Chapter 8

1K 129 5
                                    

Apa gunanya permintaan maaf bila itu selalu dilakukan kembali?

oOo

Hari Jumat ini di apartment Iqbaal, ketiga sahabatnya berkumpul untuk latihan ujian praktek. Mereka memang tidak sekolah dikarenakan tanggal merah. Ujian hari pertama adalah Bahasa Indonesia, di mana guru mata pelajaran mereka memintanya untuk membuat teks negosiasi jual beli rumah ataupun pekerjaan.

Aldi bersama dengan Bastian, dan Iqbaal bersama dengan Kiki. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka menghapal seraya memeragakannya. Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam.

Saat ini, mereka sedang duduk di balkon apartment Iqbaal yang berads di samping kolam renang pribadi milik laki-laki itu.

"Cewek lo mana, Baal? Kok tumben dia nggak di sini," tanya Kiki yang mulutnya sedang mengunyah kripik kentang kemasan.

"Emang ini jam berapa?" Iqbaal melihat jam di ponselnya. "Lah iya, tumben, masih tidur kali ya dia?" lanjutnya.

"Lah nggak tau, kan yang cowoknya elo." Bastian menimpali ucapan sahabatnya itu.

"Coba aja sana cek dulu," saran Aldu seraya membuka minuman kaleng yang memang sebelumnya mereka beli di supermarket.

"Baal?" suara milik seseorang yang sedaritadi dibicarakan memanggil kekasihnya.

"Ya sayang?"

"Kamu di mana?"

"Di luar, sini," suruh Iqbaal kepada kekasihnya.

"Rame," ujar (Namakamu) ketika matanya menangkap ketiga sahabat dari kekasihnya.

"Latihan uprak." Kiki menjawab dengan singkat serta jelas.

(Namakamu) mengangguk-anggukan kepalanya pertanda paham. Lalu matanya dialihkan ke Iqbaal ketika laki-laki itu bertanya.

"Mau ke mana kamu?" tanya Iqbaal.

"Mau pergi sama Salsha, Steffi, Cassie. Minjem mobil boleh nggak? Mobilku bannya kempes masa," jawab (Namakamu) tanpa merubah posisinya yang sedang berdiri di pintu balkon.

"Kok udah siap? Emang aku izinin?" ujar Iqbaal seraya bersedekap dada.

"Dih? Cepet ah. Boleh minjem nggak? Kalo nggak boleh aku mesen ojol nih," kesal (Namakamu). Pasalnya perempuan itu sudah ditelpon berkali-kali oleh ketiga sahabatnya karena terlambat.

Iqbaal menghampiri kekasihnya. "Boleh sayang, kok jadi sewot sih kamu?" tanyanya seraya mengernyitkan alisnya bingung.

"Aku udah telat ini, ditelponin mulu."

"Janjian di mana?"

"Di PIM."

"Yaudah yuk, aku anterin aja," ujar Iqbaal seraya menggenggam jemari kekasihnya lalu menuntunnya berjalan.

"Lah kan ada temen-temen kamu?"

Iqbaal mengangkat kedua bahunya tidak peduli. "Gue nganterin cewek gue dulu ya? Lo semua tunggu dulu."

"Iya santai," jawab Bastian.

"Yuk," ajak Iqbaal kepada kekasihnya itu. "Kamu nggak ngapalin buat uprak?"

"Bahasa Inggris udah hapal. Bahasa Indonesia bisalah improve. Musik juga udah tau lagunya. Agama paling nanti, kan masih hari kamis," jelas (Namakamu) kepada kekasihnya yang saat ini sedang berada di basement apartementnya.

"Lah cuma tinggal itu doang?" tanya Iqbaal dengan tangan yang memencet tombol di kunci mobilnya, lalu membukakan pintu untuk kekasihnya.

Setelah memastikan pintu yang kekasihnya masuki itu tertutup dengan benar, ia memutar untuk masuk ke pintu pengemudi. Melihat Iqbaal yang sudah memasuki mobilnya, (Namakamu) menjawab. "Iya, enak kan? Soalnya kan pelajaran peminatan anak IPS nggak diuprakin."

Good Enough (Completed)Where stories live. Discover now