28

3.9K 198 0
                                    

Seorang gadis berjalan melipir di pinggir cafe menuju mobilnya. Gadis itu menerobos hujan lebat untuk masuk ke dalam mobil. Namun gerakannya terhenti saat mendapati ban mobilnya yang kempes.

Gadis itu berjongkok untuk memastikannya. Tak peduli dengan badannya yang sudah basah kuyup. Ia berdecak setelah melihat sebuah paku yang menancap di ban mobilnya. Desahan nafas berat keluar dari mulutnya.

"Pakai acara kempes segala," gerutunya. Lalu gadis itu berjalan dengan malas menuju teras cafe. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri untuk menghangatkan tubuhnya. Pas sekali ia tidak membawa jaket, tubuhnya jadi menggigil akibat angin kencang.

Seorang pria di dalam mobil hitam menatap gadis yang menggigil itu dengan datar. Pria itu berdecak saat melihat hujan deras beserta angin yang sangat kencang di luar, sedangkan gadis itu sudah basah kuyup dan tak memakai jaket. Ia berpikir gadis itu sangat bodoh.

Pria itu mengurungkan niatnya untuk melajukan mobilnya. Ia turun dari mobil dan berlari menerobos hujan deras untuk menghampiri gadis itu. Tatapannya sangat dingin pada gadis itu.

"Lo nga-ngapain?" Tanya gadis itu gugup saat mendapati Raffa berdiri di depannya dengan tatapan dinginnya.

Tanpa ba-bi-bu Raffa melepas jaket yang ia kenakan. Tangannya bergerak menyelimutkan jaketnya di tubuh Nara. Gadis itu menatap Raffa dalam diam. Raffa menghentikan aktivitasnya sejenak saat mengetahui gadis itu menatapnya.

"Kok gue jadi grogi gini di depan si tembok," batin Nara. Namun ia segera tersadar dan membuang jauh-jauh apa yang dipikirkannya sekarang.

"Lo itu bodoh!" ucap Raffa dengan dinginnya. Ia melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Nara menyipitkan matanya melihat pria itu. Setelah membantunya sekarang pria itu malah mengatainya bodoh. Sebenarnya pria itu ikhlas membantunya atau tidak?

"Gue nggak bodoh! Ban mobil gue kempes, jadinya gue nggak bisa pulang!" Nara menunjukkan ban mobilnya yang kempes.

"Cuma orang bodoh yang lebih milih neduh di emperan cafe daripada di mobil," ucap Raffa santai.

Kini gadis itu dibuat membisu. Benar juga yang dikatakan Raffa. Kenapa ia tidak berteduh di dalam mobilnya? Justru ia malah berteduh di emperan cafe yang jelas-jelas masih bisa terciprat air hujan, sedangkan di dalam mobil setidaknya ia tidak akan kedinginan dan lebih nyaman.

"Yaa..... Ya udah sih kalau nggak ikhlas nolongin gue balikin nih!" Gadis itu melepas jaket Raffa dan memberikannya pada pemiliknya.

Raffa berdecak, ia membuang pandangannya dan tak sengaja melihat beberapa laki-laki yang sedang memandangi bebas tubuh Nara. Jaketnya ia sodorkan lagi ke depan Nara.

"Jangan salahin gue kalau lo jadi tontonan gratis buat mereka," ucapnya dengan pandangan yang masih tertuju pada gerombolan laki-laki itu.

Gadis itu mengikuti arah pandangan Raffa. Ia menemukan gerombolan laki-laki yang menatapnya menggoda. Gadis itu bergidik ngeri saat melihat tatapan para laki-laki itu, namun ia tak mengerti apa yang menyebabkannya ditatap seperti itu.

"Mereka kenapa ya liatin gue sampai segitunya?" Tanya gadis itu polos.

Raffa kembali berdecak. Ia membuang nafasnya kasar. Pria itu menoleh dan menatap Nara kesal. Matanya melirik bagian tubuh Nara yang terlihat paling menarik perhatian sebelum menjawabnya.

"Baju lo tembus pandang," ucapnya datar.

Nara menunduk dan melihat arah lirikan Raffa tadi. Matanya berhasil terbuka sempurna. Gadis itu gelagapan mengambil jaket dari tangan Raffa dan memakainya kembali. Wajahnya sudah memerah bak kepiting rebus saking malunya.

Raffa hanya menatapnya datar. Kemudian dengan gerakan cepat Raffa menggandeng tangan Nara. Pria itu membawa Nara menerobos hujan menuju mobilnya sebelum gerombolan laki-laki itu berbuat macam-macam.

Kini mereka sudah berada di dalam mobil Raffa. Nara memandangi Raffa. Kaos yang dikenakan pria itu sudah basah. Sebenarnya Nara ingin sekali mengembalikan jaketnya, namun ia juga tak mau tubuhnya menjadi tontonan gratis.

"Nggak usah liatin gue," ucap Raffa dengan pandangannya yang fokus ke depan karena kini mobilnya mulai ia lajukan. Gadis yang ada di sampingnya itu gelagapan saat tertangkap basah sedang memandangnya.

"Ge'er amat lo! Orang gue liatin pohon di pinggir jalan," elak gadis itu.

Raffa tak berniat untuk meladeninya. Jika ia meladeni gadis itu, bisa jadi ia tidak pulang karena berdebat dengan gadis itu. Lebih baik kini ia diam dan mengalah.

-----


Nara segera turun dari mobil Raffa saat sampai di halaman rumahnya. Gadis itu berdiri di samping mobil Raffa setelah menutup pintunya. Bibirnya terasa berat untuk mengucapkan sesuatu.

"Makasih, jaket lo biar gue cuciin dulu," ucapnya ragu-ragu. Raffa hanya mengangguk dan melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Nara.

Pria itu heran dengan dirinya sendiri. Atas dasar apa ia perhatian pada seorang wanita? Sungguh ini bukan Raffa yang sesungguhnya. Raffa yang sesungguhnya adalah Raffa yang datar, cuek, dan dingin pada perempuan. Lalu apa yang terjadi pada dirinya sekarang?

Sedangkan di dalam rumah gadis itu, Satya menelitinya dari ujung atas sampai ke bawah. Adiknya itu pulang dengan basah kuyup dan ia mendapati sebuah jaket seorang laki-laki yang ia rasa sangat familiar.

"Gue kaya kenal nih jaket," ucapnya. Tangannya mengambil alih jaket yang menyelimuti tubuh Nara. Ia membolak-balikkan jaket itu.

Nara memutar bola matanya malas. Ia merebut kembali jaket yang dibawa Satya. Helaan nafas berat keluar dari mulutnya.

"Itu kaya jaketnya Raffa," Satya menunjuk jaket yang sudah berada di genggaman Nara.

"Emang yang punya jaket ginian cuma si tembok?"

Satya diam membisu. Ia mencerna ucapan Nara. Benar juga, yang punya jaket seperti itu bukan hanya Raffa. Lantas jaket itu milik siapa?

"Terus itu punya siapa?"

"Punya temen BangSat," jawab Nara tanpa menjeda kata 'bang' dan 'sat'.

"Oohhh," Satya manggut-manggut. Adiknya itu terkekeh pelan. Sejurus kemudian ia sadar saat melihat Nara yang terkekeh.

"Jangan panggil gue Bang Sat!" Ucapnya dengan berapi-api.

Gadis itu bukannya takut, ia malah tertawa kencang. Ia menertawakan ekspresi Satya yang menurutnya sangat konyol jika sedang marah saat ia usili.

"Kali ini gue biarin lo ngetawain gue. Gue sebagai kakak nggak mau ngerusak suasana hati adek gue yang lagi berflower-flower,"

Dalam sekejap Nara menghentikan tawanya. Ekspresinya berubah datar. Ia tahu maksud Satya. Pria itu mengira ia sedang bahagia karena temannya itu.

"Kayanya bagus nih dibuat sinetron, judulnya 'Sahabatku Jadi Adik Iparku'. Hahahahaha!" Tawa Satya pecah setelahnya.

Kini muka Nara memerah bak kepiting rebus. Ia sudah tidak bisa menahan emosinya karena Satya. Tangannya sudah bersiap-siap untuk melakukan pembalasan.

Satya yang melihat gerak-gerik Nara segera mengambil ancang-ancang. Ia mengerti apa yang akan dilakukan Nara setelah ini. Saat ia hendak melangkah dan berlari, Nara sudah lebih dulu menahannya.

"AAAAA....!!! AMPUN, RA! UDAH-UDAH GUE NYERAH!" Teriak Satya saat tangan Nara mencubit perutnya dan memelintirnya.

"Makanya jangan ngeledekin," ucapnya sambil melepaskan cubitannya.

Kini gantian gadis itu yang tertawa kencang. Ia puas setelah membalas Satya hingga pria itu mengaduh kesakitan dan mengelus perutnya.

-----


Don't forget to vote and comment :)





Ig= llyviaayy_

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang