nih bidadari yang Bunda maksud waktu itu. Cantik kan?"

Nara tersipu malu. Raffa hanya mengangguki agar Bundanya senang. Ia adalah laki-laki normal. Ia mengakui kalau Nara memang memiliki wajah bak bidadari. Namun mustahil jika ia mengatakannya langsung.

"Nara ini temen sekelas kamu?" Tanya Santi saat melihat seragam Raffa dan Nara yang sama.

"Bukan, Bun,"

"Oh! Jadi Nara ini pacar kamu? Pinter banget ya kamu cari pacar,"

Mata Nara membulat, tangannya bergerak-gerak tak menyetujui. "Bukan, Nara bukan pacarnya Kak Raffa."

"Dia adik kelas Raffa,"

"AHAHAHAHA.......!!!"

Mereka bertiga menoleh ke sumber suara yang berasa dari tangga. Di sana ada Rasya yang tertawa puas sampai memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Kalian tuh emang cocok, kaya orang pacaran. Setiap orang yang liat kalian pasti bakal ngira kalian pacaran, kaya Bunda contohnya. Makanya pacaran aja!"

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang