40

3.8K 203 6
                                    

Malam ini Mila menginap di rumah Nara karena kedua orangtuanya sedang ke luar kota. Sebenarnya bukan ia yang menginginkannya, namun Nara yang memaksanya dengan alasan kasihan jika Mila sendirian di rumahnya. Padahal jelas-jelas masih ada asisten rumah tangga yang selalu stay di rumahnya.

Mila tengkurap di tempat tidur Nara sambil menopang dagunya. Ia memandangi Nara yang sedang memoleskan krim malam pada wajah cantiknya.

"Ra!"

Nara berdehem dan melirik Mila dari cermin riasnya.

"Lo ada ketemu siapa atau apa gitu pas jatuh di jurang?"

"Nggak ada,"

"Atau lo kejedot apa gitu?"

"Ck. Kan emang kepala gue kejedot batu,"

"Iya juga ya," ucap Mila lebih pada dirinya sendiri. "Pantesan."

Nara menghentikan gerakan jarinya yang memijit wajahnya. Ia memutar badannya seratus delapan puluh derajat. Ia menatap Mila aneh.

"Pantesan kenapa?"

"Kayanya otak lo kegeser dikit deh, Ra," Mila meraih guling dan menjadikannya sebagai tumpuan.

"Kegeser pala lo!" Umpat Nara kesal.

Mila memutar bola matanya. Sepertinya ia butuh pembuktian bahwa gadis itu tidak geser otaknya setelah jatuh ke jurang.

"Kenapa sekarang lo mau panggil Kak Raffa pakai embel-embel 'Kak'? Itu kan kalimat yang lo blacklist buat Kak Raffa. Dan kemana panggilan tembok yang lo sematin buat dia?" Cerca Mila dalam sekali tarikan nafas.

"Pelan-pelan bisa? Mentang-mentang bias lo Suga oppa jadi ikut-ikutan nge-rap lo!" Ucap Nara yang tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

"Sorry jadi kebawa, soalnya semalem gue streaming Daechwita hehehe," Mila memamerkan cengiran kudanya.

"Back to the original topic," Mila menjentikkan jarinya. "Apa motivasi lo mau manggil Kak Raffa pakai kak?"

Nara mengedikkan bahunya. Ia berdiri dan menuju tempat tidurnya. Berbaring di samping Mila dengan posisi kepala yang berlawanan.

Mata Mila mengikuti setiap pergerakan Nara. Ia kemudian duduk bersila, menunggu Nara menjawabnya. Berharap ia mendapatkan jawaban yang memuaskan.

"Setelah dia nolong gue waktu itu gue jadi sadar kalau dia tuh baik, meskipun orangnya cuek dan datar kaya nggak punya ekspresi. Jadi gue mau coba buat manggil dia 'kak'," Nara menghela nafas dan menatap langit-langit kamarnya.

Mila mengangguk-angguk paham. Nara memiliki caranya sendiri. Sekarang ia mengerti alasan Nara memanggil Raffa dengan embel-embel 'kak' adalah untuk berbalas budi.

"Tapi gue tetep nggak ngilangin predikat tembok buat dia," lanjut Nara diiringi kekehan kecil.

Mila tersenyum jahil sambil menaik-turunkan kedua alisnya, "Buat panggilan sayang ya?"

Ekspresi Nara berubah menjadi kecut. Ia menatap Mila dengan kesal. Panggilan sayang itu bagi Nara terlalu berlebihan, karena notabenenya Nara bukan bucin.

"Apaan sih lo? Udah tidur aja deh, besok berangkat pagi biar nggak telat!"

Nara memiringkan tubuhnya, membelakangi Mila. Ia memejamkan matanya, tak mau lagi mendengar celotehan Mila. Namun siapa sangka jika sikapnya yang seperti itu malah membuat Mila senang untuk menggodanya?

"Uluh-uluh panggilan sayang buat cool senior," ucap Mila sebelum ikut berbaring. Nara tak menggubrisnya. Memilih masa bodo agar Mila diam.

-----

NARAFAWhere stories live. Discover now