War of Rights Pt.2

129 16 3
                                    

Ari

Plak.
Sesuatu menghentak betis kiriku, aku pun memiringkan wajah ke kiri.

"Maju terus, Ri. Jangan berhenti."-Wisnu lanjut merangkak hingga menyusulku-"Pas mereka reload, kita terobos barisannya," rencananya.

Kami kembali mendekati barisan GEPAT, sorotan senter dan percikan api senjata di hadapanku kian membesar. Di antara pijaran cahaya dari barisan GEPAT, tampak siluet beberapa sosok manusia yang berjalan bungkuk ke arah kiri tepat di hadapan kami. Laju kami berhenti, aku segera mensejajarkan titik merah pada optik bidik dengan gerak-gerik siluet itu.

"Tahan dulu Ri..." bisik Baron.
"Tunggu sampe-"

"Oit, itu maju mereka!" potongku.
Tiga sosok manusia tampak mendorong maju dengan berjalan bungkuk, wajah Wisnu sontak kembali menghadap ke depan.

DAR-DAR!
Wisnu membuka tembakan ke orang terdepan, tubuhnya kehilangan keseimbangan.
DAR!
Aku memastikan perkenaan Wisnu dengan menembak area kepala orang itu, ia terjatuh ke belakang.

DAR-DAR-DAR-DAR! DAR-DAR!
Tembakan Wisnu dan aku kini mengejar dua sosok lain di belakangnya, salah satu dari mereka roboh.

"Maju Ri. Serang, SEKARANG!"
Perintah Wisnu yang segera mengangkat tubuhnya, sambil tetap menembak satuan. Akupun ikut bangun dari tanah, satu kali tembakan kulepas dengan posisi senjata di pinggang. Aku bisa mendengar kata-kata yang diucap anggota GEPAT, kedengarannya mereka dikejutkan oleh kami.

Aku dan Wisnu menerobos barisan GEPAT, Wisnu tanpa henti menembaki semua orang yang terlihat dari jarak dekat, sementara aku hanya melepas dua peluru saat berlari maju.
DAR!
Satu tembakan kubuang ke wajah salah seorang yang bersandar di pohon. Campuran partikel pohon dan isi kepala, terbang dari lubang keluar peluru di pohon. Ia mengangkat kedua telapak tangannya yang kosong saat kutembak, seakan memohon untuk tak dibunuh dan tak kuhiraukan.

Dua orang lain mengangkat senjata mereka, hendak membidikku. Aku menembak bagian dada salah satu dari mereka sebanyak dua kali, lalu memindahkan bidikan titik merah ke dada orang kedua di belakangnya.

Klik!

"S-Seriously?" Gumamku, menyadari peluru di magasin kosong sementara laras senapan orang itu telah membidikku.
"An- Jing!" Umpatku saat melempar MCX ke wajah orang itu.

Ia menangkis MCX-ku dengan lengannya, lalu kembali membidikku.
DAR-DAR! DAR!
Orang itu terjatuh. Wisnu menembaknya tiga kali, lalu lanjut mengosongkan magasinnya ke anggota GEPAT lain yang kini berhamburan.

"Berlindung!"
Perintah Wisnu, sambil menarik bajuku.

DAR! DA-DA-DA-DAR!
Anggota GEPAT di depan dan belakang kami berjatuhan, padahal mereka telah siap menembaki kami ke nereka. Serbuanku dan Wisnu mengekspos sebagian besar dari mereka ke bidikan penyintas di kemah, rentetan tembakan para penyintas kini telah mempasifikasi GEPAT.

"MAJUUU!"
"SERBU! HABISIN MEREKA!"
Sorak penuh semangat mengeko dari perkemahan.
"AAA!"
Jerit para penyintas yang ramai-ramai menyerbu balik, seraya anggota dan simpatisan GEPAT berlarian kembali ke jalan.

"Stop! STOP!"
Ujar Wisnu, sambil berlari ke tengah-tengah kerumunan. Aku berjalan dengan hati-hati di belakangnya, mencari MCX yang tadi kulempar.

"JANGAN MAJU! MEREKA UDAH SIAP DI JALAN!"-Nyaris tak ada yang menghiraukan Wisnu-"STOOP! MEREKA PASTI TUNGGU KITA!" pekik Wisnu.
Tak sampai 10 orang yang mendengarkan Wisnu dan berhenti, sementara aku mendapatkan kembali MCX-ku. Aku menyaksikan mereka sambil mengais mayat di sekitar, mencari magasin jenis AR-15 tambahan untuk kusimpan.

Era Yang MatiWhere stories live. Discover now