Epilog

1.6K 166 26
                                    

Aku percaya takdir Tuhan.

oOo

"(Namakamu)!"

Gadis yang mengenakan gaun putih dan terdapat selempang bertuliskan Prom Queen 2018 itu pun menoleh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gadis yang mengenakan gaun putih dan terdapat selempang bertuliskan Prom Queen 2018 itu pun menoleh. Mahkota kecil yang berada di kepalanya berkilauan seirama dengan lampu yang bersinar. Tubuhnya menegang, suara tadi terdengar samar-samar. Namun, ketika ia membalikan badan, gadis itu terkejut ketika menatap orang yang memanggilnya. Ia menarik napas seraya menunggu laki-laki itu sampai kepadanya. Ia ingin semuanya tuntas dengan damai sekarang juga.

"Kamu--" ujar laki-laki itu terpotong ketika seseorang datang menarik tangan (Namakamu).

"Nadhif, gue mau nyelesain ini sekarang. Nggak papa."

Nadhif terlihat cemas. "Beneran nggak papa? Mau gue temenin nggak?"

"Nggak usah. Gue bisa sendiri kok."

"Bener ya? Gue nungguin di kursi itu." Nadhif menunjuk kursi yang tidak jauh dari mereka dengan matanya.

(Namakamu) mengangguk dan tersenyum tulus. "Go away." Gadis ini mengibaskan tangannya seperti mengusir.

Nadhif mendelik sebal. "Awas lo ya!" Lalu keduanya tertawa.

(Namakamu) membalikan badannya ke arah Iqbaal yang menunggu di sana. Ia melangkah pelan menuju laki-laki yang tadi memanggilnya. "Hai." Sapanya ketika sudah berada di hadapan Iqbaal. "Langsung aku jelasin aja ya? Aku tau kok kamu mau ngomong apa."

Iqbaal menatap (Namakamu) tidak percaya. "Kenapa?"

"Iya aku tau. Baal, udah lama aku pengen lepasin kamu. Udah lama banget. Semenjak kamu suka beda-bedain aku sama Zidny. Bahkan baru jadian aja kamu juga udah ngebandingin aku sama dia. Cuma aku tahan aja, aku pikir kamu bisa berubah, tapi aku salah. Kamu nggak bisa sama sekali.

"Aku nggak bisa jadi orang yang kamu mau, Baal. Aku nggak bisa bikin kamu seneng tapi aku jadi orang lain. Aku nggak bisa.

"Kamu pengen aku belajar masak padahal kamu tau aku nggak bisa, sampe kamu minta teh Ody atau Bunda buat ajarin aku masak. Ya sebenernya nggak papa sih, tapi aku tau Baal, tujuan kamu apa. Zidny jago banget masak, beda sama aku. Aku tau kamu ngelakuin itu bukan buat kebaikan aku, tapi kamu mau aku jadi kayak Zidny.

"Itu sebabnya kamu nggak pernah mau kan berubah buat aku? Kamu masih suka keinget Zidny?"

Iqbaal menatap (Namakamu) tajam. "Aku nggak pernah ngehubungin Zidny di depan kamu lagi! Kamu bilang itu nggak berubah?"

Gadis ini tersenyum pahit. "Di depan aku aja? Berarti kalo di belakang aku?" (Namakamu) mengangguk-anggukan kepalanya. "Aku paham sekarang."

"(Namakamu) kam--"

"Tolong jangan ngelak lagi. Kamu bahkan udah ngakuin itu sendiri. Perlu aku ingetin kamu lagi?" (Namakamu) menggeleng pelan. "Enggak kan?" lanjutnya lirih. "Kamu mau ngeliat Zidny di dalam diri aku, Baal. Makanya kamu nggak mau lepasin aku. Tapi sekarang aku udah capek. Lemme go, please."

Iqbaal terdiam, pernyataan yang (Namakamu) ucapkan memang benar. Awalnya memang seperti itu, tapi saat ini Iqbaal merindukan (Namakamu)nya yang berbeda dari Zidny. Iqbaal sudah tidak mempedulikan Zidny lagi, tapi kesadarannya saat ini sudah terlambat. Gadis ini sudah bahagia tanpa Iqbaal. Dan laki-laki ini cukup tau diri.

"Awalnya niat aku emang kayak gitu, tapi pas kamu ninggalin aku waktu itu, aku sadar kalo aku sayang sama kamu apa adanya, bukan karna kamu bisa jadi Zidny. Bukan (Namakamu)."

(Namakamu) tersenyum. "Aku mau pamit sama kamu. Lusa aku udah balik ke Bali. Makasih selama ini kamu udah jagain aku, udah ngungsi ke apartemen cuma karena aku. Makasih juga udah ngajarin aku banyak hal. Semoga kamu selalu bahagia untuk kedepannya. Sukses di UI ya?" Ia mengucapkannya dengan mata yang berkaca-kaca.

Separah apapun Iqbaal menyakitinya, pada dasarnya laki-laki itu pernah menjadi alasannya untuk selalu tersenyum, bahagia, dan tetap hidup berjuang melawan semua kesulitan yang pernah ia alami. Iqbaal telah mengajarkan arti kesederhanaan, kesabaran, dan bangkit dari kekecewaan. Laki-laki itu punya tempat tersendiri di hatinya. Bahkan sampai saat ini, di mana ia akan hidup tanpa adanya Iqbaal, hatinya masih milik laki-laki itu.

"Aku minta maaf, aku masih sayang kamu." Iqbaal angkat suara.

Lagi dan lagi (Namakamu) tersenyum ketika menanggapimya. "Aku juga. Tapi kita butuh waktu sendiri-sendiri dulu untuk kedepannya. Kalo kita jodoh, pasti Tuhan mempertemukan kita nanti, gimanapun caranya. Kalo Tuhan nentuin aku sama kamu  berjodoh, aku yakin kamu itu yang terbaik, Baal. Walaupun sekarang kamu sering nyakitin aku. Aku percaya takdir. Semoga kita dipertemuin lagi sama takdir."

Detik selanjutnya Iqbaal memeluk (Namakamu) erat. Tanpa niat untuk melepasnya. Gadis yang sudah ia sakiti dengan tenangnya mengatakan bahwa ia masih berharap berjodoh dengan laki-laki sebrengsek Iqbaal.

"Aku takut nyakitin kamu kalo kita ketemu lagi nanti."

"Tuhan tau yang terbaik, Iqbaal. Belajar dari masa lalu. Semoga aku sama kamu lebih baik untuk kedepannya. Janji sama aku bakal jadi dokter yang hebat ya?"

Iqbaal mengangguk dalam pelukan (Namakamu).

Takdir Tuhan tidak ada yang pernah tahu. Bahkan ketika Tuhan mempertemukan pun itu belum tentu dipersatukan. Bisa saja hanya sebatas mengenal dan saling melengkapi untuk sementara saja.

Begitupula dengan Iqbaal dan (Namakamu), apakah mereka pernah berpikir akan jadi seperti ini pada akhirnya? Jawabannya tentu saja tidak. Untuk berpisahpun Iqbaal tidak pernah memikirkan hal itu. Berbeda dengan (Namakamu) yang berpikir untuk berpisah, namun pada akhirnya pasti kembali lagi ke pelukan Iqbaal.

Dan untuk perpisahan mereka saat ini, (Namakamu) tidak bisa memastikan akan kembali lagi ke pelukan Iqbaal atau tidak. Pasalnya, gadis ini hanya akan mengikuti alur yang telah Tuhan buat untuknya dan juga Iqbaal. Dan ia tahu bahkan percaya, alur itu akan menjadi hal yang terbaik untuknya meskipun rasanya sakit. Namun ia juga percaya akan ada kebahagiaan setelah rasa sakit yang ia rasakan.

(Namakamu) juga percaya, Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya sendiri ketika mengalami masa yang pahit. Terbukti ketika ia disakiti Iqbaal, ketiga sahabatnya selalu ada untuknya. Sekalipun ketiga sahabatnya tidak ada untuknya, Tuhan pasti selalu ada bersamanya dan tidak akan pernah meninggalkannya barang sedetikpun. Kecuali jika orang itu yang meninggalkan Tuhannya.

Takdir memang tidak dapat ditebak, sepasang insan yang masih saling menyayangi ini akhirnya berpisah, entah untuk selamanya atau akan dipertemukan di masa mendatang. Semua sudah ditulis dalam catatan takdir, tidak ada yang bisa mengubahnya.

(Namakamu) memejamkan matanya ketika merasa pelukan ini begitu nyaman untuknya. Bahkan Iqbaal pun semakin erat memeluknya. Tidak ingin berpisah, namun keadaan yang mengharuskan mereka untuk berpisah. Bukan untuk sia-sia, melainkan untuk memperbaiki diri kedepannya.

"Aku sayang kamu, (Namakamu)."

"Aku sayang kamu, Iqbaal."

Dan pelukan itu terlepas, entah mereka akan merasakannya lagi atau tidak.

Semoga bertemu di masa depan.

-Selesai-

Gimana endingnya? Damai aja gaboleh ribut ah udah banyak dosa wkwkwkwkwkkw!

Gila ya gue aslinya ngetik Good Enough tuh berbulan2 tau almost setahun deh kalo nggak salah wkwkwk. 

Ini karena repost jadinya cuma 3 bulanan wkwkwkwkkw

Anyway semoga nggak ngecewain ya. Ditunggu sequelnya!;)

-Nana.

Good Enough (Completed)Where stories live. Discover now