Chapter 15

1K 138 21
                                    

Hati ini bukan untuk disakiti terus menerus.

oOo

Iqbaal tidak ada hentinya untuk menggenggam jemari (Namakamu). Seakan jika ia melepasnya, maka (Namakamu) akan pergi dari sisinya. Dan Iqbaal tidak menginginkan itu.
"Mau makan di tempat aku atau kamu?" tanya Iqbaal ketika mereka sudah berhasil memasuki lift.

"Aku aja ya?" bukan tanpa alasan (Namakamu) memilih itu. Ia hanya tidak ingin diingatkan oleh kejadian-kejadian yang sedang ia coba untuk lupakan. Namun, entah kenapa, kejadian itu terus menghantuinya jika ia pergi ke sana. Seperti sebelum berangkat sekolah tadi.

Iqbaal mengangguk setuju. Lalu mereka melangkahkan kakinya menuju pintu apartemen (Namakamu).

"Nggak boleh liat! Madep sana!" ujar (Namakamu) ketika tangannya ingin mengetikan kata sandi apartemennya. Iqbaal tidak berbalik. "Ih malesin deh, madep sana dulu," ujar (Namakamu) seraya menghentakan kakinya.

Iqbaal menghela napasnya kasar. Ia juga sadar ini adalah akibat dari tindakannya. Namun, Iqbaal tetap enggan untuk berbalik. (Namakamu) mendengus. Tangan sebelahnya ia gunakan untuk menutup mata Iqbaal. Lalu tangannya yang bebas membuka kata sandinya. Setelah itu, ia menjauhkan tangannya dari wajah Iqbaal dan menekan gagang pintu agar terbuka.

"Kenapa ganti password?" tanya Iqbaal seraya menatap punggung perempuan itu yang menuju dapur.

"Mau makan di mana?"

"Aku nanya, kenapa ganti password?"

(Namakamu) menghela napasnya perlahan, tanpa diketahui Iqbaal. "Takut ada Swiper."

"Kenapa kamu jauhin aku?"

"Really?" ujar (Namakamu) yang sedang berjalan menghampiri Iqbaal seketika menghentikan langkahnya dengan wajah terkejut.

Iqbaal mengangkat sebelah alisnya.

"Kamu masih nanya kenapa?" lanjut (Namakamu) tidak percaya. "Aku pikir kamu sadar."

Baru saja Iqbaal ingin membuka mulutnya. (Namakamu) mendahului. "Nanti aja deh berantemnya. Aku laper."

Mereka berjalan menuju ruang tamu. (Namakamu) membawa dua piring dan sendok, sementara Iqbaal membawa kantung kresek berisi dua nasi padang, dan satu kantung lagi berisi sushi milik (Namakamu).

"Nanti aku gantinya transfer aja ya?" ujar (Namakamu) seraya manyuapkan satu sendok ke mulutnya.

"Ganti apaan?" tanya Iqbaal bingung.

"Ini." (Namakamu) melirik makanan yang ada di meja. Termasuk sushinya.

Iqbaal meletakan sendoknya kembali di piring. "Apaan si anjing? Makin nggak jelas dah lu."

(Namakamu) mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Ia akan menggantinya nanti.

"Sampe kamu transfer ke aku, liat aja." Iqbaal kembali memakan makanannya.

"Kan tadi aku belinya pake uang kamu," ujar (Namakamu) seraya berusaha memotong ayamnya.

Iqbaal mengambil alih kegiatan (Namakamu). "Biasanya kan juga kayak gitu, kenapa sekarang jadi kayak gini sih?"

"Makasih," ujar (Namakamu) ketika Iqbaal mengembalikan piringnya. "Tapi kan kondisinya udah beda, Baal. Nggak bisa disamain lagi."

"Kalo gitu kita bikin biar sama lagi."

(Namakamu) tidak menjawabnya. Ia tidak ingin membahas ke hal yang sedang dihindarinya. Tapi, Iqbaal memang berniat membawanya ke arah sana. "(Namakamu), back to me."

Good Enough (Completed)Where stories live. Discover now