TBAI #9

13.9K 2.4K 325
                                    

"Yuan sudah tidur, kalau begitu Ibu pulang dulu." Ucap Nyonya Park setelah menutup pintu kamar sang anak dengan pelan. Wanita setengah baya itu terlihat sangat senang walau dari matanya sudah tergambar bahwa ia sudah mulai lelah dan butuh untuk istirahat.

Chanyeol yang tadinya ingin menarik paksa wanita yng sudah melahirkannya itu urung saat mendengar sayup-sayup suara sang ibu yang tengah menidurkan Yuan dengan menceritakan sebuah dongeng anak-anak. Dan memilih berdiri bersandar di sana dengan kedua tangan bersidepan di depan dadanya.

"Hm." Gumam Chanyeol mengiyakan sang Ibu dengan raut wajah yang tak berubah, tetap datar tanpa ekspresi yang berarti.

Nyonya Park yang melihat itu hanya mendengus geli, anaknya memang begitu dingin. Namun wanita itu bertaruh jika Chanyeol sebenarnya adalah sosok yang hangat dan penyayang.

"Ah ya! Dimana menantu cantikku? Aku harus berpamitan agar tak rindu dengannya." Ucap Nyonya Park sembari menoleh ke kanan dan ke kiri namun tak melihat sosok yang ia cari. Sedangkan Chanyeol hanya diam tak berniat memanggil apalagi mencari pengasuh Yuan itu.

"Baekhyun mungkin sedang ada suatu urusan yang mendesak pada pencernaannya." Kata Chanyeol dengan senyum terpaksa dan dengan sigap ia segera menarik ibunya untuk keluar dari rumahnya ini. Sebelum akhirnya bertemu dengan Baekhyun dan kembali mengulur waktu ibunya untuk tinggal lebih lama lagi disini.

Nyonya Park memicingkan matanya, tangannya perlahan terangkat dan serta merta menunjuk sang anak. "Kau dan Baekhyun tengah bertengkar?" Tebak wanita itu yang membuat Chanyeop terperangah.

"Hah? Apa yang ibu maksud?"

Yang benar saja, ia memang kesal kepada Baekhyun terlebih Yuan yang membuat rencananya harus memakan waktu lama. Namun sepertinya ia menangkap makna yang berbeda dari pertanyaan sang ibu.

"Chanyeol-ah..." mata Chanyeop kini beralih pada tangan Nyonya Park yang menggenggam kedua tangannya. "Sebagai seorang pemimpin dalam hubungan kalian. Kau harus lebih mengalah walaupun jika itu kesalahannya, walaupun itu menyakiti hatimu. Mungkin ia marah karena ingin di perhatikan, kau pasti terlalu dingin padanya."

"Huh???"

Apalagi maksud ibunya kini, membuat Chanyeol semakin pusing. Ia bahkan tak punya hubungan apapun dengan Baekhyun dan wanita di depannya kini dengan seenak hatinya berbicara.

"Bu, kami tidak..."

"Ibu tahu, anakku. Kau pasti malu mengakuinya kan, itu hal yang wajar mengingat tak ada satupun wanita yang kau kencani selama ini." Wajah belas kasihan Nyonya Park membuat Chanyeol memutar bola matanya malas. "Tapi ibu bersyukur kau sudah menemukan tambatan hatimu sekarang. Terlebih yang seperti Baekhyun." Lanjutnya sembari terkikik senang.

Chanyeol yang melihat itu hanya bisa menghela napasnya.
"Ya, ya terserah ibu mau bilang bagaimana. Terima kasih sudah datang dan merepotkanku, selamat tinggal Nyonya Park." Ucapnya sembari memberikan senyim terbaiknya yang lagi-lagi seperti di paksakan.

Nyonya Park hanya bisa menggerutu akan sikap dimhin samg anak. Dengan gesit ia menarik Chanyeol dan memberikan kecupan di pipi kiri anak laki-lakinya itu, membuat sang Tuan Muda langsung berteriak protes.

"Bu!"

Namun Nyonya Park tak menanggapinya dan segera pergi dari sana. Masuk ke dalam mobil mewah miliknya sembari memberikan ciuman jarak jauh sebagai ucapan selamat tinggal.
"Sampai bertemu besok lusa, anakku yang tampan." Pamitnya dengan wajah yang terlihat begitu senang menjahili sang anak.

Tuan Muda Park itu menatap mobil mewah ibunya dengan tatapan kesal sembari mengusap pipi kanannya dengan keras.
"Benar-benar merepotkan, dasar orang tua!" Dengusnya lalu berbalik masuk ke dalam rumahnya.

Helaan napasnya terdengar hampir si detiap pangkah kakinya. Mengingat bagaimana dia kembali tidur bersama Yuan malam ini, tentu saja ia tak akan mau tidur di kamar tamu. Pasti Baekhyun ada disana.

Berjalan dengan gontai dan sedikit melamun, membuat Chanyeol tersentak kala dirinya hamoir saja menabrak Baekhyun yang sepertinya juga akan naik ke lantai atas.

Keduanya sama-sama terdiam. Dengan Chanyeol yang menatap lurus Baekhyun dan pemuda cantik itu yang hanya diam menunduk dengan sebuah mug berukuran sedang, ia memegang itu dengan kedua tangannya.

"Sudah malam, lebih baik kau masuk ke kamarmu dan segera tidur. Dan jangan berpikir yang macam-macam tentang kejadian hari ini, aku sama sekali tidak tertarik mempunyai kekasih sepertimu. Benar-benar merepotkan."

Rambutnya yang menutupi separuh wajahnya dan dalam tunduknya, diam-diam Baekhyun menggigit bibir bawahnya dan cengkeraman pada mug-nya menguat. Dalam hatinya ia tak berpikir jika Chanyeol menyukainya atau bahkan jatauh cinta padanya. Ia tak pernah beranggapan sedikitpun, bahkan jika untuk menghayal sedetikpun.

Karena Baekhyun tahu tak ada satupun yang benar-benar mencintai dirinya.

"Aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkanku akan hal itu, semalam malam Tuan ahjussi." Pamit Baekhyun dengan suara yang teedengar pelan dan tidak seantusias biasanya.

Chanyeol merasa aneh namun hanya mengedikkan bahunya. Pikirnya Baekhyun pasti kecewa akan kenyataan yang ia katakan. Dan saat akan membiarkan pemuda cantik itu pergi, tak sengaja matanya menangkap bekas kemerahan pada pergelangan tangan kanan dan kiri Baekhyun.

"Tunggu." Chanyeol menahan lengan Baekhyun. Lalu memperhatikan dengan seksama bekas kemereahan yang ia tebak itu karena dirinya. "Apa ini sudah kau obati?"

Baekhyun mengangkat kepalanya, kedua matanya menatap Chanyeol yang kini fokus pada pergelangan tangannya. Ia tak menjawab apapun, namun dengan pelan lengannya ia tarik dari cengkeraman pria tampan itu.

"Kau tak mau menjawabku?" Tanya Chanyeol lagi.

Namun sepertinya Baekhyun benar-benar tak mau menjawab, ia masih saja bungkam.

Pria tampan bermarga Park itu menghela napasnya kasar.
"Aku bukan orang yang sabar dan apalagi harus mengulang ucapanku. Jawab atau kau mau ku bunuh sekarang juga?"

Beberapa detik berlalu dan Baekhyun masih saja tak membuka mulutnya, hingga Chanyeol habis kesabaran dan segera mengambil senjata api yang tersimpan di belakang tubuhnya.

"Belum. Aku akan mengobatinya nanti." Baekhyun tiba-tiba saja menjawab dengan cepat membuat pergerakan Chanyeol berhenti. Pria tampan itu kembali memasukkan senjatanya dan kembali melangkahkan kakinya berlawanan arah dari tempat yang ingin dia tuju tadi.

Merasa Chanyeol tak ada lagi kepentingan padanya, Baekhyun segera melangkahkan kakinya menaiki tangga namun kembali terhenti kala Tuan Muda itu memanggilnya.

"Mau kemana?"

Pertanyaan yang seharysnya tidak ditanyakan kepada seorang berotak jenius seperti Chanyeol. Bukankah langkah Baekhyun sudah terlihat jelas? Kenapa masih bertanya dengan pertanyaan yang tak berbobot seperti itu?

"Bukankah kau tadi menyuruhku untuk ke kamar? Ini sudah malam."

Chanyeol menghela napasnya. "Kemari, biarkan aku mengobati lukamu. Kau harus tahu apa yang sebenarnya aku inginkan."

"Aku bisa obati ini sendiri. Tuan ahjussi tidak perlu repot untuk membantuku."

"Bisakah kau turuti perkataanku saja?!" Balasnya dengan sedikit meninggikan suaranya. Ia benar-benar tidak tahan pada orang-orang yang banyak bertanya. Cukuplah ibunya saja dan sekarang bertambah dua, Yuan juga Baekhyun.

"Aku tidak akan meminta maaf akan hal itu. Aku hanya tidak ingin bocah sok pintar dan sombong itu akan banyak bertanya tentang luka di tanganmu itu. Jangan berpikir yang macam-macam, aku tidak sebegitu perhatiannya kepada orang asing termasuk dirimu." Jelas Chanyeol dengan tenang dan ekspresi datarnya.

Lalu apa lagi yang bisa Baekhyun lakukan sekarang selain menurut? Mungkin jika ia membantah, peluru panas itu bisa saja menembus masuk ke salah satu anggota tubuhnya.



























To Be Continued



Mau tes dulu, adakah disini yang masih nunggu cerita ini?

THE BABY AND I [CHANBAEK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang